Koridor Perlindungan Hak Berserikat bagi Pekerja

LEGAL OPINION
Question: Saya (pengusaha) bukannya tidak bermaksud untuk mengakomodir kehendak pekerja untuk berserikat. Namun yang tidak berkenan bagi saya, pekerja ini hendak menggunakan jam kerja untuk berorganisasi pada serikat pekerja yang tidak ada sangkut-paut dengan bidang usaha perusahaan saya. Bagaimana ini, apa harus tetap saya biarkan praktik yang saya nilai telah melenceng ini? Kalau dibiarkan, bisa seenaknya pekerja ini mangkir. Nanti jika semua pekerja begitu, gimana jadinya produksi kami?
Brief Answer: Selama kegiatan organisasi Serikat Pekerja yang dikelola pekerja terkait kepentingan-kepentingan para Pekerja/Buruh internal perusahaan tempatnya bekerja, maka hukum melindungi hak berserikat tersebut dan wajib dihormati oleh pihak Pengusaha.
Namun, bila kegiatan organisasi / berserikat yang dilakukan pihak Pekerja tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pihak perusahaan tempatnya bekerja, maka hal itu tidak termasuk dalam lingkup hak berorganisasi pihak pekerja atas perusahaan tempatnya bekerja.
PEMBAHASAN:
Ketentuan normatif perihal larangan union busting diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh, yakni:
Pasal 28 :
“Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja / buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja / serikat buruh dengan cara :
a. Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
b. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja / buruh;
c. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja / serikat buruh.”
Pasal 43 Ayat (1) :
“Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja / buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Ilustrasi konkret berikut SHIETRA & PARTNERS harapkan dapat memberi pemahaman, sebagaimaan putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana ketenagakerjaan register Nomor 812 K/Pid.Sus/2015 tanggal 12 Januari 2016, dimana pihak pengusaha didakwakan telah menghalangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi, tidak membayar atau mengurangi upah pekerja / buruh, melakukan intimidasi dalam bentuk apapun, melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja / serikat buruh, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 28 jo. Pasal 43 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja.
Namun yang dijadikan pesakitan (terdakwa) dalam kasus ini ialah Terdakwa selaku Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Sibolga. Pada tanggal 28 Juli 2012, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Sibolga telah melakukan pencatatan terhadap organisasi Serikat Buruh / Pekerja Pengurus Komisariat Federasi Buruh Pelabuhan, Pelaut dan Nelayan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (PK F. BUPELA-SBSI) PT. Samudera Wisata Indah Sibolga.
Selanjutnya pada tanggal 09 Agustus 2012, pihak Manager Operasional PT. Samudera Wisata Indah memberikan kepada Saksi SORAKHMAT TELAUMBANUA yang merupakan karyawan PT. Samudera Wisata Indah dan juga anggota PK F. BUPELA – SBSI PT. Samudera Wisata Indah Sibolga berupa Surat dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja perihal Pembatalan Pencatatan PK F.BUPELA-SBSI yang ditandatangani oleh Terdakwa.
Kemudian pada tanggal 10 Agustus 2012, Saksi SORAKHMAT TELAUMBANUA menyerahkan kepada Pengurus Komisariat (PK) F BUPELA SBSI Sibolga, yakni kepada Saksi BINSAR TAMBUNAN selaku Ketua DPC berupa fotokopi Surat tentang Pencabutan Pencatatan Pengurus Komisariat (PK) F BUPELA SBSI Sibolga dan Surat Pengunduran Diri Saksi SORAKHMAT TELAUMBANUA dan pada saat itu Saksi SORAKHMAT TELAUMBANUA mengatakan kepada Saksi BINSAR TAMBUNAN bahwa F.BUPELA SBSI belum sah eksistensinya karena pencatatan sudah dibatalkan/dicabut.
Mendengar hal tersebut, Saksi BINSAR TAMBUNAN marah-marah dan pada saat itu juga 13 (tiga belas) orang anggota F. BUPELA SBSI PT. Samudera Wisata Indah lainnya juga menyampaikan surat pengunduran diri kepada Saksi BINSAR TAMBUNAN.
Sesuai Surat tertanggal 09 Agustus 2012 tersebut, ada keterangan dari pihak Pengusaha PT. Samudera Wisata Indah kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Sibolga, yakni :
- Aadanya perbedaan keterangan lisan yang diberikan oleh Pengurus PK F. BUPELA SBSI PT. Samudera Wisata Indah kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Sibolga bahwa keberadaan organisasi (F. BUPELA SBSI) telah dibicarakan pada tingkat managemen PT. Samudera Wisata Indah.
- Sejalan dengan Pasal 2 Ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja / Serikat Buruh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Sibolga sebagai Dinas Teknis Penyelenggara Ketenagakerjaan, melaksanakan pengawasan, pengendalian serta pengembangan produktifitas tenaga kerja dan mengadakan koordinasi tugas dengan instansi / lembaga terkait, mempunyai tanggung jawab membangun sistim komunikasi yang harmonis antara karyawan / buruh dengan managemen / owner.
Dengan alasan tersebut, Terdakwa selaku Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Sibolga melalui suratnya tersebut menyatakan menunggu adanya pemberitahuan resmi tentang keberadaan PK (Pengurus Komisariat) F. BUPELA SBSI dan managemen / owner sebagai pemilik PT. Samudera Wisata Indah, pencatatan di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Sibolga untuk sementara dibatalkan atau dicabut kembali.
Akibat dari terbitnya Surat Pencabutan Pencatatan Pengurus Komisariat (PK) F. BUPELA SBSI Sibolga tersebut, sebanyak 14 orang anggota F. BUPELA SBSI Sibolga Tapanuli Tengah mengundurkan diri dari keanggotaan F. BUPELA SBSI, selain itu pihak DPC F. BUPELA SBSI tidak bisa lagi melakukan pembelaan langsung terhadap kepentingan anggota PK di PT. Samudera Wisata Indah melainkan melalui jasa pengacara dan pihak DPP dan DPC F. BUPELA SBSI mengalami kerugian materi sebesar Rp50.000.000,00 untuk menyewa jasa pengacara dan biaya transportasi dan konsumsi saat melakukan koordinasi dengan DPP F. BUPELA SBSI di Jakarta dan Medan, disamping hilangnya iuran / kewajiban 14 orang anggota yang mengundurkan.
Selanjutnya pada tanggal 04 Oktober 2012 dilakukan penyelesaian (mediasi) hubungan industrial secara tripartit yang dilaksanakan di ruang kerja Terdakwa yang dihadiri oleh Saksi BINSAR TAMBUNAN, BASRAMON TANJUNG, S.Sos dan Terdakwa sendiri dengan kesimpulan, pencabutan sementara pencatatan SBSI Sibolga Tapanuli Tengah dipulihkan kembali (pencatatan kembali) dengan menjalin komunikasi dan harmonis, adanya kompensasi kerugian SBSI berbentuk materi sesuai dengan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, namun hingga saat ini hasil kesepakatan tersebut belum terealisasi.
Berdasarkan keterangan ahli AGUS BAMBANG HERMANTO, S.S., M.Pd, Surat tertanggal 09 Agustus 2012 perihal Pembatalan Pencatatan PK F BUPELA SBSI yang ditandatangani oleh Terdakwa selaku Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Sibolga terdapat unsur “intimidasi”, yaitu pada kalimat “untuk sementara kami batalkan atau dicabut kembali” yang artinya PK F BUPELA – SBSI PT. Samudera Wisata Indah Sibolga dipaksa untuk tidak melakukan kegiatan di PT. Samudera Wisata Indah Sibolga sampai batas waktu yang tidak ditentukan, dan berdasarkan keterangan ahli Prof. Dr. EDIWARMAN, S.H., M.Hum. bahwa Terdakwa selaku Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Sibolga tidak berwenang melakukan pencabutan / membatalkan pencatatan terhadap suatu organisasi Serikat Buruh / Serikat Pekerja, sedangkan yang berwenang adalah Pengadilan sesuai Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja.
Adapun yang kemudian menjadi Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 328/Pid.B/2013/PN.Sbg tanggal 23 Juli 2014 dengan amar vonis sebagai berikut :
“MENGADILI :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa Sanggaraja Sitompul, S.H. tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana sebagaimana disebutkan dalam surat dakwaan Jaksa / Penuntut Umum;
2. Membebaskan ia Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan tersebut;
3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta Martabatnya.”
Selanjutnya pihak Jaksa mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan kasasi Penuntut Umum, tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa. Putusan Pengadilan Negeri Sibolga yang menyatakan Terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan Penuntut Umum dan karena itu membebaskan Terdakwa dari dakwaan Penuntut Umum tersebut, dibuat berdasarkan pertimbangan hukum yang benar.
“Tidak terdapat cukup bukti bahwa Terdakwa menghalangi Pelapor untuk membentuk serikat pekerja, Terdakwa telah mencabut laporannya, dan Serikat Pekerja PK F. BUFELA SBSI yang dibentuk oleh Pelapor tidak sesuai dengan tempat pelapor bekerja, PT. Samudera Wisata Indonesia (hotel), tapi serikat pekerja yang dibentuk adalah serikat pekerja buruh pelabuhan, pelaut dan nelayan; [Note SHIETRA & PARTNERS: Alias tidak ‘nyambung’.]
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penuntut Umum tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI SIBOLGA.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.