Hak Umum Vs. Hak Pribadi, Konteks Pembebasan Tanah

LEGAL OPINION
Question: Ini ada orang dari dinas pekerjaan umum mau mengambil lahan kami, katanya untuk kepentingan umum. Apa bisa dinas pekerjaan umum ini kami gugat karena kami tak bersedia?
Brief Answer: Mengingat Hukum Agraria Negara Indonesia tidak menganut paham “tuan tanah” partikelir, dimana fungsi sosial hak atas tanah menjadi supremasi hukum bangsa tertinggi (tanpa memungkiri hak pemegang hak atas tanah), maka pembebasan lahan untuk kepentingan umum tak dapat diganggu gugat oleh pemilik tanah.
Dinas Pekerjaan Umum hanyalah sebatas pelaksana tugas proyek pengadaan jalan / fasilitas umum terkait akses jalan, sementara kebijakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah kewenangan serta tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) setempat—Pemprov, Pemkab, ataupun Pemkot.
Sebagai bentuk pengakuan serta perlindungan atas hak milik warga negara, meski adalah hak prerogatif negara untuk membebaskan lahan, namun negara wajib memberi sejumlah kompensasi berupa ganti-rugi secara patut atas lahan yang dibebaskan bagi pemilik hak atas tanah yang sah.
Tiada kontraprestasi demikian, maka Anda selaku pemegang hak atas tanah berhak mengajukan gugatan ganti rugi, atau setidaknya gugatan sengketa besaran nilai ganti rugi—bukan gugatan pembatalan penetapan pembebasan lahan untuk kepentingan umum.
Kecuali, Anda mampu membuktikan bahwa proyek pembebasan lahan sejatinya bukanlah untuk kepentingan umum, namun untuk kepentingan sponsor pihak ketiga yang membonceng kewenangan pejabat Pemda, barulah Anda berhak mengajukan gugatan pembatalan keputusan pejabat daerah terkait penetapan lokasi pembebasan lahan ke hadapan Pengadilan Tata Usaha Negara.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut SHIETRA & PARTNERS harapkan dapat memberi gambaran, yakni putusan Pengadilan Negeri Pelalawan sengketa register Nomor 09/Pdt.G/2013/PN.Plw. tanggal 28 Mei 2014, perkara antara:
- NURMALA SILITONGA, sebagai Penggugat; melawan
1. KEPALA PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN, sebagai Tergugat I;
2. KETUA DPRD KABUPATEN PELALAWAN, sebagai Turut Tergugat.
Penggugat memiliki sebidang tanah, tanah mana pada awalnya telah diganti rugi oleh suami Penggugat pada tahun 1983, dan setelah suami Penggugat meninggal pada tahun 1994, maka Penggugat memperbaharui Surat Keterangan Ganti Kerugian menjadi atas nama Penggugat sebagaimana dalam Surat Keterangan Ganti Kerugian tertanggal 18 Desember 2007.
Sejak Penggugat memiliki tanah tersebut, tidak pernah bersengketa dengan orang lain baik Swasta maupun Pemerintah Tingkat Kecamatan dan Kabupaten. Pada tanggal 27 Juni 2009, Ketua Lingkungan dan Ketua RW datang menjumpai Penggugat dengan membawa sehelai kertas yang bertuliskan Surat Pernyataan Hibah Penyerahan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Umum, serta Ketua Lingkungan dan Ketua RW menyuruh Penggugat untuk menanda-tangani surat tersebut, namun Penggugat menolak.
Tahun 2010, Tergugat I melalui orang suruhannya melakukan pematokan terhadap tanah milik Penggaugat dan beberapa hari kemudian melakukan Penimbunan serta membuat parit (drainase) di sisi kanan dan kiri tanah milik Penggugat yang ditimbun tersebut dengan ukuran lebih kurang lebar 4 M dan 8 M dan Panjang 75 M, sehingga luas tanah yang diambil oleh Tergugat I dalam pembuatan jalan tersebut seluas ± 450 M2.
Pada saat dilakukannya penimbunan diatas tanah Penggugat yang dilakukan oleh orang yang Penggugat tidak kenal, maka Penggugat mempertanyakan kepada orang yang melakukan penimbunan tersebut: “kenapa tanah saya ditimbun?”
Mereka menjawab bahwa mereka melakukan Penimbunan adalah untuk membuat jalan atas Proyek Pemerintah Kabupaten Pelalawan (Tergugat I). Setelah Penggugat mengetahui yang melakukan penimbunan diatas tanah milik penggugat adalah Tergugat I, maka penggugat pergi ke kantor Bupati Pelalawan untuk mempertanyakan tentang hal dilakukannya penimbunan di atas tanah milik Penggugat dan pada saat itu Penggugat bertemu dengan Pegawai Kantor Bupati yang menyarankan Penggugat agar pergi ke PU Bina Marga, karena yang melaksanakan pekerjaan penimbunan untuk pembuatan jalan tersebut sudah diserahkan kepada PU Bina Marga.
Sementara itu PU Bina Marga mengatakan kepada Penggugat bahwa pekerjaan penimbunan tanah untuk pembuatan jalan tersebut adalah Proyek (pekerjaan) Tergugat I. Penimbunan tanah milik Penggugat yang dilakukan oleh Tergugat I, belum pernah ada persetujuan dari Penggugat serta Penggugat tidak pernah diundang atau dipanggil oleh Tergugat I atau melalui pihak lain yang dihunjuk oleh Tergugat I untuk bermusyawarah dalam hal pembebasan tanah milik Penggugat untuk dijadikan jalan Umum.
Tergugat II sebagai Ketua DPRD sebagai alat Birokrasi Pemerintah bertanggung jawab untuk menetapkan pembayaran ganti rugi terhadap penggugat. Terhadap gugatan Penggugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setalah Majelis Hakim membaca dan mempelajari Gugatan Penggugat tersebut Majelis Hakim berkesimpulan antara lain bahwa 
“Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat I telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum karena telah membangun jalan diatas tanah milik Penggugat sedangkan Turut Tergugat sebagai alat birokrasi yang tidak melakukan pembayaran ganti rugi terhadap Penggugat sebagaimana yang di atur dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
“Menimbang, bahwa yang menjadi pokok permasalahan diantara Penggugat dengan Tergugat I dan Turut Tergugat adalah Penggugat menyatakan bahwa sekitar Bulan Desember tahun 2010 Tergugat I telah menimbun tanah Penggugat untuk dibuat jalan dan parit di atas sebagian Tanah Penggugat tersebut dengan ukuran lebih kurang lebar 4 M dan 8 M dan Panjang 75 M, sehingga luas tanah yang digunakan oleh Tergugat I dalam pembuatan jalan tersebut seluas ± 450 M2 juga sebagian rumah/pondok Penggugat ikut dibongkar akibat pembangunan jalan tersebut dengan tanpa melakukan pembayaran ganti rugi yang seharusnya ditetapkan oleh Turut Tergugat;
“Menimbang, bahwa dari bukti-bukti yang diajukan oleh Tergugat I dan Turut Tergugat, Majelis Hakim akan menguraikan dan mempertimbangkannya sebagai berikut :
- Bahwa dari keterangan Saksi ... , Saksi ... dan Saksi ... yang pada intinya menyatakan bahwa tanah di Jl. ... tersebut adalah merupakan tanah dari proyek sosial yang mana pada tahun 1983 ada program pemerintah atau proyek sosial bagi warga Kuala Terusan di pinggiran Sungai Kampar untuk dipindahkan ke Desa Pangkalan Kerinci dan setiap warga yang ikut program ini akan mendapat bantuan berupa rumah dan tanah pekarangan seluas 60m x 40m serta tanah garapan seluas 50m x 200m untuk usaha. Kemudian karena adanya program persiapan pemekaran Kabupaten Pelalawan maka dari itu, tanah dalam proyek sosial tersebut nantinya akan dipersiapkanlah untuk dibuat jalan di setiap 200m sepanjang jalan Lintas Timur dan bagi warga yang tanahnya terkena proyek pembangunan jalan tidak diberikan ganti-rugi demi untuk mensukseskan pemekaran Kabupaten Pelalawan;
- Bahwa lebih lanjut Saksi ... mengatakan bahwa Tanah yang dibeli Penggugat (khususnya tanah yang terletak di Jl. ... yang menjadi pokok permasalahan dalam perkara ini bukan merupakan tanah program sosial sebagaimana dimaksud;
- Bahwa Tergugat I dan Turut Tergugat tidak dapat membuktikan lebih lanjut tentang tanah yang terletak di Jl. ... ini merupakan tanah untuk program sosial tersebut;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim menilai bahwa Tergugat I dan Turut Tergugat tidak dapat membantah apa yang menjadi pokok dari dalil-dalil yang dikemukakan oleh Penggugat dan Alat Bukti yang diajukan oleh Penggugat, sehingga hal-hal yang menjadi pokok yang dikemukakan dalam dalil-dalil Penggugat dapat dijadikan suatu Fakta Hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan hukum yang ada berkaitan dengan perkara ini yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agrari Pasal 6 berbunyi : ‘Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial’ dan Pasal 18 Undang-Undang No. 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berbunyi :
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang–Undang.’
“Menimbang, bahwa menunjuk kepada pertimbangan-pertimbangan diatas, berdasarkan Fakta Hukum yang terungkap di Persidangan maka menurut Majelis Hakim, Penggugat dapat membuktikan dalil-dalil Gugatannya dan Gugatan Penggugat tidak bertentangan dengan hukum, sehingga Gugatan Penggugat cukup beralasan hukum untuk dikabulkan;
“Menimbang, bahwa ganti kerugian yang layak yang harus diberikan kepada Penggugat Menurut Majelis Hakim adalah harus sesuai dengan seberapa luas tanah Penggugat yang digunakan oleh Tergugat I sebagaimana tersebut diatas, dikalikan dengan harga tanah di lokasi tersebut yang harus berimbang dengan fungsi sosial sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang No. 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
“Menimbang, bahwa setelah dilakukan Pemeriksaan Setempat, ganti kerugian yang layak yang harus diberikan kepada Penggugat tersebut adalah senilai Rp. 250.000,-/meter2, sehingga didapat hasil nominal Rp. 250.000,-/meter2 X 450 m2 = Rp.112.500.000,- dan nilai yang layak sebagai ganti rugi atas pembongkaran rumah/pondok milik Penggugat menurut Majelis Hakim adalah senilai Rp. 7.500.000,- sehingga total ganti kerugian yang layak yang harus diberikan kepada Penggugat adalah senilai Rp. 120.000.000,-;
“Menimbang, bahwa perbuatan Tergugat I dan Turut Tergugat yang memakai tanah Penggugat dalam pembuatan jalan tersebut dan Pembongkaran rumah/pondok milik Penggugat pada saat pengerjaan jalan tersebut dengan tanpa melakukan pembayaran ganti rugi yang seharusnya ditetapkan oleh Turut Tergugat oleh karena telah melanggar hak orang lain menurut Majelis Hakim dapat dikatakan sebagai suatu Perbuatan Melawan Hukum;
“Menimbang, bahwa setelah melalui rangkaian proses pembuktian Majelis Hakim menilai bahwa Proyek pembagunan Jalan Pinang di Kecamatan Pangkalan Kerinci adalah Proyek Pemerintah Kabupaten Pelalawan sedangkan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pelalawan hanya sebagai Pelaksana Kegiatan/Perencana strategis.
Pihak yang mengajukan rancangan Perda tentang APBD adalah Tergugat I sedangkan yang menyetujui APBD tersebut adalah Turut Tergugat sebagai alat birokrasi pemerintah untuk menetapkan pembayaran ganti rugi tersebut, oleh karena itu Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pelalawan bukanlah termasuk pihak yang dapat dimintai pertanggung-jawaban atas ganti rugi atas pemakaian sebagian tanah Penggugat untuk pekerjaan Pembangunan jalan tersebut;
M E N G A D I L I :
DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Perbuatan Tergugat I dan Turut Tergugat yang telah membuka/ Membuat jalan seluas ± 450 M2 diatas tanah miliki Penggugat tanpa ada ganti rugi tanah adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum;
3. Menghukum Tergugat I dan Turut Tergugat untuk membayar ganti rugi tanah milik Penggugat seluas 450 M2 dan kerusakan rumah senilai total Rp. 120.000.000.- (seratus dua puluh juta rupiah) secara tanggung renteng;
4. Menghukum Tergugat I dan Turut Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 656.000.- (enam ratus lima puluh enam ribu rupiahrupiah) secara tanggung renteng;
5. Menolak Gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.