KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

‘Ought to Know’ sebagai Prinsip Itikad Baik Kepengurusan BUMN/D

LEGAL OPINION
Question: Mismanagement suatu entitas bisnis milik negara, apa resiko terburuknya di mata pengadilan, dan pengelolaan usaha seperti apa yang berisiko mengancam posisi hukum direksi suatu badan usaha milik negara?
Brief Answer: Falsafahnya, yang berhak duduk dalam kursi jabatan pengurus, adalah orang yang profesional. Karena profesional, maka tidak dibenarkan untuk bersikap lalai / abai, terlebih ceroboh yang dapat merugikan korporasi yang dikepalainya.
Karena sifatnya profesional, maka seorang pengurus tunduk pada asas ‘ought to know’ resiko bisnis dan aspek-aspek dalam lingkup bisnis yang dijalankan dan dikomando olehnya. Untuk itulah, mereka yang bukan seorang profesional, hendaknya menolak pencalonan sebagai pengurus badan hukum milik negara/daerah. Terlebih, bila sang direksi sejatinya hanya semata-mata sebagai ‘boneka’ (nominee) dari pihak pengendali di-‘balik layar’.
PEMBAHASAN:
Putusan Mahkamah Agung RI perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) register Nomor 1621 K/PID.SUS/2013 tanggal 08 Oktober 2013 merupakan perkara yang unik, karena masih mengakui genus kejahatan perbuatan melawan hukum fungsi materiil dalam konteks Tipikor, disamping tokoh Majelis Hakim Agung yang memutus perkara yakni ARTIDJO ALKOSTAR, MOHAMMAD ASKIN, dan MS. LUMME.
Mengenai kepengurusan korporasi milik negara, adalah tepat bila kita belajar dari pengalaman pengelolaan manajemen yang buruk, agar tidak melakukan kekeliruan serupa. Untuk itu SHIETRA & PARTNERS akan merujuk pertimbangan hukum Mahkamah Agung perkara tersebut diatas, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menggariskan bahwa pengertian ‘secara melawan hukum’ adalah dalam pengertian formil maupun materiil. Hal mana jelas dinyatakan dalam penjelasan umum undang-undang tersebut, yang dikutip berbunyi sebagai berikut : “agar dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit, maka tindak pidana yang diatur dalam undang-undang ini dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara “melawan hukum” dalam pengertian formil dan materiil”.
“Kemudian penjelasan Pasal 2 ayat (1) nya sendiri menyatakan bahwa : “yang dimaksud dengan secara ‘melawan hukum’ dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana”;
“Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum tersebut setelah dihubungkan satu sama lain terlihat adanya suatu konstruksi fakta hukum bahwa Terdakwa selaku Direktur PT. RAM periode 2005 – 2007, telah menandatangani perjanjian-perjanjian atau perpanjangan perjanjian-perjanjian investasi KPD dan REPO saham dengan PT. Askrindo yang diwakili oleh Rene Setyawan selaku Direktur Keuangan dan Investasi atau Zulfan Lubis yang menggantikan Rene Setyawan.
“Terdakwa mengetahui dan menyadari penempatan investasi PT. Askrindo di PT. RAM sejak awal sudah ditentukan penggunaannya, yaitu untuk disalurkan kepada nasabah PT. Askrindo yang gagal bayar atau berpotensi gagal bayar, sehingga tidak menimbulkan klaim kepada PT. Askrindo.
“Penggunaan dana investasi PT. Askrindo untuk disalurkan ke nasabah-nasabah PT. Askrindo bahkan sudah dibicarakan sebelum PT. Askrindo menempatkan investasinya di PT. RAM melalui serangkaian pertemuan atau komunikasi lewat telepon antara PT. Askrindo (Zulfan Lubis atau Noviar Yuana) dengan Terdakwa, maupun JOSEP GINTING.
“Terdakwa selaku Direktur PT RAM yang memegang ijin sebagai Wakil Manajer Investasi seharusnya bertanggung jawab dalam pemilihan instrumen investasi yang menguntungkan dan melindungi kepentingan investor. Sebagai akibat dari penggunaan dana PT. Askrindo yang dilakukan tanpa kehati-hatian menyebabkan dana PT. Askrindo yang ditempatkan di PT. RAM menjadi macet dan tidak tertagih.
“Menimbang, bahwa dalam dunia investasi dan pasar modal tidak ada kepastian absolut bahwa investor yang menempatkan dananya dalam bentuk investasi efek akan memperoleh keuntungan. Tidak tertutup kemungkinan, sekalipun investor menyerahkan pengelolaan dananya pada Manajer Investasi, investor akan mengalami kerugian.
“Oleh karena itu Manajer Investasi dilarang menjanjikan suatu hasil tertentu yang akan diperoleh investor atas jasa pengelolaan yang diberikan atau menjanjikan suatu hasil tertentu yang akan diperoleh investor apabila mengikuti nasihat yang diberikan;
“Menimbang, bahwa investasi dalam bentuk apapun selalu mengandung risiko (inherent risk), tidak terkecuali investasi di pasar modal. Dalam dunia investasi terdapat dua hal yang saling berkaitan, yaitu keuntungan (return) dan risiko. Dua unsur ini berhubungan lurus sehingga dikenal dengan istilah high risk, high return, bahwa semakin tinggi risiko akan memberikan keuntungan yang lebih besar.
“Namun untuk memperoleh keuntungan yang tinggi, investor harus bersiap dengan risiko tidak tertagih atau tidak dibayarnya investasi yang ditanamkan. Oleh karena itu, prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi menjadi suatu hal yang tidak dapat diabaikan, bahkan sudah menjadi keharusan bagi Manajer Investasi yang bergerak dalam pengelolaan investasi;
“Menimbang, bahwa Terdakwa selaku Direktur PT. RAM telah menandatangani perjanjian atau perpanjangan perjanjian pengelolaan investasi dengan PT. Askrindo. Jumlah dana yang ditempatkan PT. Askrindo di PT. RAM seluruhnya berjumlah Rp.90.000.000.000,- yang ditempatkan dalam bentuk KPD, REPO saham dan Reksadana;
“Menimbang, bahwa atas penempatan dana PT. Askrindo di PT. RAM, Terdakwa bersama JOSEP GINTING selanjutnya menyalurkan atau menginvestasikan dana tersebut dengan membeli Promisory Note (PN) perusahaan-perusahaan yang direkomendasikan oleh PT. Askrindo tanpa melalui kajian yang mendalam (due diligent) atas kelayakan dan risiko yang melekat pada perusahaan-perusahaan penerima aliran dana PT. Askrindo.
“Terdakwa dan JOSEP GINTING membeli PN tanpa rating yang diterbitkan PT. Vitron International, PT. Tranka atau PT. Indowan Investama Group atau memberikan pinjaman tanpa disertai jaminan (underlying);
“Menimbang, bahwa Peraturan Nomor V.G.3 tentang Pedoman Pencatatan dalam rangka Pengambilan Keputusan oleh Manajer Investasi menyebutkan:
a. Angka 1, Manajer investasi wajib memiliki alasan yang rasional dalam membuat keputusan investasi dan keputusan investasi tersebut harus sesuai dengan portofolio yang dikelolanya.
b. Angka 4, Manajer Investasi dilarang membuat keputusan investasi atas portofolio yang dapat mengakibatkan kerugian atau kesulitan keuangan yang parah dan permanen bagi nasabah meskipun risiko mengenai hal itu telah dijelaskan dalam kebijakan tertulis dan disetujui oleh nasabah dimaksud;
“Menimbang, bahwa Terdakwa tidak dapat menunjukkan alasan yang rasional dibalik keputusan menempatkan / menyalurkan dana investasi PT. Askrindo dengan membeli PN yang tanpa rating atau memberi pinjaman tanpa disertai perjanjian dan agunan.
“Terdakwa selaku pemegang ijin Wakil Manajer Investasi seharusnya memahami arti pentingnya sebuah peringkat (rating) dalam menilai risiko surat utang. Peringkat A untuk surat utang yang diterbitkan sebuah perusahaan menurut PT. Pemeringkat Efek Indonesia artinya berisiko investasi rendah. Perusahaan penerbit mempunyai kemampuan yang baik untuk membayar bunga dan pokok utang dari seluruh kewajiban financialnya sesuai dengan yang diperjanjikan, dan hanya sedikit dipengaruhi oleh perubahan keadaan yang merugikan.
“Pembelian PN tanpa rating dan pemberian pinjaman tanpa jaminan dan agunan yang diiakukan Terdakwa menjadikan dana PT. Askrindo yang ditempatkan di PT. RAM berada pada posisi yang sangat berisiko dan dapat mengakibatkan kerugian atau kesulitan keuangan yang parah dan permanen bagi PT. Askrindo;
“Menimbang, bahwa sampai dengan perjanjian investasi jatuh tempo, meskipun sudah diperpanjang berkali-kali, PT. RAM tidak dapat mengembalikan dana investasi PT. Askrindo. Menurut Terdakwa hal ini karena perusahaan dan pihak penerima aliran dana PT. Askrindo belum mampu menebus PN-PN yang mereka terbitkan pada saat jatuh tempo. Bahkan perusahaan penerima aliran dana terbesar sudah tidak beroperasi lagi, yakni PT. Vitron International dan PT. Indowan Investama;
“Menimbang, bahwa meskipun dalam perjanjian KPD ada klausul pembebasan tanggung jawab Manajer Investasi apabila penerima dana tidak dapat membayar atau menebus PN-nya, menurut Majelis Hakim hal itu merupakan suatu penyelundupan hukum, karena dari awal ada niat untuk menyalurkan dana tersebut kepada perusahaan yang direkomendasikan PT Askrindo, bukan untuk diinvestasikan pada surat berharga atau efek berdasarkan kaedah-kaedah berinvestasi yang sehat dan bertanggung jawab serta dilandasi perhitungan yang rasional;
“Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas dan dikaitkan dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam penempatan investasi yang dilakukan oleh Terdakwa tidak dilakukan dengan memegang prinsip kehatihatian dan tidak memperhitungkan risiko-risiko investasi yang dipilihnya.
“Terdakwa menyalurkan atau menginvestasikan dana PT. Askrindo semata-mata hanya berdasarkan arahan atau permintaan PT. Askrindo (Zulfan Lubis) dan atau Chaidi The. Terdakwa tidak menggunakan kemampuan dan kapasitas profesionalnya untuk bertindak demi melindungi kepentingan investor;
“Menimbang, bahwa dalam doktrin business judgement rule seorang direksi tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban secara hukum dalam keadaan apa pun jika dalam membuat keputusan bisnis dilakukan dengan penuh itikad baik, hati-hati, semata-mata demi kebaikan perusahaan dan tidak melanggar peraturan. Dengan demikian apabila putusan bisnis tersebut dilakukan dengan tidak hati-hati dan melanggar peraturan, maka kerugian yang diderita perusahaan menjadi tanggung jawab pribadi anggota direksi.
“Menimbang, bahwa ketika anggota Direksi mengetahui tindakannya melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak hati-hati atau sembrono (carelessly) dalam melaksanakan kewajiban mengurus perseroan, maka tindakan pengurusan itu ‘melawan hukum’ yang dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum atau onrechtmatigedaad (M. Yahya Harahap, SH, dalam bukunya Hukum Perseroan Terbatas, Penerbit Sinar Grafika, halaman 375);
“Menimbang, bahwa Terdakwa selaku pemegang ijin Wakil Manajer Investasi, dipandang mengetahui dan memahami seluk beluk dan risiko-risiko berinvestasi di pasar modal. Terdakwa seharusnya menolak arahan/perintah dari PT. Askrindo / Zulfan Lubis untuk menyalurkan dana ke perusahaan-perusahaan yang ditunjuk PT. Askrindo jika menurut pendapat berdasarkan keahlian profesionalitasnya hal itu sangat berisiko dan dapat mengakibatkan kerugian atau kesulitan keuangan yang parah dan permanen bagi PT Askrindo.
Terdakwa seharusnya menolak menjadi kepanjangan tangan bagi PT. Askrindo dalam menyalurkan dananya untuk kepentingan nasabah-nasabah penjaminan PT. Askrindo yang gagal bayar, namun hal itu tidak dilakukan Terdakwa;
“Menimbang, bahwa Terdakwa selaku Direktur PT. RAM telah bertindak dengan sengaja dan melanggar Peraturan Nomor V.G.3 tentang Pedoman Pencatatan dalam rangka Pengambilan Keputusan oleh Manajer Investasi menginvestasikan dana investor, dalam hal ini uang tersebut adalah dana milik PT. Askrindo, kepada perusahaan-perusahaan yang direkomendasikan Zulfan Lubis.
Akibat dari penggunaan/penyaluran dana investasi PT. Askrindo oleh Terdakwa yang tidak dilakukan dengan hati-hati dan tidak memperhitungkan risiko investasi, serta tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku menyebabkan investasi PT. Askrindo yang ditempatkan di PT. RAM senilai Rp 90 milyar tidak dapat dikembalikan ke PT. Askrindo;
“Dengan demikian, dari rangkaian uraian pertimbangan hukum tersebut diatas, terbukti Terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum yakni melanggar salah satu ketentuan hukum formil berupa Keputusan Ketua Bapepam Kep-32/PM/1996 Tanggal 17 Januari 1996 dan perbuatan-perbuatan yang tidak lazim dalam dunia investasi, sehingga unsur ‘secara melawan hukum’ ini telah terpenuhi.
“Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan;
“Hal-hal yang memberatkan :
a. Perbuatan Terdakwa kontraproduktif bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Negara Republik Indonesia;
b. Perbuatan Terdakwa tidak selaras dengan profesinya sebagai Wakil Manajer Investasi yang harus melindungi kepentingan investor;
c. ...;
M E N G A D I L I
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa : ERVAN FAJAR MANDALA tersebut;
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 01/PID/TPK/2013/PT.DKI Tanggal 13 Maret 2013;
M E N G A D I L I   S E N D I R I :
- Menyatakan Terdakwa ERVAN FAJAR MANDALA terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERSAMA-SAMA SEBAGAI PERBUATAN BERLANJUT dan TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SECARA BERSAMA-SAMA SEBAGAI PERBUATAN BERLANJUT;
- Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
- Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp.796.387.077,- (tujuh ratus sembilan puluh enam juta tiga ratus delapan puluh tujuh ribu tujuh puluh tujuh rupiah), dengan ketentuan terpidana tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 (satu ) bulan sesudah putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut, dan dalam hal tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut dipidana dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
- Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.