KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Makna Istilah Sita Umum dalam Kepailitan

LEGAL OPINION
Question: Apa maksud dari istilah ‘sita umum’ dalam suatu kasus kepailitan?
Brief Answer: Kaedah yang dibentuk lewat yurisprudensi Mahkamah Agung menyebutkan, istilah “sita umum” adalah suatu sita yang bukan untuk kepentingan seorang atau beberapa pihak kreditur, melainkan untuk semua kreditur atau dengan kata lain untuk mencegah penyitaan dari eksekusi yang dimintakan oleh kreditur secara perorangan—namun, “sita umum” tidak berlaku terhadap hak Kreditor Separatis atas agunan yang diikat jaminan kebendaan sebagai prinsip dari separated creditor. Hanya Kreditor Separatis yang memiliki imunitas terhadap “sita umum”; kecuali Kreditor Separatis dinilai telah menelantarkan agunan yang dikuasainya.
PEMBAHASAN:
Pasal 1 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan:
Kepailitan adalah sitaan umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”
Kaedah yang dapat kita tarik mengenai apa yang dimaksud dengan “sita umum”, diilustrasikan lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa gugatan perdata register Nomor 46 K/Pdt/2007 tanggal 16 MEI 2007, perkara antara:
- PT. ASMAWI AGUNG CORPORATION, yang diwakili oleh Kurator H. HENDRA ROZA PUTERA, S.H., sebagai Pemohon Kasasi I dahulu Tergugat I;
- PT. BANK NEGARA INDONESIA 46 (Persero) Tbk, selaku Pemohon Kasasi II dahulu Tergugat II; melawan
- TIM LIKUIDASI PT. SEJAHTERA BANK UMUM (TLSBU), sebagai Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat merupakan tim likuidasi bentukan pemerintah guna memulihkan dana negara yang pernah memberi dana talangan kepada PT. Sejahtera Bank Umum (PT. SBU). PT. SBU kemudian mengalami kondisi tidak sehat, sehingga dilikuidasi.
Saat Penggugat sedang menjalankan tugas dan memperoleh mandat dari Negara untuk mengembalikan uang Negara yang pernah dikucurkan kepada PT. SBU (DL) melalui Bank Indonesia dalam bentuk dana talangan sejumlah Rp..1.402.875.000.000,- dan US$.20.597.611,85,-; tiba-tiba pada bulan Desember 2004, rekening-rekening Penggugat berupa rekening giro dan deposito yang berada di tangan Tergugat II, diblokir oleh Tergugat I dan Tergugat II berdasarkan Penetapan Hakim Pengawas No.05/Pailit/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. No.010/K/N/2000 jo. No.018/N/2000 tertanggal 30 November 2004 dan 30 Desember 2004 dengan alasan bahwa uang yang ada dalam rekening tersebut merupakan boedel pailit PT. ASCO sejumlah Rp.69.218.764.927,-.
Penggugat merasa, uang tersebut adalah dana yang dikumpulkan oleh Tim Likuidasi dari hasil pencairan asset yang akan disetorkan kepada Negara sebagai pemulihan dana talangan. Pada tahun 2005, Tergugat I meminta Tergugat II agar memindahkan dana yang ada di rekening-rekening Penggugat ke rekening Tergugat I. Permintaan Tergugat I tanpa disertai bilyet / sertifikat deposito asli, karena bilyet/sertifikat deposito asli tersebut masih berada di Penggugat.
Tergugat II terhadap permintaan Tergugat I, meski tidak memiliki bilyet / sertifikat deposito asli nomor-nomor rekening giro, tetap mengabulkan permintaan Tergugat I untuk memindah-bukukan dana yang ada dalam rekening-rekening milik Penggugat.
Perbuatan Tergugat I dan Tergugat II, dinilai sebagai suatu perbuatan melawan hukum (PMH), dengan dalil, hukum acara perdata mengatur bahwa yang bisa mengeksekusi putusan adalah Pengadilan Negeri yang diwakili oleh petugas pengadilan dalam hal ini adalah Juru Sita.
Tergugat II telah mengabulkan permintaan Tergugat I untuk memindahkan dana yang terdapat di rekening-rekening Penggugat ke rekening Tergugat I tanpa bilyet / sertifikat deposito asli dan nomor-nomor rekening giro, sehingga dinilai bertentangan dengan prosedur yang berlaku dalam sistem Perbankan di Indonesia, yaitu membocorkan nomor-nomor rekening giro dan deposito kepada pihak lain yang seharusnya adalah wewenang Bank Indonesia dan bersifat sangat pribadi.
Perbuatan Tergugat I dan Tergugat II memindahkan dana-dana yang terdapat di rekening-rekening Penggugat ke rekening Tergugat I juga dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 50 Huruf (b):
“Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap uang yang harus disetor pada pihak ketiga kepada Negara / Daerah.”
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan, yaitu putusan No. 120/PDT.G/2005/PN.JKT.PST tanggal 3 Oktober 2005, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimana disebutkan pada angka 1 s/d angka 5 di atas menurut Majelis Hakim, Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan dimana perbuatan tersebut bersifat melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada Penggugat karena Tergugat II telah memindahkan dana yang ada dalam rekening Penggugat ke rekening Tergugat I tanpa sepengetahuan Penggugat dan hal tersebut merupakan suatu kesalahan yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II yang apabila dihubungkan dengan pengertian perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) sebagaimana diuraikan di atas baik pengertian perbuatan melawan hukum yang disebutkan oleh Subekti maupun oleh Rosa Agustina menurut Majelis Hakim perbuatan Tergugat I, Tergugat II tersebut sudah termasuk perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa dari bukti-bukti T.II-1 s/d T.II-9 yang diajukan oleh Tergugat II menurut Majelis Hakim Tergugat II tidak dapat membantah bahwa pengalihan dana Penggugat tersebut adalah berdasarkan kepada putusan Niaga yang bersifat Non Executable oleh karenanya perbuatan Tergugat II memindahkan dana Penggugat tersebut ke rekening Tergugat I adalah bertentangan dengan hukum oleh karenanya perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum;
MENGADILI :
Dalam Eksepsi:
- Sebelum memutus pokok perkara;
- Menolak semua eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I dan Tergugat II termasuk eksepsi tentang kompetensi absolut;
- Menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
- Menyatakan Tim Likuidasi Sejahtera Bank Umum (DL) adalah satu-satunya pihak yang masih berhak dan berwenang mewakili Sejahtera Bank Umum (DL) untuk melakukan tindakan hukum baik didalam maupun diluar Pengadilan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1999 tentang “Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank” sampai dengan didaftarkannya pengumuman berakhirnya likuidasi dalam Berita Negara Republik Indonesia;
- Menghukum Tergugat I untuk membayar kerugian Penggugat atas bunga rekening tersebut yang seharusnya diterima oleh Penggugat dari uang yang ada di dalam rekening tersebut sebesar 6 % per tahun dari seluruh dana yang ada di rekening Penggugat dan bunga tersebut terus berjalan sampai Tergugat I dan Tergugat II mengembalikan seluruh dana yang semula ada dalam rekening Penggugat tersebut;
- Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk mengembalikan dana yang ada dalam rekening Penggugat seperti semula tanpa terkecuali;
- Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah dilakukan oleh juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Barat terhadap rekening-rekening atas nama H. Hendra Roza Putera, SH. selaku Tergugat I dalam perkara ini sebagai berikut : ...;
- Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk mematuhi dan melaksanakan putusan ini.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat I dan Tergugat II, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta lewat putusannya No. 47/Pdt/2006/PT.DKI tanggal 18 April 2006. Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Mengenai keberatan ad.1 dari Pemohon Kasasi I (Kurator PT. Asmawi Agung Corporation) dan Pemohon Kasasi II (PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan ini dapat dibenarkan sebab judex facti tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini karena yang berwenang Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengingat alasan-alasan sebagai berikut:
1. Bahwa Pasal 3 Ayat 1 menentukan “Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan atau diatur dalam undang-undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitur. Dengan penjelasan Ayat 1 tersebut berbunyi “yang dimaksud dengan “hal-hal lain”, adalah antara lain, actio paulina”, perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, atau perkara dimana debitur, kreditur, kurator atau pengurus menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit termasuk gugatan kurator terhadap debitur yang menyebabkan perseroan dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya. Hukum acara yang berlaku dalam mengadili perkara termasuk “hal-hal lain” adalah sama dengan hukum Acara Perdata yang berlaku bagi perkara permohonan pernyataan pailit termasuk mengenai pembatasan jangka waktu penyelesaiannya. Mengenai hukum acara perdata yang dapat digunakan oleh pasal 299 Undang-Undang No.37 tahun 2007 ditegaskan “Kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, maka hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata, sehingga dalam hal ini untuk Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berlaku HIR dan ketentuan-ketentuan lain dari Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah Jawa–Madura serta yurisprudensi yang dapat menjadi pedoman;
2. Bahwa secara singkat esensi kepailitan dapat dikatakan sebagai sita umum atas harta kekayaan debitur baik yang ada pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditur yang pada waktu debitur dinyatakan pailit mempunyai hutang, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib (bandingkan Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004). Berkaitan dengan digunakannya istilah “sita umum” perlu dijelaskan, karena sita tersebut bukan untuk kepentingan seorang atau beberapa orang kreditur, melainkan untuk semua kreditur atau dengan kata lain untuk mencegah penyitaan dari eksekusi yang dimintakan oleh kreditur secara perorangan;
3. Bahwa Pasal 26 Ayat 1 undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan “Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator”;
4. Bahwa dengan memperhatikan pengertian kepailitan sebagai sita umum tersebut di atas, Pasal 1 Butir 1, Pasal 3 Ayat 1 beserta penjelasannya, Pasal 1 Butir 1, Pasal 26 Ayat 1 dan Pasal 299 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 serta Pasal 195 Ayat 6 HIR, maka Mahkamah Agung berpendapat perlawanan oleh pihak ketiga (derden verzet) mengenai budel pailit, tersebut harus diajukan terhadap kurator melalui Pengadilan Niaga;
5. Bahwa karena obyek gugatan (C2 uang sebesar Rp.69.218.764.927) dalam perkara ini adalah merupakan boedel pailit (cq, casu berada dalam sita umum) berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 28 Pebruari 2000 Nomor 05/Pailit/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst jis putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 25 Januari 2005, No.02/Bdg/Pailit/2004/PN.Niaga Jkt.Pst dan putusan Mahkamah Agung tanggal 18 Oktober 2000 No.014 PK/N/2000 (surat bukti T.I.7 s.d T.I-9), maka berdasarkan Pasal 1 butir 1, Pasal 3 Ayat 3 beserta penjelasannya, Pasal 1 Butir 1, Pasal 26 Ayat 1 dan Pasal 299 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 serta Pasal 195 Ayat 6 HIR bagi Termohon Kasasi seharusnya menggunakan upaya hukum perlawanan oleh pihak ketiga (derden verzet) yang diajukan terhadap Kurator Debitur Pailit PT. Asmawi Agung Corporation melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ad. 1 tersebut diatas, tanpa mempertimbangkan keberatan/alasan kasasi selebihnya baik yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I Kurator PT. Asmawi Agung Corporation maupun Pemohon Kasasi II PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I Kurator PT. Asmawi Agung Corporation dan Pemohon Kasasi II PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 18 April 2006, No.47/PDT/2006/PT.DKI yang telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 3 Oktober 2005 No. 120/PDT.G/2005/PN.JKT.PST jo. Putusan Sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta mengadili sendiri perkara ini, dengan amar sebagaimana tertera di bawah ini;
M E N G A D I L I
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : KURATOR PT. ASMAWI AGUNG CORPORATION dan Pemohon Kasasi II : PT. BANK NEGARA INDONESIA (Persero), Tbk tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 18 April 2006, No.47/PDT/2006/PT.DKI yang telah menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 3 Oktober 2005 No. 120/PDT.G/2005/PN.JKT.PST jo. Putusan Sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 Juli 2005 Nomor 120/PDT.G/2005/PN.JKT.PST;
MENGADILI SENDIRI
DALAM EKSEPSI
- Menerima eksepsi tentang kewenangan absolut yang diajukan oleh Tergugat I dan Tergugat II;
DALAM PROVISI DAN POKOK PERKARA
- Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.