LEGAL OPINION
Brief Answer: Pertanyaan tersebut melahirkan jawaban yang bersifat dualistis, mengingat terdapat dua rezim hukum yang saling mengatur, yakni Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan disaat bersamaan terdapat pula pengaturan ancaman sanksi dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Anak—biasanya dirumuskan dalam bentuk dakwaan dengan rumusan alternatif oleh pihak Jaksa Penuntut—yang dalam kasus berikut, ganjilnya ialah meski yang dinyatakan terbukti oleh Mahkamah Agung adalah larangan dalam UU Perdagangan Orang, namun pelaku dihukum berdasar UU Perlindungan Anak.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi konkretnya yaitu putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 2401 K/Pid.Sus/2014 tanggal 22 Maret 2016, dimana dalam Dakwaan Kesatu, Terdakwa didakwakan telah melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman pidana penjara penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp600.000.000,00 dan paling sedikit sebesar Rp120.000.000,00.
Panti Pijat Lokasi Sauna & Spa milik Terdakwa mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Berdasarkan informasi tersebut, pihak kepolisian beserta anggotanya melakukan penggerebekan dan menemukan 5 (lima) orang terapis berupa anak dibawah umur yang diduga dipekerjakan dengan pekerjaan yang buruk.
Para korban menerangkan bahwa diri mereka telah bekerja di panti pijat tersebut selama 3 sampai 6 bulan dan bertugas memijat dan apabila ada pasien atau tamu yang meminta pelayanan se*sual, di antaranya dengan melakukan oral se*s, yaitu mengocok alat kel*min para tamu tersebut sehingga keluar air man*nya, maka saksi melayaninya, dan Terdakwa membuka Panti Pijat Lokasari Sauna & Spa dari jam 10.00 WIB sampai dengan jam 23.00 WIB
Terdakwa telah memperkerjakan anak-anak dibawah umur dengan menggunakan identitas palsu dan ditempatkan di tempat penampungan. Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa diduga telah mengeksploitasi ekonomi atau se*sual anak dengan maksud untuk menguntung diri sendiri atau orang lain. Perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 88 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Terhadap tuntutan Jaksa, adapun yang menjadi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 1809/Pid.SUS/2013/PN.Jkt.Bar tanggal 17 Desember 2013, dengan amar sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa Tini binti Atim tersebut diatas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Kesatu atau dakwaan Kedua;
2. Membebaskan Terdakwa dari dakwaan Kesatu atau dakwaan Kedua tersebut;
3. Memerintahkan agar Terdakwa tersebut segera dikeluarkan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan;
4. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya (rehabilitasi).”
Tanpa mengajukan upaya banding, Jaksa seketika mengajukan upaya hukum kasasi, dengan mengemukakan bahwa walaupun para pemijat tersebut bekerja atas kemauannya sendiri akan tetapi perbuatan Terdakwa melakukan perekrutan atau penampungan dan mengeksploitasi orang dengan menerima uang pembayaran jika orang hendak menggunakan jasa pijatannya dan Terdakwa mendapatkan uang pemasukan yang lebih besar daripada pendapatan para pemijatnya, dimana para pemijat anak hanya Rp25.000,00 dari jumlah pembayaran-pembayaran jasa pihak yang dipijat yang membayar kepada Terdakwa dengan kisaran antara Rp170.000,00 sampai dengan Rp190.000,00, sudah barang tentu perbuatan Terdakwa tersebut telah terbukti secara sah menurut hukum mengeksploitasi korban anak-anak yang dijadikan pekerja pijat, oleh karena itu sudah seharusnyalah Terdakwa mendapat hukuman penjara atau pemidanaan.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi Penuntut Umum, dapat dibenarkan, karena Judex Facti/Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menyatakan Terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Kesatu dan dakwaan Kedua Penuntut Umum dan karena itu membebaskan Terdakwa dari dakwaan Kesatu dan Kedua Penuntut Umum tersebut, telah didasarkan pada pertimbangan hukum yang salah, yaitu:
1. Bahwa Judex Facti salah mempertimbangkan dakwaan Kesatu tidak terbukti, berdasarkan pertimbangan: bahwa semua unsur dakwaan Kesatu Penuntut Umum, yaitu unsur setiap orang dan unsur melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan, seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemaksaan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, walaupun memperoleh pesetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Republik Indonesia, yang menurut Penuntut Umum melanggar Pasal 2 (seharusnya Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang), telah terpenuhi dari perbuatan Terdakwa tetapi Terdakwa tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya tersebut, dengan pertimbangan bahwa Terdakwa hanya karyawan/pegawai, bukan pemilik Panti Pijat Lokasari Sauna & Spa, tempat korban di bawah umur bekerja. Pertimbangan Judex Facti tersebut adalah pertimbangan hukum yang tidak tepat/keliru, karena tidak ada hubungan antara kepemilikan tempat usaha dengan pertanggungjawaban pidana dari pegawai tempat usaha tersebut. Pertanggungjawaban pidana adalah bersifat individual;
2. Bahwa Judex Facti salah menerapkan hukum dalam membuktikan dakwaan Kedua, karena mengaitkan secara langsung unsur “setiap orang” dan unsur “pertanggungjawaban pidana” tanpa membuktikan lebih dahulu unsur-unsur dari dakwaan Kedua dalam perbuatan Terdakwa dan Judex Facti langsung menyimpulkan bahwa Terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya, dengan alasan Terdakwa hanya pegawai, bukan pemilik usaha Panti Pijat Lokasari Sauna & Spa, tempat korban di bawah umur bekerja. Pertimbangan Judex Facti tersebut adalah pertimbangan hukum yang tidak tepat / keliru, karena tidak ada hubungan antara status kepemilikan usaha dengan pertanggungjawaban pidana pegawai dari tempat usaha tersebut, karena pertanggungjawaban pidana adalah bersifat individual;
3. Bahwa berdasarkan pemeriksaan persidangan perkara a quo, terungkap fakta-fakta sebagai berikut: [Note SHIETRA & PARTNERS: Mahkamah Agung selaku judex jure sampai terpaksa memeriksa dan memberi penilaian terhadap alat bukti akibat sikap keliru Pengadilan Negeri dalam memutus.]
a. Bahwa dari keterangan Saksi ... dan keterangan Saksi ... , bahwa mereka melamar kerja di Panti Pijat Lokasari Sauna & Spa dan kemudian diterima kerja dan dipekerjakan oleh Terdakwa. Bahwa ... , ... , ... serta ... , adalah anak-anak di bawah umur;
b. Bahwa para saksi bekerja sebagai tukang pijat, memberikan pelayanan se*sual berupa bers*tubuh atau mengocok p*nis tamu sampai mengeluarkan air m*ni kemudian si tamu membayar upah pijat dan pers*tubuhan atau mengocok p*nis tamu tersebut;
c. Bahwa para saksi korban bekerja di Panti Pijat Lokasari Sauna & Spa tanpa izin orang tua korban;
d. Bahwa Terdakwa adalah penanggungjawab operasional Panti Pijat Lokasari Sauna & Spa sebegai orang yang diberi kepercayaan oleh pemilik panti pijat tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka seluruh unsur dari dakwaan Kedua Penuntut Umum telah terbukti dalam perbuatan Terdakwa, sehingga dakwaan Kedua Penuntut Umum dinyatakan terbukti, dan oleh karena itu permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penuntut Umum tersebut patut untuk dikabulkan;
“Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum dikabulkan, maka Terdakwa harus dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 88 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana dakwaan Kedua Penuntut Umum, dan Terdakwa harus dipidana yang setimpal dengan perbuatannya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 1809/ Pid.SUS/2013/PN.Jkt.Bar. tanggal 17 Desember 2013 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara a quo dengan amar putusan sebagaimana tertera di bawah ini;
“M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI JAKARTA BARAT tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 1809/ Pid.SUS/2013/PN.Jkt.Bar. tanggal 17 Desember 2013;
“MENGADILI SENDIRI :
1. Menyatakan Terdakwa TINI binti ATIM terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “MENGEKSPLOITASI EKONOMI ATAU SE*SUAL ANAK DENGAN MAKSUD UNTUK MENGUNTUNGKAN DIRI SENDIRI ATAU ORANG LAIN”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka kepada Terdakwa dikenakan pidana pengganti denda berupa pidana kurungan selama 1 (satu) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.