Resiko Agunan yang Tidak Diikat Sempurna Jaminan Kebendaan

LEGAL OPINION
Question: Bila debitor adalah suatu badan hukum perseroan, sebelumnya merupakan dua entitas badan hukum yang kemudian saling merger, lantas entah bagaimana dikemudian hari batal merger, apakah dibenarkan bila salah satu pelaku merger meminta agunan miliknya kembali tanpa melunasi kredit yang telah kami berikan pada debitor?
Brief Answer: Badan hukum hasil merger maupun konsolidasi usaha, harus tetap dilihat sebagai satu entitas badan hukum yang bernama “Debitor”. Berlanjut atau tidaknya (batalnya) merger ataupun konsolidasi usaha mereka, sejatinya tidak menjadi pengalih isu utama perikatan hutang-piutang dengan jaminan kebendaan di antara para pihak dengan kreditornya.
Untuk itulah, dalam akta kredit, pihak yang memiliki agunan yang kemudian dijaminkan kepada kreditor sang debitor, tercantum dengan status kedudukan sebagai “PENJAMIN”. Artinya, sekalipun badan hukum hasil bentukan merger ataupun konsolidasi sampai bubar dan batal sekalipun, tetap saja akta jaminan kebendaan mengikat diri pihak sang “PENJAMIN”.
Karena terlepas dari kondisi hukum yang dialami sang “Debitor”, para “PENJAMIN” tersebut, baik penjamin berupa jaminan kebendaan (agunan aset) maupun personal/corporate guarantee, tetap terikat pada hubungan jaminan kebendaan terhadap Kreditor. Itulah sebabnya dalam sudut pandang ini, Akta Jaminan Kebendaan tidak selamanya bersifat accessoir terhadap perjanjian pokok hutang-piutang antara Debitor dengan sang Kreditor.
Akta Jaminan Kebendaan maupun Akta Penjamin Korporat/Perorangan, memberi hak bagi Kreditor bukan hanya untuk menuntut prestasi pelunasan piutang dari Debitornya, namun juga memberi hak bagi Kreditor tersebut untuk melelang eksekusi agunan bila piutang yang menjadi haknya tidak dipulihkan.
Yang perlu disadari dan dipahami, seorang penjamin sekalipun tidak menerima kucuran dana kredit dari penerima agunan, tetap terikat oleh sertifikat jaminan kebendaan guna jaminan pelunasan kredit debitor yang dijamin olehnya.
Perihal akan batal atau terealisasinya merger/konsolidasi atau alasan bisnis apapun, itu adalah perihal masalah internal antara para pelaku merger/konsolidasi, sementara pihak penjamin tetap terikat dan tunduk pada perjanjian jaminan yang telah ditanda-tanganinya—sekalipun ia bukan debitor (bila antara pihak debitor dan pihak pemberi jaminan adalah dua entitas yang berbeda).
Kreditor penerima jaminan kebendaan adalah pihak ketiga yang tidak tersangkut paut atas rencana bisnis antara debitor dan pihak penjamin, sehingga wajib dilindungi oleh hukum—konteks ini hanya berlaku apabila agunan telah diikat secara sempurna sebagai jaminan kebendaan.
PEMBAHASAN:
Praktik peradilan dapat menjadi lebih “kusut” dari konstruksi sederhana diatas bila prosedur pengikatan jaminan tidak sempurna, sebagaimana tercermin dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa kredit terkait aksi korporasi register Nomor 528 PK/Pdt/2003 tanggal 26 Juli 2006, perkara antara:
- PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk., (“Bank Danamon”), selaku penerima hak dan kewajiban dari PT. BANK PDFCI, Tbk. (“PDFCI”), sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat Dalam Pokok Perkara sekaligus sebagai Tergugat I Dalam Intervensi; melawan
1. PT. SARANA KEMAS UTAMA, selaku Termohon Peninjauan Kembali I, dahulu Tergugat I Dalam Pokok Perkara;
2. PT. BUMI SEKAR AJI, sebagai Termohon Peninjauan Kembali II, dahulu Tergugat II Dalam Pokok Perkara;
3. DEWI SARASWATI, sebagai Termohon Peninjauan Kembali III, dahulu Tergugat III Dalam Pokok Perkara;
4. PT. SALINDO PERDANA FINANCE, sebagai Termohon Peninjauan Kembali IV / Tergugat IV Dalam Pokok Perkara / Tergugat II Dalam Intervensi; dan
5. PT. TETRA INDOTAMA PACKAGING SUPPLY, selaku Termohon Peninjauan Kembali V dahulu Penggugat Dalam Intervensi.
Berdasarkan tiga buah Akta Perjanjian Pinjaman Uang pada tahun 1993, Tergugat I telah menerima fasilitas pinjaman dari Penggugat.
Disamping Tergugat I menyerahkan jaminan kebendaan miliknya, berdasarkan Akta Jaminan Perusahaan, dan Akta Jaminan Pribadi, masing-masing Tergugat II dan III secara hukum telah bertindak selaku Penjamin guna pelunasan pembayaran hutang Tergugat I kepada Penggugat.
Tergugat IV yang merupakan sebuah Lembaga Pembiayaan juga telah memberikan fasilitas kredit kepada Tergugat I, dan karenanya antara Penggugat dan Tergugat IV masing-masing telah memberikan kredit kepada Tergugat I, dan begitu pula Tergugat I telah memberikan jaminan yang sama kepada Penggugat maupun kepada Tergugat IV, maka berdasarkan perjanjian pembagian hasil jaminan Akta No. 255 tertanggal 26 November 1993 yang dibuat dan ditandatangani oleh Penggugat dan Tergugat IV telah mengatur cara pengikatan jaminan dan pembagian hasil jaminan bersama untuk kepentingan Penggugat dan Tergugat IV (keduanya adalah kreditor atas debitor yang sama).
Tergugat I kemudian melakukan ingkar janji (wanprestasi) atas pelunasan kredit, begitupula Tergugat II dan Tergugat III selaku penjamin tidak memberi respon atas teguran. Oleh karena Tergugat I telah memberikan Kuasa Memasang Hak Tanggungan baik kepada Penggugat maupun Tergugat IV maka berdasarkan Akta Perjanjian Pembagian Hasil Jaminan No. 255 tertanggal 26 November 1993 untuk merealisasikan pemberian hak tanggungan guna kepentingan bersama, Tergugat IV selaku agen diwajibkan untuk melakukan pemasangan hak tanggungan.
Hingga gugatan diajukan, Tergugat IV telah tidak melakukan tugasnya tersebut walaupun telah beberapa kali Penggugat mengingatkan baik lisan maupun tertulis kepada Tergugat IV dan karenanya Tergugat IV dirasakan telah melakukan perbuatan wanprestasi.
Wanprestasi Tergugat I, II, III dan IV hingga tanggal 3 Agustus 1998 jumlah seluruhnya Rp.14.934.031.245,-.  Akibat perbuatan Tergugat I, II dan III yang tidak menjalankan kewajibannya membayar hutang dan akibat tindakan Tergugat IV yang telah tidak menjalankan tugasnya/kewajibannya selaku agen untuk memasang hak tanggungan, Penggugat merasa telah dirugikan.
Selain Tergugat I mempunyai kewajiban untuk melunasi seluruh hutangnya kepada Penggugat berdasarkan perjanjian kredit diatas, Tergugat I juga telah membuat perjanjian pinjaman secara bilateral dengan Penggugat, yakni fasilitas pinjaman/kredit berdasarkan perjanjian pinjaman uang jangka pendek dan pengakuan berhutang tanggal 21 Desember 1995, yang dibuat di bawah tangan sebesar Rp.2.000.000.000,-.
Guna menjamin hutangnya, Tergugat I telah menjaminkan 3 bidang tanah yaitu :
1. Sebidang tanah HGB No. 36/Pasar Kemis luas 2.030 M² atas nama PT. Tetra Indotama Packaging Supply;
2. Sebidang tanah HGB No.37/Pasar Kemis luas 8.805 M², atas nama PT. Tetra Indotama Packaging Supply;
3. Sebidang tanah HGB No. 42/Pasar Kemis luas 9.070 M² atas nama PT. Tetra Indotama Packaging Supply.
Terhitung sejak tanggal 27 Februari 1997 hingga gugatan ini diajukan, Tergugat I tidak juga melakukan kewajiban melunasi piutang Penggugat walaupun telah beberapa kali Penggugat melakukan teguran, sehingga jumlah hutang seluruhnya sebesar Rp.4.955.384.208,-.
Sementara itu Penggugat Intervensi dalam gugatan intervensi-nya mendalilkan, akhir tahun 1993 antara PT. Tetra Indotama Packaging Supply (Penggugat Intervensi) dengan PT. Sarana Kemas Utama (Tergugat I) akan bergabung (merger) pada bidang industri kemasan (packaging) dalam rangka pengembangan usaha.
Dalam pembahasan rencana merger, telah berulangkali diadakan negosiasi dengan para pihak yang berkepentingan yaitu Penggugat Intervensi, PT. SKU dan Tergugat Intervensi I sebagai Bank Penasehat dan Proyek Fasilitator untuk mengadakan evaluasi ekonomis terhadap rencana merger.
Dalam pembahasan pelaksanaan merger, Penggugat Intervensi pada akhir tahun 1995 telah menyerahkan 10 (sepuluh) macam surat/akta-akta kepada Tergugat I Intervensi melalui PT. SKU termasuk 3 bidang sertifikat tanah yang terletak di Desa Pasar Kemis Tangerang masing-masing Hak Guna Bangunan No. 36, 37 dan 42.
Apabila setelah dievaluasi ternyata tidak layak, maka semua surat/akta-akta tersebut wajib dikembalikan kepada Penggugat Intervensi. Kemudian diperoleh Surat Persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal Asing (BPKM Pusat), namun surat persetujuan tersebut telah kadaluwarsa sebagai akibat pembahasan realisasinya berlarut-larut, Surat Persetujuan BPKM Pusat dikeluarkan tanggal 2 Februari 1994 dan berlaku hanya 1 tahun s/d tanggal 2 Februari 1995.
Sejak awal tahun 1996 kondisi dan posisi industri dan distribusi/perdagangan kemasan sudah mulai cenderung menurun sebagai akibat persaingan yang semakin ketat antar perusahaan yang sejenis dan selain itu, harga bahan baku lokal dan import khususnya pulp (bubur kertas) meningkat sedangkan permintaan konsumen mulai tampak dan cenderung terus menurun sehingga posisi arus kas (cash flow) perusahaan terganggu dan berpengaruh negatif pada laba/rugi perusahaan.
Keadaan tersebut terus berlanjut dan berfluktuasi dengan kecenderungan menurun sepanjang tahun dan kemudian disusul krisis ekonomi dan keuangan sejak bulan Juli 1997 yang berkepanjangan, oleh karena itu pelaksanaan merger tersebut menurut perhitungan ekonomis sudah tidak layak lagi untuk diteruskan dan dirasakan lebih baik dibatalkan hukum. Hal ini terbukti di lapangan bahwa PT. Sarana Kemas Utama (PT.SKU) selama krisis ekonomi berlangsung telah melaksanakan PHK massal, kegiatan proses produksinya lumpuh dan sektor perbankan swasta nasional terpuruk.
Penggugat Intervensi meminta agar Tergugat Intervensi I maupun II mengembalikan kepada Penggugat Intervensi dalam keadaan utuh atas 10 macam surat-surat atau akta-akta miliknya.
Terhadap gugatan Penggugat Intervensi, Tergugat Intervensi I membantah dengan menyatakan bahwa Penggugat Intervensi adalah bukan lagi selaku pemilik atas bidang tanah sebagaimana yang tercantum pada Sertifikat HGB No. 36, 37, dan 42 oleh karena bidang tanah tersebut telah dialihkan/dimasukkan (inbreng yang sayangnya belum dibalik-namakan) ke dalam Perseroan Terbatas PT. Sarana Kemas Utama/Tergugat I, masing-masing berturut-turut berdasarkan Akta Pemasukan Dalam Perseroan Terbatas pada tanggal 29 Desember 1994, yang dibuat dihadapan PPAT. Disamping itu Penggugat Intervensi tidak dapat menempatkan dirinya selaku Penggugat Intervensi, karena antara Penggugat Intervensi dengan Tergugat Intervensi I tidak memiliki hubungan hukum.
Sementara itu Tergugat Intervensi II dalam bantahannya menyebutkan, bahwa Tergugat Intervensi II tidaklah tepat dijadikan sebagai para pihak dalam perkara ini, karena tidak disebutkan adanya keterlibatan Tergugat Intervensi II, baik dalam rencana merger maupun dalam penyerahan sertifikat, segala rencana dan penyerahan tersebut dilakukan Penggugat Intervensi dengan Tergugat Intervensi I.
Terhadap gugatan dan bantahan masing-masing pihak, yang menjadi amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 367/Pdt.G/1998/PN.Jkt.Pst. tanggal 27 April 1999 adalah sebagai berikut :
DALAM KONVENSI :
Tentang Pokok Perkara :
- Mengabulkan gugatan Penggugat PT. Bank PDFCI, Tbk. tersebut untuk sebahagian;
- Menyatakan Tergugat I, II dan III telah melakukan ingkar janji (wanprestasi) yang merugikan Penggugat;
- Menyatakan Tergugat I mempunyai hutang kepada Penggugat, sebesar Rp.2.813.428.776,- (dua milyar delapan ratus tiga belas juta empat ratus dua puluh delapan ribu tujuh ratus tujuh puluh enam rupiah);
- Menghukum Tergugat I, II, III, secara tanggung renteng membayar kepada Penggugat uang sejumlah Rp.2.813.428.776,- (dua milyar delapan ratus tiga belas juta empat ratus dua puluh delapan ribu tujuh ratus tujuh puluh enam rupiah);
- Menghukum Tergugat I, II, III membayar ongkos perkara secara tanggung renteng sebesar Rp.328.000,- (tiga ratus dua puluh delapan ribu rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
DALAM INTERVENSI:
Tentang Pokok Perkara Intervensi:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat Intervensi untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat I Intervensi menahan dan menguasai 10 (sepuluh) macam surat-surat berharga, sebagaimana dimaksud pada butir ke 7 sub 1 sampai dengan sub 10 dalam surat gugatan intervensi, merupakan perbuatan melawan hukum;
3. Menghukum Tergugat I Intervensi untuk menyerahkan kepada Penggugat Intervensi 10 (sepuluh) macam surat-surat berharga sebagaimana dimaksud dalam butir ke 7 sub 1 sampai dengan sub 10 dalam surat gugatan Penggugat Intervensi dalam keadaan baik;
4. Menghukum Tergugat I Intervensi, membayar uang paksa (dwangsom) kepada Penggugat Intervensi sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) tiap hari apabila ia lalai menyerahkan 10 (sepuluh) macam surat-surat berharga sebagaimana dimaksud butir No.2 dan No. 3 amar putusan ini terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum yang tetap;
5. Menghukum Tergugat I Intervensi, membayar ongkos perkara ini sebesar Rp.90.000,- (sembilan puluh ribu rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat Intervensi selebihnya.”
Dalam tingkat banding, amar putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 738/Pdt/1999/PT.DKI. tanggal14 Februari 2000 adalah sebagai berikut :
- Menerima permohonan pemeriksaan dalam peradilan tingkat banding yang diajukan oleh Pembanding semula Penggugat Dalam Pokok Perkara/ Tergugat I Dalam Intervensi tersebut;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 27 April 1999 No.367/Pdt/G/1998/PN.Jkt.Pst. yang dimohonkan banding.”
Sementara yang menjadi amar putusan Mahkamah Agung RI No. 1140 K/Pdt/2001 tanggal 8 Agustus 2002 dalam tingkat kasasi adalah sebagai berikut :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. P.D.F.C.I., Tbk. tersebut.”
Selanjutnya pihak kreditor mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung tanpa membuat seketika itu juga membuat amar putusan :
M E N G A D I L I
Menolak permohonan peninjauan kembali dari : PERSEROAN TERBATAS (PT) BANK DANAMON INDONESIA, Tbk. selaku penerima hak dan kewajiban dari PT. BANK PDFCI, Tbk. (“PDFCI”), tersebut
Putusan perkara diatas dijatuhkan oleh para Hakim Agung tersohor di zamannya, yakni Bagir Manan, Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. Valerine J.L. Kriekhoff, SH.MA. dan German Hoediarto, SH. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota.
Bila saja para kreditornya menyempurnakan akta pembebanan hak tanggungan yang diberikan oleh pihak penjamin, maka putusan Mahkamah Agung tersebut diatas dipastikan akan berbeda cerita, sebab memang tiada Sertifikat Hak Tanggungan atas agunan milik Penggugat Intervensi yang dapat ditunjukkan oleh pihak kreditor.
Atau, bila memang konstruksi hukum yang terjadi ialah inbreng, maka kreditor hanya boleh mengikat jaminan kebendaan ketika aset telah “dibalik-namakan” kepada nama debitor. Satu kesalahan kecil dalam prosedur hukum jaminan kebendaan, seluruh piutang terancam gagal bayar. Pengalaman yang harus dibayar mahal.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.