Mutasi Tempat Kerja yang Tidak Patut

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya mutasi tempat kerja itu boleh dilakukan seketika esok harinya itu juga atau bagaimana ketentuannya?
Brief Answer: Mutasi tempat kerja karyawan/pegawai yang tidak patut dan tidak layak, akan dimaknai oleh Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial sebagai pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan efisiensi bila karyawan/pekerja berkeberatan untuk dimutasi secara tidak patut demikian.
Yang dimaksud dengan proses mutasi yang patut, ialah dilandasi proses dialogis lewat musyawarah yang mana pihak pengusaha perlu mengakomodasi aspirasi dan mengakui kepentingan sang pegawai itu sendiri.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut diharapkan dapat memberi gambaran, sebagaimana putusan PHI Surabaya sengketa hubungan industrial register Nomor 75/G/2015/PHI.SBY tanggal 28 September 2015, perkara antara:
1. SOEGITO; 2. CH. SARJONO; dan 3. AGUS WICAKSONO, sebagai Para Penggugat; melawan
- PT. TOSSA NUSANTARA MOTOR, selaku Tergugat.
Pada tanggal 3 Februari 2015 Perusahaan memberikan Surat Panggilan untuk berangkat Mutasi kepara Para Penggugat. Mutasi tersebut berlaku terhitung tanggal 4 Februari 2015—alias efektif berlaku esok harinya. Karena lokasi mutasi ada diluar kota yakni Soegito dimutasi ke Madiun, Ch. Sardjono dimutasi ke Nganjuk dan Agus Wicaksono dimutasi ke Jember yang tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu, maka ketiga karyawan tersebut merasa keberatan.
Para Penggugat yang merupakan pekerja, membuat surat keberatan kepada Tergugat untuk dimutasi sebelum hak-hak apa yang seharusnya mereka terima selama dimutasi, mengingat lokasi yang mereka tempati upahnya lebih rendah daripada yang sekarang mereka terima, juga tidak disediakannya tempat tinggal, ataupun biaya transportasi selama mereka berada di tempat mutasi.
Disamping mutasi tempat kerja, disertai pula mutasi jabatan Soegito, Ch. Sardjono dan Agus Wicaksono tidak sama seperti di Surabaya, dalam hal ini Soegito yang semula jabatanya cleaning servise cabang Surabaya dimutasi ke Madiun dengan jabatan Marketing, Ch. Sarjono dari jabatan security cabang Surabaya di mutasi ke Nganjuk dengan jabatan Marketing.
Ketiga pekerja tersebut selalu melakukan upaya musyawarah dengan Pimpinan Perusahaan, namun gagal karena Pimpinan Perusahaan yang ada di wilayah Surabaya tidak bisa memberikan solusi.
Soegito sebagai cleaning servise mempunyai masa kerja 13 tahun, sementara Ch. Sarjono sebagai security mempunyai masa kerja 11 tahun, dan Agus Wicaksono sebagai mekanik mempunyai masa kerja 15 tahun.
Ketiganya tidak diperkenankan masuk bekerja pada tempat semula dan dianggap mengundurkan diri oleh Tergugat. Penggugat kemudian mengajukan penyelesaian perselisihan ke Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya dan telah dikeluarkan Anjuran dari mediator dengan yang menyatakan agar Para Penggugat diberikan uang pesangon.
Terhadap gugatan Para Penggugat maupun sanggahan Tergugat, terhadapnya Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa pokok perkara dalam perkara a quo adalah berkaitan tentang perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja;
“Menimbang, bahwa dalam surat gugatannya Para Penggugat mendalilkan yang intinya bahwa Para Penggugat yang merupakan pekerja dari Tergugat pada tanggal 3 Februari 2015, mendapatkan surat mutasi ke luar kota Surabaya, tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu, dimana surat mutasi tersebut berlaku sejak tanggal 4 Februari 2015, atas mutasi tersebut Para Penggugat merasa keberatan, dengan alasan karena belum jelasnya hak-hak Para Penggugat di tempat mutasi tersebut, selain itu dua orang dari Para Penggugat juga memiliki jabatan yang berbeda dari tempat asal bekerja, sehingga hal-hal tersebutlah yang menyebabkan Para Penggugat keberatan untuk dimutasi, Para Penggugat kemudian membuat surat keberatan mutasi dan berupaya melakukan musyawarah bipartit namun upaya-upaya tersebut gagal, oleh karena sejak adanya surat mutasi tersebut Para Penggugat selanjutnya tidak diperbolehkan masuk kerja pada tempat kerja biasanya dan dianggap mengundurkan diri oleh Tergugat, maka atas hal tersebut kemudian Para Penggugat kemudian menutut untuk diputus hubungan kerjanya dengan memberikan hak berupa uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4), Undang-Undang Nomor13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan tuntutan-tuntutan lainnya sebagaimana diuraikan dalam surat gugatannya;
“Menimbang, bahwa atas dalil-dalil dan tuntutan dari Para Penggugat tersebut, Tergugat membantahnya, dengan alasan yang pada pokoknya bahwa mutasi pekerja PT. TOSSA SHAKTI & Group telah diatur didalam Perjanjian Kerja Bersama PT. TOSSA SHAKTI & Group, periode tahun 2010 – 2012, juga sesuai dengan ketentuan yang pada pokoknya bahwa mutasi merupakan hak dan wewenang dari Pengusaha atau Tergugat, dengan mempertimbangkan kebutuhan, kemampuan dan kecakapan pekerja, selain itu mutasi untuk Para Penggugat merupakan bentuk promosi dan juga untuk memenuhi kebutuhan personil di tempat tujuan mutasi, kemudian guna memenuhi kebutuhan Para Penggugat ditempat mutasi Tergugat memberikan bantuan uang kos sebesar Rp. 200.000,- dan uang transport keberangkatan ke tempat mutasi, selain itu menurut Tergugat upah yang diterima Para Penggugat saat itu sudah lebih tinggi dibandingkan dengan upah di kabupaten / kota tempat tujuan mutasi, oleh karena Para Penggugat tidak menjalankan tugas mutasi dan telah dipanggil oleh Tergugat secara patut sebanyak 3 kali, maka sesuai dengan ketentuan pasal 168 ayat (1) Undang-Undang, Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Para Penggugat dikualifikasikan telah mengundurkan diri;
“Menimbang, bahwa atas perbedaan dalil para pihak tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa yang pertama kali perlu Majelis Hakim pertimbangkan adalah terkait dengan bentuk gugatan dari Para Penggugat dalam perkara ini, ... Majelis berkesimpulan dan menyatakan pada bahwa gugatan dalam perkara a quo adalah gugatan berbentuk kumulasi atau gabungan, yaitu gugatan terkait dengan perselisihan hak yaitu tentang mutasi diikuti perselisihan pemutusan hubungan kerja yaitu terkait akibat dari adanya surat mutasi kepada Para Penggugat yang mengakibatkan Para Penggugat tidak diperbolehkan lagi bekerja pada tempat kerja semula atau sebelum dimutasi;
“Menimbang, bahwa oleh karena gugatan dalam perkara a quo telah dinyatakan sebagai gugatan kumulasi, maka sesuai dengan ketentuan tersebut diatas, maka Majelis Hakim akan memberikan pertimbangan diawali dari hal perselisihan haknya yaitu tentang mutasi terhadap Para Penggugat, atas hal tersebut akan Majelis Hakim berikan pertimbangkan terkait 2 hal, yaitu yang pertama aturan yang mendasarinya dan yang kedua adalah alasannya, sebagai berikut :
1. Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 123 ayat (1) dan ayat (2), Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, pada intinya menyatakan bahwa masa berlakunya Perjanjian Kerja Bersama adalah paling lama 2 (dua) tahun, dan dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun, oleh karena PKB yang digunakan sebagai dasar mutasi tersebut adalah berlaku tahun 2010—2012, sedangkan peristiwa mutasi tersebut terjadi pada tanggal 3 Februari 2015, maka dengan demikian Majelis dapat menyimpulkan dan menyatakan bahwa PKB sebagaimana dimaksud oleh Tergugat tidak dapat digunakan sebagai dasar melakukan tindakan mutasi terhadap Para Penggugat;
2. Bahwa, alasan utama dari Tergugat melakukan mutasi terhadap Para Penggugat adalah karena dalam rangka promosi dan kebutuhan di tempat tujuan mutasi tersebut, sedang terkait ketentuan dasarnya pada hakekatnya Tergugat juga memahami bahwa syarat dari mutasi antara lain selain mempertimbangkan kebutuhan Tergugat juga mempertimbangkan kemampuan atau kecakapan dari Para Penggugat, bahkan sesuai dengan ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, mutasi harus juga mempertimbangkan ketrampilan, bakat, harkat, martabat juga perlindungan hukum bagi pekerja, oleh karena itu atas dasar ketentuan tersebut kemudian dikaitkan dengan dalil-dalil dan bukti-bukti dari para pihak yang relevan, terkait dengan mutasi Para Penggugat, yaitu bukti P-1, tentang Anjuran Mediator pada Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya, pada bagian keterangan Perusahaan atau Tergugat pada poin ke 8 intinya menyebutkan bahwa upah yang diterima Para Penggugat setelah dimutasi adalah upah yang tertinggi yang berlaku di daerah tersebut, dengan demikian sebenarnya dapat disimpulkan bahwa dari salah satu indikator adanya promosi yaitu antara lain adalah meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan adalah tidak terpenuhi, apalagi syarat lainnya misalnya ketrampilan, bakat, martabat dan perlindungan hukum bagi Para Penggugat, selain itu juga bahwa mutasi dalam perkara ini dilakukan secara mendadak atau bahkan dapat dikatakan langsung, yaitu hari berikutnya harus dijalankan oleh Para Penggugat, tanpa diberi kesempatan untuk memikirkan dan mempersiapkannya jika bersedia, maka dari itu oleh karena dalil-dalil dari Tergugat terkait dengan mutasi tidak terbukti dan syarat-syarat terkait dengan mutasi tidak terpenuhi, maka Majelis berkesimpulan dan menyatakan bahwa mutasi yang dilakukan oleh Tergugat kepada Para Penggugat dalam perkara ini dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum;
“Menimbang, bahwa oleh karena mutasi dalam perkara ini telah dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum, maka kemudian pertimbangan Majelis Hakim berikutnya adalah berkaitan dengan ketentuan mana yang tepat untuk memberikan dasar adanya peristiwa putusnya hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat, atas hal tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa oleh karena mutasi sebagai penyebab adanya peristiwa putusnya hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat telah dinyatakan batal demi hukum, maka segala hak dan kewajiban para pihak pada tempat kerja asal atau sebelum mutasi masing-masing pihak harus menjalankannya, maka berdasarkan keterangan Para Penggugat bahwa setelah Tergugat menerbitkan surat mutasi tersebut, Para Penggugat tidak diperbolehkan atau dilarang masuk kerja di tempat kerja semula, kemudian dikaitkan dengan bukti-bukti yang diajukan oleh Para Penggugat yaitu bukti P-2, P-3 dan P-4, tentang daftar hadir berupa kartu absensi dari Para Penggugat pada bulan Februari dan Maret 2015, bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa Para Penggugat memang benar terbukti berupaya untuk tetap masuk kerja pada tempat kerja semula.
“Oleh karenanya atas pemutusan hubungan kerja tersebut Majelis Hakim menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Para Penggugat, dengan alasan atau dikualifikasikan telah melakukan efisiensi, karenanya ketentuan yang tepat dalam pemutusan hubungan kerja tersebut adalah pasal 164 ayat (3) Undang-undang, Nomor. 13 tahun 2003, dengan hak-hak dari Para Penggugat adalah uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4), dan sesuai dengan petitum dari Para Penggugat yang terkait yaitu berhubungan dengan waktu yang tepat menurut hukum dinyatakannya putus hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat, maka Majelis menyatakan putus hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat sejak tanggal 28 September 2015 atau sejak dibacakannya putusan ini;
“Menimbang, bahwa pertimbangan Majelis berikutnya adalah terkait dengan tuntutan upah dari Para Penggugat selama tidak dipekerjakan yaitu selama 4 (empat) bulan yaitu bulan Maret, April, Mei dan Juni tahun 2015, atas tuntutan tersebut Majelis berpendapat bahwa dengan mempertimbangkan ketentuan hukum ketenagakerjaan yang terkait, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011, serta pasal 1603 huruf h BW, dan pertimbangan keadilan bagi para pihak, maka tuntutan tersebut dinyatakan cukup beralasan dan haruslah dikabulkan;
“Menimbang, bahwa tuntutan dari Para Penggugat berikutnya adalah berkaitan dengan Tunjangan Hari Raya Keagamaan tahun 2015, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa, sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : PER–04/MEN/1994 dan oleh karena hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat dinyatakan putus sejak tanggal 28 September 2015 atau sejak dibacakannya putusan ini, maka tuntutan tersebut dinyatakan cukup memiliki dasar hukum dan sudah selayaknya untuk dikabulkan;
M E N G A D I L I
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan;
3. Menyatakan putus hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat, sejak tanggal 28 September 2015 atau sejak dibacakannya putusan ini;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada Para Penggugat, sesuai dengan ketentuan pasal 164 ayat ( 3 ) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), dengan rincian sebagai berikut :
1. Sdr. Soegito, masa kerja 13 tahun:
- Uang pesangon, 2 x 9 x Rp. 2.710.000,- = Rp. 48.780.000,-
- Uang penghargaan masa kerja: 1 x 5 x Rp. 2.710.000,- = Rp. 13.550.000,-
- Uang penggantian hak, 15% x Rp. 62.330.000,- = Rp. 9.349.500,-
Jumlah total, sebesar Rp. 71.679.500,- (tujuh puluh satu juta enam ratus tujuh puluh sembilan ribu lima ratus rupiah);
2. Sdr. Ch. Sarjono, masa kerja 11 tahun :
- Uang pesangon : 2 x 9 x Rp. 2.710.000,- = Rp. 48.780.000,-
- Uang penghargaan masa kerja : 1 x 4 x Rp. 2.710.000,- = Rp. 10.840.000,-
- Uang penggantian hak : 15% x Rp. 59.620.000,- = Rp. 8.943.000,-
Jumlah total, sebesar Rp. 68.563.000,- (enam puluh delapan juta lima ratus enam puluh tiga ribu rupiah);
3. Sdr. Agus Wicaksono, masa kerja 15 tahun :
- Uang pesangon, 2 x 9 x Rp. 2.710.000,- = Rp. 48.780.000,-
- Uang penghargaan masa kerja : 1 x 6 x Rp. 2.710.000,- = Rp. 16.260.000,-
- Uang penggantian hak, 15% x Rp. 65.040.000,- = Rp. 9.756.000,-
- Jumlah total, sebesar Rp. 74.796.000,- (tujuh puluh empat juta tujuh ratus sembilan puluh enam ribu rupiah);
5. Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada Para Penggugat, upah selama Para Penggugat tidak dipekerjakan, yaitu selama 4 bulan, dengan rincian sebagai berikut:
- 4 (bulan) x 3 (Para Penggugat) x Rp. 2.710.000,- sebesar Rp. 32.520.000,- (tiga puluh dua juta lima ratus dua puluh ribu rupiah);
6. Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada Para Penggugat, Tunjangan Hari Raya Keagamaan Para Penggugat tahun 2015, dengan rincian sebagai berikut :
- 3 (Para Penggugat) x Rp. 2.710.000,- sebesar Rp. 8.130.000,- (delapan juta seratus tiga puluh ribu rupiah);
7. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini, sebesar Rp. 326.000,-
8. Menolak tuntutan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”


UPDATE: Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI register Nomor 194 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 25 April 2016 kemudian membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 16 November 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 9 Desember 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa mutasi tanggal 3 Februari 2015 tidak sah karena didasarkan oleh Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang masa berlakunya sudah lewat waktu, dan perpanjangan PKB tidak memenuhi ketentuan Pasal 123 ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang menentukan paling lama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya PKB;
2. Bahwa Para Penggugat/Para Termohon Kasasi menolak mutasi namun tetap masuk kerja di tempat kerja asal, tetapi dilarang oleh Tergugat/Pemohon Kasasi;
3. Bahwa sekalipun panggilan untuk masuk kerja telah dibuat oleh Tergugat/Pemohon Kasasi ke tempat kerja baru namun dengan mempertimbangkan fakta hukum pada angka 1 dan 2 diatas maka adil PHK dikabulkan berdasarkan ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan upah proses sebagaimana telah benar dipertimbangkan dan perhitungannya oleh Judex Facti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. TOSSA NUSANTARA MOTOR tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. TOSSA NUSANTARA MOTOR, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.