Besaran Kompensasi PHK Tanpa Kesalahan Pekerja

LEGAL OPINION
Question: Sebagai karyawan tetap, bila kemudian diberhentikan oleh perusahaan secara sepihak, dan bila karyawan mampu buktikan di-PHK tanpa adanya kesalahan dari pihak karyawan, maka berapa besar kompensasi pesangon yang dapat dituntut jika karyawan mengajukan gugatan terhadap perusahaan akibat PHK itu?
Brief Answer: Pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh Pengusaha terhadap Pekerja/Buruh tetap, yang terbukti tidak melakukan kesalahan, memberi hak bagi Pekerja/Buruh atas hak normatif berupa pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan normal disertai berbagai hak normatif lainnya.
Pada prinsipnya, sekalipun pekerja baru bekerja kurang dari 1 (satu) tahun atau bahkan Majelis Hakim hanya memberi 1 (satu) kali ketentuan pesangon, Pekerja Tetap (PKWTT) yang di-PHK secara sepihak tetap layak untuk mengajukan gugatan PHK ke hadapan PHI, mengingat setidaknya pihak Pekerja/Buruh akan mendapat paling sedikit 6 (enam) kali upah sebagai Upah Proses.
Diskriminasi baru akan terjadi bilamana Anda adalah seorang Pekerja Kontrak (PKWT). Pekerja Kontrak yang di-PHK dengan alasan habis masa berlaku kontrak (meski jenis pekerjaannya bersifat tetap), tidak memiliki konstruksi hukum ‘upah skoorsing’ layaknya Pekerja Tetap.
PEMBAHASAN:
Mahkamah Agung telah bersikap konsisten terhadap kaedah yang juga diangkat dalam ilustrasi kasus berikut, yakni putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 240 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 18 Mei 2016, perkara antara:
- CV INDUSTRI MALAKA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- SANTI HUTABARAT, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat bekerja pada Tergugat sejak tahun 1992 s.d. tahun 2014, dengan masa kerja 22 tahun. Selama bekerja Penggugat tidak pernah mendapat peringatan atau teguran dari Tergugat. Pada September 2014, Tergugat memutus hubungan kerja Penggugat tanpa penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dengan alasan yang tidak jelas dan tanpa surat pemutusan hubungan kerja.
Tergugat mengatakan bahwa Penggugat telah melakukan kesalahan berat dan telah merugikan Tergugat, meski selama bekerja Penggugat tidak pernah mendapat teguran atau peringatan dari Tergugat, serta Penggugat sudah berupaya untuk merundingkan hal tersebut agar tidak terjadi PHK, namun Tergugat tetap pada keputusannya.
Dalam perundingan Tripartit melalui Mediasi pada Dinas Tenaga Kerja Kota Medan, Mediator kemudian menerbitkan anjuran, yang pada pokoknya Mediator menganjurkan agar Pengusaha membayar pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta membayar upah selama dalam proses terhitung sejak bulan Oktober 2014 sampai terbit putusan penetapan PHK dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Mengacu kaedah Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Perselisihan Industrial, disebutkan:
“Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak tercapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan industrial.”
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial Medan kemudian menjatuhkan putusan Nomor 152/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Mdn., tanggal 12 November 2015, dengan amar sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus sejak putusan ini diucapkan;
3. Menghukum Tergugat membayar hak-hak Penggugat berdasarkan Pasal 156 ayat (2), (3), (4) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan secara tunai sebesar Rp68.512.250,00 (enam puluh delapan juta lima ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 17 Desember 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 12 Januari 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa putusan Judex Facti tidak ultra petita karena yang dikabulkan adalah uang kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja yang terdiri dari 2 kali uang pesangon, UMPK dan UPH, beserta upah proses 6 bulan upah, hal mana telah dituntut secara tegas dalam surat gugatan yang terdiri dari UP, UPMK dan UPH, beserta upah selama perselisihan sampai berkekuatan hukum tetap lebih dari 6 (enam) bulan;
2. Bahwa Judex Facti telah tepat dan benar menerapkan hukum menyatakan PHK tanpa adanya kesalahan, karena alasan PHK melakukan kesalahan berat tidak terbukti, saksi pengusaha dalam persidangan di bawah sumpah hanya menerangkan Penggugat/Pekerja pernah melakukan intimidasi dan melakukan pemotongan iuran sebesar Rp20.000,00 tanpa persetujuan saksi, sedangkan surat pernyataan-pernyataan tidak memiliki kekuatan pembuktian karena para pembuat tidak didengar keterangannya pada persidangan, lagipula tidak patut kesalahan demikian dinyatakan sebagai kesalahan berat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi CV INDUSTRI MALAKA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi CV. INDUSTRI MALAKA Tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.