LEGAL OPINION
Question: Bila seorang pegawai sering mangkir, sehingga terus-menerus melanggar surat peringatan, apa dapat diberhentikan tanpa pesangon karena tetap melanggar surat peringatan ketiga dari manajemen?
Brief Answer: Pada prinsipnya secara falsafah hukum ketenagakerjaan, masa kerja mengandung hak inherent berupa pesangon. Ada masa kerja maka ada hak pesangon. Tiada masa kerja maka tiada hak atas pesangon. Menghapus hak pekerja atas pesangon sama artinya mencoba memungkiri sejarah bahwa sang Pekerja telah bekerja selama sekian tahun pada pihak Pengusaha.
Bagaikan masa kerja yang tak dapat dihapuskan, maka di-putusnya hubungan kerja (PHK) pihak Pekerja/Buruh, tidak diartikan sebagai hapus/hangusnya hak Pekerja atas pesangon—sebagaimana tak dapat dihapusnya fakta bahwa Pekerja telah bekerja selama sekian tahun demikian.
Itulah sebabnya, praktik hukum ketenagakerjaan yang adil, ialah baik pekerja mengundurkan diri, pensiun, mengajukan PHK terhadap Pengusaha, atau diajukan PHK oleh Pengusaha—dengan alasan apapun—tetap melahirkan hak pesangon bagi sang Pekerja/Buruh.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut diharapkan dapat memberi gambaran, yakni putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 306 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 18 Mei 2016, perkara antara:
- YANTO AGUSTIWA KARYANTO, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- PT INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR Tbk., selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Tergugat merupakan karyawan atau yang bekerja pada Penggugat selama 19 tahun terhitung sejak tahun 1996. Adapun pelanggaran yang dilakukan oleh Tergugat adalah sebagai berikut:
- Tidak masuk kerja tanpa keterangan yang bisa dipertanggungjawabkan pada tgl. 23, 24, 25 Juni 2014;
- Tidak menyerahkan laporan PQC tgl. 19, 20, 21 Mei 2014, tgl. 18,19 Juni 2014, tgl. 02, 03, 04, 05 Juli 2014;
- Tidak melakukan aktifitas kerja (tidak terlihat di tempat kerja) tanpa alasan mulai masuk hingga pulang pada tgl. 01, 07, 08, 10, 11, 12, 14, 15, 16 Juli 2014;
- Tidak melakukan Absen Out pada bulan Juni sebanyak 5 kali (tgl. 02 s/d 07);
- Tidak melakukan Absen In pada bulan Juli sebanyak 6 kali (tgl. 03, 14, 16, 22, 23, 24);
- Tidak melakukan Absen Out pada bulan Juli sebanyak 9 kali (tgl. 02, 04, 07, 08, 10, 15, 17, 19, 21).
Pada tanggal 1 sampai 16 Juli 2014 Tergugat tidak terlihat di tempat kerja tetapi Tergugat walaupun mengisi absen, yang mana absensi yang dilakukan oleh Tergugat tidak pernah lengkap antara ‘absen in’ dan ‘absen out’. Setelah Surat Peringatan III telah diberikan pada tanggal 17 Juli 2014, Tergugat masih tetap melakukan pelanggaran yaitu:
- Tidak membuat Laporan PQC pada tgl. 09,11,12,13 Agt 2014;
- Tidak terlihat di tempat kerja dan tidak melakukan aktifitas kerja di Dept. PDQC pada tgl. 18 s/d 30 Agt (12 hari);
- Tidak melakukan absen In pada bulan Agustus sebanyak 4 kali (tgl. 21, 25, 29, 30);
- Tidak melakukan Absen Out pada bulan Agustus sebanyak 17 kali (tgl. 04, 06, 08, 09, 11,12,14,15,16,18,19, 20, 22, 23, 26, 27, 28).
Maka dengan pelanggaran yang dilakukan lagi oleh Tergugat, ketika masa SP III masih berlaku sampai dengan 17 Januari 2015 oleh karena itu Dept. PDQC mengirimkan surat kepada IR Supervisor tertanggal 3 September 2014 perihal usulan PHK.
Tergugat hendak di-PHK, dengan berdasarkan Pasal tentang Kesalahan/Pelanggaran Dengan Sanksi PHK Perjanjian Kerja Bersama 2013-2015 yang berbunyi: “Melakukan kesalahan/pelanggaran lagi sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 20, 21 dan atau Pasal 22, pada saat Surat Peringatan sebelumnya masih berlaku” dan ketentuan Pasal 161 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: “Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama”.
Hal ini dipertegas di penjelasan Pasal 161 ayat 2 alinea ke 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:
“Apabila dalam kurun waktu peringatan ketiga pekerja/buruh kembali melakukan pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja.”
Berulang kali tidak kooperatif untuk melangsungkan perundingan Bipartit, akhirnya pada tanggal 5 November 2014 Tergugat membuat surat pernyataan yang isinya Tergugat menyadari sepenuhnya apa yang dilakukan salah dan melanggar aturan (PKB), dan Tergugat meminta maaf dan agar penyelesaian kasusnya dilakukan secara musyawarah mufakat serta permohonan untuk tetap dipekerjakan kembali.
Pada tanggal 14 November 2014 kembali dilakukan perundingan bipartit antara Penggugat dan kuasa Pekerja. Pada pertemuan tersebut tidak ada kesepakatan dari kuasa Pekerja mengenai sanksi PHK kepada Tergugat. Namun Penggugat keberatan atas Anjuran Mediator Dinas Tenaga Kerja yang menyatakan agar Penggugat memberi Tergugat 2 (dua) dua kali ketentuan pesangon.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial Klas IA Bandung telah memberikan putusan Nomor 140/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Bdg., tanggal 1 Desember 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Terbukti pada tanggal 23, 24 dan 25 Juni 2014, Tergugat tidak masuk kerja tanpa keterangan yang jelas karena tidak diijinkan cuti ... diperkuat dengan keterangan Hadi Sudanto ... tentang perpanjangan masa berlaku cuti tahunan tahun 2012 dan tahun 2013 telah disosialisasikan melalui internal memorandum ... sehingga ketidakhadiran Penggugat pada tanggal 23, 24 dan 25 Juni 2014 tanpa keterangan dikategorikan mangkir;
“ ... karena terbukti Tergugat melakukan pelanggaran sebagaimana dituangkan dalam surat peringatan ke III sehingga dengan adanya bukti T/PR-4 yang kemudian terbit T/PR-5 = P-7 dengan adanya revisi dengan tanggal yang sama secara hukum Surat Peringatan III tetap berlaku karena tidak mengurangi substansi tentang pelanggaran yang dilakukan oleh Tergugat dan revisi tersebut telah sesuai dengan ketentuan PKB Pasal 18 ayat 3 huruf (b) PKB;
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat PT. INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR Tbk. dengan Tergugat YANTO AGUSTIWA terhitung tanggal 1 September 2015;
3. Menghukum Penggugat untuk membayar hak-hak Tergugat terdiri dari:
- Uang Pesangon : 1 x 9 x Rp5.069.000,00 = Rp45.621.000,00
- Uang Penghargaan Masa Kerja: 7 x Rp5.069.000,00 =Rp35.483.000,00
=Rp81.104.000,00
- Uang Penggantian Hak 15% x Rp81.104.000,00 = Rp12.165.600,00
Jumlah = Rp93.269.600,00 (terbilang sembilan puluh tiga juta dua ratus enam puluh sembilan ribu enam ratus rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat Konvensi selain dan selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 28 Desember 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 15 Januari 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Klas IA Bandung tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Judex Facti telah benar menerapkan ketentuan Pasal 161 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 terhadap peristiwa hukumnya karena Tergugat telah terbukti setelah menerima Surat Peringatan I, II dan III karena melakukan pelanggaran lagi sebagaimana telah dipertimbangkan oleh Judex Facti secara tepat dan benar. Selain itu PHK terbukti tidak terkait dengan aktifitas Tergugat sebagai Pengurus Serikat Pekerja sehingga ketentuan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak dapat diterapkan terhadap perkara a quo;
- Bahwa pelanggaran yang dibuat oleh Pemohon Kasasi telah diperkuat dengan surat pernyataan pada tanggal 5 November 2015 sehingga kesalahan yang dibuat secara sah dapat di PHK karena telah memenuhi Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 23, ayat (21) PKB juncto Pasal 161 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Klas I A Bandung dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi YANTO AGUSTIWA KARYANTO tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : YANTO AGUSTIWA KARYANTO tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.