Yurisdiksi Kewenangan Pengadilan terkait Harta Boedel Pailit

LEGAL OPINION
Question: Bila yang akan digugat ialah terkait boedel pailit, maka pengadilan mana yang berwenang memeriksa dan memutus?
Brief Answer: Pengadilan Niaga yang memutuskan perkara kepailitan, masuk dalam register “gugatan lain-lain” kepailitan. Sehingga bukan menjadi kompetensi absolut Pengadilan Negeri, namun Pengadilan Niaga.
Untuk itu perlu dianalisa terlebih dahulu, objek gugatan merupakan bagian dari boedel pailit ataukah bukan. Meski demikian SHIETRA & PARTNERS memiliki pendapat yang sedikit berlainan dari pandangan umum kalangan Hakim Niaga. Bila sengketa kepailitan masih dalam masa insolvensi, dimana hak kreditor separatis atas agunan yang diikat jaminan kebendaan masih menjadi kewenangan mutlak kreditor separatis karena agunan belum jatuh pada boedel pailit meski debitor telah jatuh dalam keadaan pailit. Dalam rezim hukum kepailitan di Indonesia, pailitnya debitor tak diartikan otomatis jatuhnya seluruh harta kekayaan debitor pailit pada boedel pailit.
Konsekuensi dari belum jatuhnya agunan yang dikuasai kreditor separatis pada boedel pailit, maka atas objek agunan yang dipersengketakan belumlah menjadi kewenangan Pengadilan Niaga maupun kurator, namun masih merupakan kewenangan mutlak Pengadilan Negeri dan kreditor separatis. Kecuali, masa insolvensi kepailitan telah lewat waktu atau bila kreditor separatis menelantarkan agunan sehingga jatuh pada boedel pailit dibawah penguasaan kurator, barulah menjadi yurisdiksi Pengadilan Niaga.
PEMBAHASAN:
Kasus dalam ilustrasi berikut menjadi contoh tren pengadilan atas permasalahan hukum diatas, yakni putusan Pengadilan Negeri Surabaya sengketa boedel pailit register Nomor 545/Pdt.G/2014/PN.SBY tanggal 29 JUNI 2015, perkara antara:
- PT. INTEGRA LESTARI (Dalam Pailit), sebagai Penggugat; melawan
- 1. SUWANDI, S.H., 2. MARDIANSYAH, S.H., 3. SUMARSO,S.H.M.H., selaku Tergugat I;
- PT. BANK NEGARA INDONESIA (Persero), Tbk, sebagai Tergugat II;
- PT. BANK INTERNASIONAL INDONESIA,Tbk., sebagai Tergugat III;
- PT. BANK CIMB NIAGA, Tbk., sebagai Tergugat IV;
- Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Sidoarjo, selaku Turut Tergugat I;
- Kepala Kantor Pertanahan Kab. Mojokerto, selaku Turut Tergugat II.
Berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya No. 06/PKPU/2013/PN.Niaga.Sby., tertanggal 30 Juli 2013, PT. Integra Lestari telah dinyatakan dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya sejak tanggal 30 Juli 2013.
Pihak kurator membantah, bahwa gugatan Penggugat terkait dengan proses kepailitan khususnya budel pailit yang dilelang oleh Targugat I di KPKLN/Turut Tergugat I dimana obyek gugatan adalah budel pailit dari PT. Intergra Lestari (Penggugat/debitor), serta yang menjadi Tergugat I adalah Kurator dari Penggugat yang dinyatakan pailit, oleh karena itu maka Pengadilan Negeri Surabaya tidak berwenang untuk mengadili perkara ini karena pokok perkara gugatan adalah mengenai harta yang termasuk dalam budel pailit seharusnya gugatan Penggugat diajukan ke Pengadilan Niaga.
Penggugat mendalilkan bahwa Pengadilan Negeri Surabaya berwenang memeriksa gugatan perbuatan melawan hukum dari Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV yang membawa kerugian pada Kreditor Separatis, Debitor dan Kreditor Konkuren.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat I, disebabkan tidak mengurus harta budel pailit secara optimal, padahal harga lelang budel pailit semakin menurun dari semula lelang pertama sebesar Rp. 265.000.000.000,- (dua ratus enam puluh lima milyar rupiah) menjadi terjual dengan harga 118.010.000.000,- (seratus delapan milyar sepuluh juta rupiah); hal ini menunjukkan ketidak-profesionalnya Tergugat I dalam mengurus harta budel pailit sehingga tentunya merugikan pihak kreditor separatis itu sendiri—meski disaat bersamaan SHIETRA & PARTNERS justru menilai kesalahan paling utama terletak pada pembiaran / penelantaran agunan oleh pihak Kreditor Separatis sehingga jatuh pada boedel pailit.
Penulis menyampaikan, bila saja Kreditor Separatis memanfaatkan dengan baik momen masa insolvensi, maka agunan tidak akan jatuh pada boedel pailit, dan kurator tidak memiliki hak untuk mengurus ataupun memungut dari hasil parate eksekusi terhadap agunan. Sangat disayangkan, nilai agunan jatuh hingga separuh harga di tangan pengurusan kurator.
Terhadap gugatan Penggugat serta sanggahan Tergugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Bahwa oleh karena eksepsi Para Tergugat mengenai kewenangan mengadili (kompetensi absolut) maka berdasarkan Pasal 136 HIR / 162 RBg Pengadilan harus mempertimbangkan terlebih dahulu eksepsi tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan surat bukti permulaan yang diajukan oleh Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, yaitu surat bukti bertanda T.I,1; T.II.1; TIII.I; berupa Turunan Putusan No. 06/PKPU/2013/PN.Niaga. Sby, tanggal 30 Juli 2013, dihubungkan dengan keterangan tiga orang saksi yang diajukan oleh Penggugat dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya No. 06/PKPU/2013/PN.Niaga.Sby., tertanggal 30 Juli 2013, Penggugat / PT. Integra Lestari telah dinyatakan dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya sejak tanggal 30 Juli 2013;
“Menimbang, bahwa sebagai konsekwensi logis bahwa Penggugat (Debitor) dinyatakan Pailit pada tanggal 13 juli 2013 maka:
- Kurator (Tergugat I) berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjuan kembali (pasal 16 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang);
- sejak dimulai pengangkatannya, Kurator (Tergugat I) harus melaksanakan semua upaya hukum untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima (Pasal 98 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang);
- Debitor / Penggugat /P.T. Integra Lestari demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pailit diucapkan (Pasal 24 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang);
- Segala tindakan Penggugat hukum harus diwakili oleh Kurator yakni Tergugat I sebagaimana ketentuan dalam Pasal 26 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mempelajari gugatan Penggugat ternyata gugatan Penggugat terkait dengan proses kepailitan khususnya budel pailit yang dilelang oleh Targugat I di KPKLN / Turut Tergugat I, atau dengan kata lain obyek gugatan dalam perkara a quo adalah budel pailit dari PT. Intergra Lestari Dalam Pailit (Penggugat); yang mana dalam gugatan a quo Penggugat / P.T. Integra Lestari selaku Debitor telah menggugat pihak-pihak sebagai berikut :
- Tergugat I selaku Tim Kurator PT. Integra Lestari;
- Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV selaku Kreditor;
“Menimbang, bahwa sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 1 angka (7) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bunyi selengkapnya adalah:
- Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang menyatakan : “Putusan atas Permohonan Pernyataan Pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dengan dan/atau diatur dalam Undang Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor.”
- Pasal 1 angka (7) UU Kepailitan dan PKPU yang menyatakan : “Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam ruang lingkup peradilan umum.”
- Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang menyatakan : “Yang dimaksud dengan “hal-hal lain” adalah antara lain:
- Actio Pauliana;
- Perlawanan Pihak Ketiga; atau
- Perkara dimana Debitor, Kreditor, Kurator atau Pengurus, menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit;
- Termasuk gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan Perseroan dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya.
“Menimbang, bahwa dengan mendasarkan pada Pasal 3 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 1 angka (7) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menurut hemat Majelis Hakim maka Penggugat seharusnya mengajukan “gugatan hal hal lain” dimana Pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Niaga Surabaya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat eksepsi Para Tergugat beralasan hukum sehingga harus dikabulkan dengan demikian Pengadilan Negeri Surabaya tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara tersebut;
M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan eksepsi Para Tergugat;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Surabaya tidak berwenang mengadili perkara ini.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.