Kerancuan Wanprestasi Vs. Perbuatan Melawan Hukum

ARTIKEL HUKUM
Sebagaimana telah kita ketahui, hubungan hukum sewa-meyewa tanah/rumah/kios adalah hubungan hukum perdata kontraktual, yang bila salah satu atau lebih klausul di dalamnya dilanggar, maka pihak pelanggar disebut telah melakukan “wanprestasi” alias ingkar janji.
Namun bagaimana jika setelah masa berlaku perjanjian sewa berakhir, pihak penyewa tidak memiliki itikad baik untuk mengosongkan diri dari objek sewa, maka apakah konstruksi hukum yang terjadi demikian adalah “wanprestasi” ataukah “perbuatan melawan hukum”?
Menjadi tidak jelas pula bila selama bertahun-tahun pihak penyewa menikmati penguasaan fisik objek sewa secara ilegal tanpa izin dari pemilik objek meski masa sewa telah berakhir dan telah pula mendapat surat teguran dari pemberi sewa, maka apakah atas hilangnya keuntungan bagi pemberi sewa dapat dimintakan dalam bentuk ganti-rugi? Lewat mekanisme gugatan “wanprestasi” ataukah gugatan “perbuatan melawan hukum”?
Teori klasik yang membuat garis embarkasi tersebut sudah saatnya untuk ditanggalkan, karena membuat blunder tak berkesudahan dalam tataran praktik yang amat meletihkan serta mengecewakan ketimbang manfaat yang dapat diharapkan para pencari keadilan—bahkan tidak lagi mampu diprediksi oleh penulis yang telah bertahun-tahun menekuni kedua konsepsi mendasar dalam hukum perdata ini.
Praktis, karena tidak lagi memiliki daya prediktabilitas bahkan dalam tingkat tertentu, praktik dalam peradilan pun menjadi simpang-siur dan saling tumpang-tindih bahkan bertolak belakang antara satu putusan dengan putusan lain. Hal ini telah berlangsung selama dua abad seumuran dengan umur dari kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata peninggalan Kolonial Hindia-Belanda itu sendiri.
Di Negeri Belanda, yang menjadi kiblat sistem keluarga hukum Eropa Kontinental sebagaimana dianut di Indonesia, pemisahan secara tegas kedua konsepsi hukum pertanggungjawaban perdata demikian telah dirasionalisasi, bahwasannya kini di Negeri “kincir angin” tersebut telah diakui konsepsi ketiga, yakni “Wanprestasi sekaligus Perbuatan Melawan Hukum”.
Contoh ilustrasi kasus berikut menjadi contoh sempurna bagaimana telah banyak warga masyarakat menjadi ‘korban’ pemisahan secara ekstrim kedua konsepsi tanggung jawab perdata demikian (baca: hakim dan para pencari keadilan sebagai korban sistem), sebagaimana dapat kita jumpai pada putusan Pengadilan Negeri Tanjung Selor sengketa perdata sewa-menyewa register Nomor 09/Pdt.G/2013/PN.Tg.Slr tanggal 29 April 2014, perkara antara:
- ANDI BAHARUDDIN, sebagai Penggugat; melawan
- ALWAN SAPUTRA, sebagai Tergugat.
Terhadap gugatan Penggugat yang mengajukan gugatan karena Tergugat selaku penyewa tetap menguasai objek sewa meski masa berlaku sewa telah berakhir, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dalam posita gugatannya Penggugat menyatakan telah menyewakan bangunan rumah toko yang terletak di ... kepada Tergugat berdasarkan surat perjanjian sewa-menyewa yang dibuat oleh Penggugat dan Tergugat. Selanjutnya setelah berakhirnya perjanjian sewa-menyewa antara Penggugat dan Tergugat pada bulan Januari tahun 2012, Penggugat telah memberitahukan kepada Tergugat mengenai berakhirnya masa kontrak, namun Tergugat masih juga menempati bangunan rumah toko milik Penggugat dan Tergugat tidak mau keluar dari bangunan rumah toko tersebut, sehingga perbuatan Tergugat merupakan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi;
“Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang telah lalai untuk melaksanakan atau memenuhi kewajiban (prestasi) sebagaimana yang telah diperjanjikan;
“Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan prestasi adalah suatu pelaksanaan mengenai hal-hal yang telah diperjanjikan yang dapat berupa perbuatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu;
“Menimbang, bahwa wanprestasi timbul karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian, yaitu yang berupa :
1. Tidak dipenuhinya seluruh kewajiban;
2. Hanya dipenuhinya sebagian kewajiban;
3. Dipenuhinya seluruh kewajiban namun terlambat (terlambat memenuhi kewajiban);
4. Melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak diperbolehkan;
“Menimbang, bahwa oleh karena perjanjian sewa menyewa bangunan toko yang terletak di ... antara Penggugat dan Tergugat dibuat secara tertulis (bukti P-1), maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1570 KUH Perdata, sewa tersebut berakhir demi hukum bila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa perlu diperlukan suatu pemberhentian untuk itu;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-1, dalam perjanjian sewa menyewa bangunan toko yang terletak di ... antara Penggugat dan Tergugat tersebut telah disepakati masa sewa adalah sampai dengan bulan Januari 2012, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 1570 KUH Perdata, setelah bulan Januari 2012 atau terhitung mulai bulan Februari 2012 Tergugat mempunyai kewajiban untuk mengembalikan bangunan toko yang telah disewanya kepada Penggugat, oleh karenanya Majelis Hakim berkesimpulan perbuatan Tergugat yang tidak mau mengembalikan dan masih menempati (menguasai) bangunan toko yang disewanya dari Penggugat adalah perbuatan yang dilakukan tanpa hak serta bertentangan dengan kewajiban dari Tergugat, sebab hak yang telah diberikan Penggugat kepada Tergugat untuk menempati (menguasai) bangunan toko tersebut hanyalah sampai dengan bulan Januari 2012;
“Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat telah menempati (menguasai) bangunan toko yang terletak di ... secara tanpa hak, maka Majelis Hakim berkesimpulan perbuatan Tergugat yang tidak mau mengembalikan serta masih menempati (menguasai) bangunan toko yang disewanya dari Penggugat meskipun masa sewanya telah habis adalah Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) dan bukanlah wanprestasi, hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung No. 3113 K/Pdt/2010 yang dalam pertimbangan hukumnya menyatakan “perbuatan Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum karena tidak mau mengembalikan rumah yang disewa dari Penggugat”;
“Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan yang dilakukan Tergugat bukanlah wanprestasi melainkan perbuatan melanggar hukum (PMH), maka tuntutan yang diajukan Penggugat agar perbuatan Tergugat dinyatakan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) dengan segala akibat hukum dari padanya adalah tidak beralasan dan tidak berdasarkan hukum, oleh karenanya cukup beralasan bagi Majelis Hakim untuk menolak petitum ketiga gugatan Penggugat tersebut;
“Menimbang, bahwa oleh karena perjanjian sewa menyewa bangunan toko yang terletak di Jalan Sengkawit RT. XVI Tanjung Selor antara Penggugat dan Tergugat dibuat secara tertulis (bukti P-1), maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1570 KUH Perdata, sewa tersebut berakhir demi hukum bila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa perlu diperlukan suatu pemberhentian untuk itu;
“Menimbang, telah disepakati masa sewa adalah sampai dengan bulan Januari 2012, sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 1570 KUH Perdata, setelah bulan Januari 2012 atau terhitung sejak bulan Februari 2012 sewa menyewa bangunan toko antara Penggugat dengan Tergugat secara otomatis telah berakhir demi hukum, oleh karenanya terhitung sejak bulan Februari 2012 tersebut hubungan sewa menyewa antara Penggugat dengan Tergugat sudah tidak ada lagi, atau dengan kata lain hubungan sewa menyewa tersebut telah putus dengan sendirinya;
“Menimbang, bahwa oleh karena hubungan sewa menyewa bangunan toko yang terletak di ... antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada lagi atau sudah putus dengan sendirinya;
“Menimbang, Penggugat menuntut ganti rugi imateriil dengan perhitungan apabila Tergugat membayar uang sewa bangunan rumah toko Rp. 40.000.000,00 per tahun, terhitung mulai tahun 2012 sampai dengan 2017, sehingga jumlahnya adalah Rp. 40.000.000,00 x 5 tahun atau sama dengan jumlah seluruhnya Rp. 200.000.000,00 serta hilangnya keuntungan dari hasil sewa bangunan rumah toko tersebut yang disebabkan tidak dibayar oleh Tergugat, yang apabila dibayar akan menghasilkan keuntungan setiap bulannya dihitung 10% (sepuluh persen) dari jumlah uang yang diterima Tergugat sebesar Rp. 200.000.000,00;
“Menimbang, bahwa selain itu dalam petitum ketujuh gugatannya, Penggugat menuntut ganti rugi moriil sejumlah Rp. 500.000.000,00 karena nama baik Penggugat menjadi tercemar dan Penggugat merasa malu kepada keluarga dan anggota masyarakat Bulungan serta Penggugat telah diremehkan oleh Tergugat dengan perbuatannya tersebut;
“Menimbang, bahwa sesuai dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam mempertimbangkan mengenai petitum ketiga, oleh karena perbuatan Tergugat yang tidak mau mengembalikan serta masih menempati (menguasai) bangunan toko di ... yang disewanya dari Penggugat meskipun masa sewanya telah habis adalah Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) dan bukanlah wanprestasi, maka dalam hal ini Penggugat juga tidak dapat menuntut ganti kerugian kepada Tergugat sebagaimana terjadinya wanprestasi;
“Menimbang, bahwa pada dasarnya ganti rugi dalam hal telah terjadi perbuatan melawan hukum adalah mengembalikan orang yang menderita kerugian pada posisi semula seperti sebelum perbuatan melawan hukum dilakukan (restitutio in integrum), sehingga ganti kerugian yang dapat diberikan dalam hal terjadi perbuatan melawan hukum adalah reliance loss atau kerugian yang nyata dan bukan expectation loss atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, oleh karenanya menurut Majelis Hakim bentuk ganti kerugian yang paling tepat untuk diterapkan dalam perkara ini adalah mengembalikan pada posisi semula seperti sebelum perbuatan melawan hukum dilakukan atau dengan kata lain ganti rugi yang dapat diterapkan dalam perkara ini adalah ganti kerugian yang nyata-nyata diderita oleh Penggugat seperti sebelum perbuatan melawan hukum dilakukan oleh Tergugat;
“Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim ganti rugi yang dituntut oleh Penggugat agar Tergugat membayar uang sewa bangunan rumah toko Rp. 40.000.000,00 per tahun terhitung mulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2017 adalah tidak berdasar, karena dalam hal ini Penggugat tidak dapat membuktikan dalam persidangan jika harga sewa bangunan rumah toko tersebut adalah sebesar Rp. 40.000.000,00 per tahun dan Penggugat juga tidak mendalilkan serta membuktikan apa yang menjadi dasar tuntutannya agar Tergugat membayar uang sewa bangunan rumah toko selama 5 (lima) tahun, terhitung mulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2017; [Note SHIETRA & PARTNERS: Secara akal sehat logika orang dewasa, penguasaan fisik objek sewa selama bertahun-tahun secara melawan hukum tentu telah menimbulkan kerugian pada pemilik objek. Inilah sebabnya, ketidakadilan terjadi secara masif justru pada lembaga peradilan itu sendiri.]
“Menimbang, bahwa selain itu menurut Majelis Hakim tuntutan Penggugat mengenai hilangnya keuntungan dari hasil sewa bangunan rumah toko yang tidak dibayar oleh Tergugat tersebut tidak dapat diterapkan dalam hal terjadi suatu perbuatan melawan hukum dan hanya dapat diterapkan dalam hal Tergugat telah melakukan wanprestasi, sehingga tuntutan yang demikian adalah tuntutan yang tidak beralasan dan tidak berdasar hukum;
“Menimbang, bahwa mengenai tuntutan Penggugat yang menuntut agar Tergugat membayar kerugian moriil sebesar Rp. 500.000.000,00; menurut Majelis Hakim tuntutan tersebut juga tidak dapat diterapkan dalam perkara ini, karena sesuai dengan Pasal 1370, Pasal 1371 dan Pasal 1372 KUH Perdata, kerugian moril atau kerugian imateriil dalam hal terjadi perbuatan melawan hukum hanya dapat dikenakan dalam perkara yang mengakibatkan kematian, luka berat dan perkara penghinaan, dimana pendapat Majelis Hakim tersebut telah sesuai pula dengan Putusan Mahkamah Agung No. 650/PK/Pdt/1994 yang menyatakan ‘berdasarkan Pasal 1370, 1371, 1372 KUHPerdata ganti kerugian immateril hanya dapat diberikan dalam hal-hal tertentu saja seperti perkara kematian, luka berat dan penghinaan.’”
“Menimbang, bahwa dalam perkara ini menurut Majelis Hakim, kerugian yang nyata-nyata dialami oleh Penggugat adalah kerugian karena tidak bisa menempati, memakai ataupun memanfaatkan bangunan toko miliknya yang berada di ... karena bangunan toko tersebut saat ini masih dipakai/dikuasai/ditempati oleh Tergugat, sehingga menurut Majelis Hakim bentuk ganti rugi yang tepat diterapkan dalam perkara ini adalah ganti rugi dalam bentuk perintah kepada Tergugat agar mengembalikan/menyerahkan kembali bangunan toko yang telah disewanya dari Penggugat karena sesuai dengan bukti P-1, masa sewa bangunan toko yang ditempati (dikuasai) oleh Tergugat tersebut telah habis sejak bulan Januari 2012, sehingga dalam hal ini Majelis Hakim telah mengembalikan Penggugat dan Tergugat pada posisi (keadaan) semula seperti sebelum perbuatan melawan hukum dilakukan oleh Tergugat;
“Menimbang, perbuatan Tergugat yang tidak mau mengembalikan dan masih menempati (menguasai) bangunan toko yang disewanya dari Penggugat adalah perbuatan yang dilakukan tanpa hak serta bertentangan dengan kewajiban hukum dari Tergugat, dimana seharusnya Tergugat selaku penyewa mengembalikan rumah toko yang terletak di ... yang telah disewanya kepada Penggugat;
“Menimbang, bahwa sebagai konsekwensi dari adanya Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) yang dilakukan oleh Tergugat, maka Majelis Hakim haruslah mengembalikan para pihak (Penggugat dan Tergugat) pada posisi semula seperti sebelum perbuatan melanggar hukum dilakukan, yaitu memerintahkan kepada Tergugat atau siapa saja yang mendapat hak/kuasa dari Tergugat untuk menyerahkan kembali (mengembalikan) kepada Penggugat bangunan rumah toko yang berdiri di atas tanah milik Penggugat yang terletak di ... dalam keadaan seperti semula tanpa syarat apapun;
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan tanah dengan ukuran panjang 30 m  dan lebar 7 m yang luasnya kurang lebih 210 m2 (dua ratus sepuluh meter persegi) serta bangunan rumah toko dengan ukuran panjang 24 m dan lebar 6 m yang terletak di ... , dengan batas-batas sebagai berikut : ... adalah milik sah Penggugat, sedangkan Tergugat hanya sebagai penyewa saja.
3. Memerintahkan kepada Tergugat atau siapa saja yang mendapat hak/kuasa dari Tergugat untuk tidak melakukan kegiatan dalam bentuk apapun di atas bangunan rumah toko milik Penggugat, mengosongkan dan menyerahkan kembali kepada Penggugat bangunan rumah toko serta tanah milik Penggugat yang terletak di ... tersebut dalam keadaan seperti semula tanpa syarat apapun;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 3.206.000,00;
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.