Tenaga Penjahit Perusahaan Konveksi / Garment, Otomatis Pekerja Tetap

LEGAL OPINION
Question: Tenaga penjahit pada perusahaan yang bergerak dibidang konveksi apa boleh diikat kerja kontrak?
Brief Answer: Tidak boleh. Dengan kata lain, tenaga kerja yang bertanggung jawab atas tugas pokok dan fungsi yang sejalan dengan core business dari usaha pengusaha, maka tak dapat diikat hubungan berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Artinya pula, tak dapat sewaktu-waktu pihak pengusaha mem-putus hubungan kerja (PHK) dengan alasan masa kerja kontrak telah berakhir—sekalipun pekerja/buruh sebelumnya telah menandatangani PKWT.
PEMBAHASAN:
Hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial maupun Hakim Agung memiliki pandangan yang konsisten terkait hal tersebut diatas, sebagaimana dapat kita temukan dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 111 PK/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 24 Februari 2016, perkara antara:
- PT. DOOSAN CIPTA BUSANA JAYA, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat; melawan
- WASTINAH K., selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat.
Tergugat merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri garment, memproduksi pakaian jadi, secara terus-menerus yang selanjutnya diekspor keluar negeri. Penggugat bekerja pada Tergugat di bagian operator sewing sampai bulan September 2010, tanpa ada perjanjian kerja/harian lepas.
Tanggal 22 September 2010 sampai dengan tanggal 22 November 2011 di-kontrak kerja oleh pihak Tergugat, tanpa mendapatkan salinan/copy kontrak kerja/PKWT. Setelah berakhirnya kontrak kerja tanggal 22 November 2011, Penggugat tidak pernah dipanggil oleh Tergugat untuk menandatangi perpanjangan kontrak kerja, melainkan terus-menerus bekerja sampai tanggal 08 Oktober 2013.
Tanggal 08 Oktober 2013, secara mendadak Penggugat diberikan surat keterangan pemutusan hubungan kerja, dengan alasan jangka waktu kontrak kerja sudah berakhir. Note SHIETRA & PARTNERS: Rata-rata sengketa pada lembaga penyelesaian hubungan industrial ialah perihal PHK terhadap pekerja/buruh dengan alasan PKWT telah berakhir. Sengketa dalam perkara ini menjadi salah satu ilustrasi dari mayoritas gugatan yang dihadapkan kalangan pekerja pada PHI di seluruh wilayah di Indonesia.
Oleh karena perusahaan Tergugat bergerak dibidang industri pakaian jadi (garmen) sedangkan jenis pekerjaan yang dilakukan oIeh Penggugat di bagian produksi (operator jahit) yang tugas utamanya adalah menjahit pakaian atau membuat pakaian jadi, yang tidak lain merupakan bagian dari usaha pokok (core business) dan merupakan jenis pekerjaan yang bersifat tetap di perusahaan Tergugat, maka PKWT antara Penggugat dengan Tergugat demi hukum harus dinyatakan bertentangan dengan ketentuan Pasal 59 Ayat (1), (2), (4) jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep.100/MEN/W/2004, dan oIeh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 59 Ayat (7) jo. Pasal 15 Kepmenaker Nomor 100/MEN/2004 PKWT antara Para Penggugat dengan Tergugat demi hukum berubah menjadi PKWTT terhitung sejak adanya hubungan kerja atau terhitung sejak bulan september 2009.
Maka atas perbuatan melawan hukum Tergugat, Penggugat menuntut hak normatif berupa 2 kali ketentuan uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
Penggugat mengajukan surat bipartit kepada Tergugat, terkait berakhirnya hubungan kerja (PHK), dan pihak Tergugat tidak ada tanggapan dari pihak Tergugat, sehingga perselisihan dilanjutkan (by pass) ke tingkat mediasi pada Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara yang terhadapnya pihak Mediator Disnaker menerbitkan surat anjuran, sebagai berikut:
“Agar pihak perusahaan PT. Doosan Busana Jaya , membayar secara tunai atas hak pesangon kepada pekerja Sdri. Wastinah sebagai berikut:
a. Uang pesangon 2 x 4 x Rp2.441.000,00 =Rp19.528.000,00
b. Uang penghargaan masa kerja 2xRp2.441.000,00 =Rp 4.882.000,00
Jumlah =Rp24.410.000,00
c. Penggantian hak 15% x Rp24.520.000,00 =Rp 3.661.500,00
Upah proses sejak:
Oktober 2013 s/d Desember 2013 = 3xRp2.200.000,00=Rp 6.600.000,00
Januari 2014 s/d maret 2014 = 3 x Rp2.441.000,00 =Rp 7.323.000,00
Jumlah =Rp41.994.500,00.”
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan putusan Nomor 155/PHI.G/2014/PN.JKT.PST. tanggal 1 September 2014 yang amarnya sebagai berikut:
1. Menyatakan Tergugat telah dipanggil secara patut, tetapi tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian dengan verstek;
3. Menyatakan ‘putus’ hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat sejak putusan ini diucapkan;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat uang kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak dan upah Penggugat selama proses Pemutusan Hubungan Kerja yang seluruhnya sebesar Rp54.922.500,00 (lima puluh empat juta sembilan ratus dua puluh dua ribu lima ratus rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Tergugat tidak mengajukan kasasi, namun pada tahun berikutnya mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa oleh karena di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tidak mengatur mengenai pemeriksaan peninjauan kembali, maka Mahkamah Agung mengacu kepada ketentuan Pasal 67, 68, 69, 71 dan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009;
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama alasan-alasan peninjauan kembali yang diterima tanggal 25 Juni 2015 dan jawaban alasan peninjauan kembali tanggal 19 Agustus 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, ternyata Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dan tidak ada kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata, alasan-alasan Pemohon Peninjauan Kembali tidak berkenaan dengan ketentuan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, dengan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT. Doosan Cipta Busana Jaya, tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT. DOOSAN CIPTA BUSANA JAYA, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.