LEGAL
OPINION
Question: Apa boleh jaksa melakukan kasasi untuk menuntut
agar sanksi pidana yang dijatuhkan pada terpidana agar diberatkan?
Brief Answer: Mengenai berat atau ringannya sanksi yang
dijatuhkan terhadap terdakwa, adalah kewenangan Majelis Hakim tingkat
Pengadilan Negeri serta Pengadilan Tinggi (judex
factie), bukan menjadi kewenangan Mahkamah Agung dalam tingakt kasasi
selaku judex juris—konstruksi hukum
tersebut dibentuk berdasarkan konsistensi praktik peradilan sebagai pembentuk
yurisprudensi.
Perlu juga untuk kita pahami,
bahwa hakim bukanlah profesi “penghukum”, namun “pengadil”, dalam arti akan
menimbang kontribusi kesalahan—dimana bisa jadi tindakan melawan hukum terdakwa
bersumber atas perbuatan yang tidak terpuji dari pihak korban itu sendiri.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi perkara pidana register
Nomor 83 K/PID/2015 tanggal 13 Mei 2015, Mahkamah Agung membuat pertimbangan
hukum sebagai berikut:
“Bahwa alasan kasasi dari
Pemohon Kasasi I / Jaksa/ Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan, karena Judex
Facti tidak salah menerapkan hukum;
“Bahwa lagi pula alasan
kasasi Jaksa/Penuntut Umum adalah menyangkut berat ringannya pidana yang
dijatuhkan terhadap para Terdakwa, yang hal tersebut merupakan wewenang Judex
Facti dan tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi, dan alasan kasasi
Jaksa/Penuntut Umum lainnya merupakan penilaian suatu fakta/penghargaan dari suatu
kenyataan. Alasan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat
kasasi, karena bukanlah merupakan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 253 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
“MENGADILI :
“Menolak permohonan kasasi
dari Pemohon Kasasi I /Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Bangkinang dan
Pemohon Kasasi II / para Terdakwa tersebut.”
Sementara itu dalam perkara pidana yang lain, yakni putusan Mahkamah
Agung RI tingkat kasasi register Nomor 554 K/Pid.Sus/2013 tanggal 29 September
2015, yang diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar,
S.H., LLM., Dr. H. Suhadi, S.H., M.H., dan Sri Murwahyuni, S.H., M.H, perihal
tindak pidana “melakukan perbuatan
kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga” (sebagaimana dilarang oleh
Pasal 44 Ayat (1) Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga).
Yang menjadi dasar keberatan Jaksa Penuntut, ialah bahwa putusan MA Reg
No. 828/K/Pid/1984 tanggal 3 September 1984, mengatakan putusan PT/PN harus
dibatalkan karena kurang cukup mempertimbangkan berat ringannya pidana yang
dijatuhkan.
Pihak Jaksa mendalilkan, menurut putusan MA Reg. No. 797/K/Pid/1983
tanggal 11 November 1983, berat ringannya pemidanaan atau besar kecilnya denda memang
bukan merupakan kewenangan pemeriksaan kasasi. Namun meski berat ringannya
pemidanaan bukan kewenangan Judex Facti,
akan tetapi apabila pengadilan dalam menjatuhkan pidana kurang cukup mempertimbangkan
hal–hal yang memberatkan dan atau meringankan, atau pengadilan menjatuhkan
pidana yang melampaui ancaman pidana maksimum atau menjatuhkan pidana yang
tidak termasuk jenis–jenis pidana yang ditentukan Undang–Undang, maka hal
tersebut dapat dijadikan alasan kasasi, sehubungan dengan hal ini terdapat SEMA
dan Yurisprudensi 03 Tahun 1974.
Penjatuhan hukuman penjara selama 1 (satu) bulan dikurangi dengan masa
tahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan terhadapnya, menjadi kontradiktif dengan tujuan dari pemidanaan
supaya masyarakat tidak melakukan perbuatan sebagaimana perbuatan Terdakwa juga
merupakan peringatan bagi Terdakwa dalam kehidupan bermasyarakat, karena dengan
hukuman yang terbilang sangat ringan tersebut dikhawatirkan tidak menjadi suatu
pembelajaran bagi Terdakwa khususnya maupun masyarakat pada umumnya, dan tidak
bisa menjadi daya tangkal untuk perbuatan sejenis, disamping tidak mampu
menimbulkan efek jera bagi Terdakwa maupun masyarkat. Lagipula pepatah klasik
yang menyebutkan : “LEX DURA, SED TAMEN
SCRIPTA” yaitu bahwa hukum adalah keras, tetapi memang demikian bunyinya.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Bandung dalam hal pemidanaannya yang telah
melakukan pengurangan hukuman bagi Terdakwa dari putusan Pengadilan Negeri yaitu
pidana penjara selama 2 (dua) bulan, kemudian pemidanaan tersebut diperbaiki
oleh Pengadilan Tinggi menjadi penjara selama 1 (satu) bulan
Oleh undang–undang, perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa diancam dengan
pidana maksimum selama 5 (lima) tahun, sehingga dirasakan tidak memadai baik
dilihat dari segi edukatif, preventif, korektif maupun represif sehingga
hukuman yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi bisa menimbulkan kerisauan,
seolah – olah terjadinya pemukulan yang dilakukan oleh Terdakwa terhadap isterinya
(korban) dapat dibenarkan atau menjadi pembenaran dan akan menjadi preseden
yang buruk dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Pertimbangan Majelis Hakim dalam alasan yang meringankan pidana untuk
Terdakwa yang menyatakan “Bahwa Terdakwa
merasa harga diri telah diinjak – injak oleh isterinya (korban)”, dirasakan
tidak sejalan dengan prinsip/semangat dari pada isi Undang–Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Adapun amar putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 736/Pid.B/2011/PN.BDG.,
tanggal 29 September 2011, selengkapnya sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa ... telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam
lingkup rumah tangga”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ... oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 2 (dua) bulan.”
Sementara itu putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 443/Pid/2011/PT.BDG.,
tanggal 02 Januari 2012, menjatuhkan amar selengkapnya sebagai berikut:
- Menerima permintaan banding
dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum;
- Memperbaiki Putusan
Pengadilan Negeri Bandung tanggal 29 September 2011, Nomor
:736/Pid.B/2011/PN.Bdg., sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan
sehingga berbunyi selengkapnya sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa ... telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam
lingkup rumah tangga”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ... dengan pidana penjara selama 1
(satu) bulan.”
Jaksa mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat
pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum
tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi
Jaksa/Penuntut Umum tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti
telah tepat dan benar serta tidak salah menerapkan hukum atau menerapkan hukum
telah sebagaimana mestinya, dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahwa Judex Facti telah mempertimbangkan pasal aturan hukum yang menjadi
dasar pemidanaan dan dasar hukum dari putusan serta pertimbangan keadaan–keadaan
yang memberatkan dan keadaan–keadaan yang meringankan sesuai Pasal 197 ayat (1)
huruf f KUHAP;
b. Bahwa kekeliruan terjadi tidak semata–mata atas emosi Terdakwa,
akan tetapi tidak lepas dari perbuatan korban yang menurut saksi Sumiyat
dan Egi Savitri Karyadi yang bekerja pada minimarket milik korban, bahwa korban
Sarah sering selingkuh dengan laki–laki yang bernama Tugi;
c. Bahwa lagi pula alasan-alasan kasasi tersebut mengenai berat
ringannya pidana yang dijatuhkan, yang merupakan wewenang Judex Facti dan tidak
tunduk pada pemeriksaan kasasi, serta mengenai perbedaan pendapat tentang
dakwaan atau unsur-unsur dakwaan yang terbukti yang dapat dikwalifisir sebagai
penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan,
alasan-alasan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada
tingkat kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan diatas, serta didasari pertimbangan bahwa putusan Judex Facti
dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang dan
tidak pula melampaui kewenangannya, maka permohonan kasasi dari Jaksa/Penuntut
Umum harus ditolak;
“M E N G A D I L I
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum
pada Kejaksaan Negeri Bandung tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.