PKWT Pekerjaan Berdasarkan Pesanan Wajib Dibuktikan Adanya Purchase Order

LEGAL OPINION
Question: Bagaimana pandangan hakim di pengadilan terkait kerjaan yang sangat tersangkut paut adanya pesanan bila sedang musim orderan banyak, misalnya saat musim kampanye calon kepala daerah tiba dimana kami butuh lebih banyak tenaga penjahit, namun pekerja yang melakukan proses produksi baru akan kami perbanyak saat musim orderan sedang banyak dan apa boleh kami putus berdasarkan PKWT saat orderan mulai sepi?
Brief Answer: Pekerjaan yang bersifat musiman, masih dimungkinkan untuk melakukan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sekalipun jenis pekerjaannya bersifat pokok usaha. Namun, klaim adanya orderan yang meningkat sehingga dibutuhkan tenaga tambahan sementara saat musim pesanan meningkat, perlu untuk dibuktikan di depan hakim.
Terdapat dua syarat pekerjaan musiman yang dapat dibenarkan oleh pelaku usaha untuk mengikat tenaga tambahan dengan kerja kontrak / PKWT:
1. Adanya bukti pesanan dari pengguna barang/jasa; dan
2. Bukti pembukuan perusahaan bahwa pesanan memang sedang melonjak pada saat merekrut tenaga kerja baru berdasarkan PKWT.
PEMBAHASAN:
Kaidah tersebut diatas dapat ditarik dari putusan Mahkamah Agung RI sengketa pemutusan hubungan kerja (PHK) register Nomor 136 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 16 April 2015, perkara antara:
- 5 (lima) orang pekerja, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Para Penggugat; melawan
- PT. FCC INDONESIA, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Tergugat adalah sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) asal Jepang, yang jenis dan sifat usahanya dibidang pembuatan kopling untuk kendaraan roda empat dan roda dua yang bersifat tetap, terus menerus, dan telah berlangsung lebih kurang sejak tahun 2005 serta tidak dapat diperkirakan penyelesaiannya hingga sekarang.
PKWT antara Tergugat dengan Para Penggugat, bertentangan dengan hukum yang berlaku dimana jenis usaha produksi tergugat yang memproduksi kopling untuk kendaraan roda empat dan roda dua yang bersifat tetap. Perusahaan Tergugat adalah Perusahaan yang produksinya terus-menerus sehingga tidak dibenarkan diadakannya perjanjian kerja waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 59 ayat dan (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 jo. Keputusan Menteri Nomor KEP.100/MENA/I/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, serta Keputusan Menteri Nomor 233 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang dijalankan terus-menerus Pasal 3 huruf k sehingga perjanjian kerja waktu tertentu yang dilakukan Tergugat kepada Para Penggugat otomatis menjadi PKWTT.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung telah memberikan putusan Nomor 80/G/2014/PHI/ PN.Bdg., tanggal 20 Oktober 2014, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“... tetapi karena produksinya tergantung pada kondisi tertentu, ada tidaknya pesanan atau order yang datang, maka pekerjaan di perusahaan tersebut menjadi pekerjaan yang dapat menjadi objek perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
“Bahwa dengan demikian, herdasarkan Penjelasan Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut, perikatan yang dibuat dalam PKWT antara Para Penggugat dan Tergugat dapat dibenarkan dan legal secara hukum;
“MENGADILI:
1. Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat sesuai dengan masa berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) masing-masing Para Penggugat;
- Ambar Murdianto, terhitung sejak tanggal 28 Juli 2013;
- Agus Martoyo, terhitung sejak tanggal 29 Juli 2013;
- Abdul Muis, terhitung sejak tanggal 23 September 2013;
- M. Fahmi Nuriman, terhitung sejak tanggal 28 Juli 2013;
- Anton, terhitung sejak tanggal 23 September 2013;
3. Memerintahkan kepada Tergugat memanggil Para Penggugat untuk mengikuti tes dan seleksi untuk menentukan status ketenagakerjaan Para Penggugat secara terbuka (transparan), adil dan objektif, paling lambat 14 (empat belas) hari setelah putusan ini dibacakan.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi dengan argumentasi bahwa pekerjaan tambahan berarti adalah pelengkap atas barang/jasa sebagai perbuatan untuk dilakukan. Oleh karenanya, maka sebuah pekerjaan yang berdasarkan pesanan atau order dari pihak lain, setidaknya meyebutkan jumlah produk yang menjadi pesanan. Terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti dengan saksama memori kasasi yang diterima tanggal 19 November 2014 dan kontra memori kasasi yang diterima tanggal 15 Desember 2014, dihubungkan dengan pertimbangan putusan Judex Facti, dalam hal ini putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung, ternyata Judex Facti salah menerapkan hukum dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa dalam pertimbangan putusan Judex Facti terdapat pertimbangan tanpa didukung oleh bukti, yaitu sekalipun jenis pekerjaan Para Penggugat berkaitan dengan proses produksi (tetap) namun terbukti jenis pekerjaan Para Penggugat dilakukan atas dasar pesanan, akan tetapi tidak didukung bukti adanya Purchase Order (PO) dari perusahaan lain. (Vide Pertimbangan Putusan Judex Facti hal. 33-34);
2. Bahwa oleh karena jenis pekerjaan Para Penggugat bersifat tetap dan bukan merupakan pekerjaan tambahan yang dilakukan untuk memenuhi pesanan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 5 Kepmenakertrans Nomor 100/Men/VI/2004 maka sesuai ketentuan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 demi hukum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tersebut berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT);
3. Bahwa mengenai masa kerja dan besarnya upah Para Penggugat sebagaimana dalil gugatan butir 2 yang diakui oleh Tergugat dalam dalil jawabannya butir 4 maka dalil masa kerja dan besarnya upah Para Penggugat terbukti;
4. Bahwa sekalipun dalam gugatan Para Penggugat memohon putusan untuk dipekerjakan kembali, namun dalam petitum gugatan memohon putusan yang seadil-adilnya dan karena hubungan kerja tidak dapat dipertahankan lagi serta alasan-alasan PHK tidak berkaitan dengan ketentuan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 maka patut dan adil hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat diputus terhitung sejak adanya pelanggaran PKWT yaitu sejak PKWT kedua berakhir, dengan memperoleh hak-haknya berupa 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2) serta uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tanpa upah proses karena putusnya hubungan kerja bukan atas kemauan Tergugat melainkan karena berakhirnya PKWT yang kemudian dinilai melanggar ketentuan, rincian hak-hak Para Penggugat sebagai berikut: ...
M E N G A D I L I
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. AMBAR MURDIANTO, 2. AGUS MARYONO, 3. ABDUL MUIS, 4. M. FAHMI NURIMAN, 5. ANTON tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 80/G/2014/PHI/PN.BDG. tanggal 20 Oktober 2014;
MENGADILI SENDIRI
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
3. Menyatakan hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat putus;
4. Menghukum Tergugat membayar hak-hak kepada Para Penggugat sebagai berikut:
a. Penggugat (Ambar Murdianto) sebesar Rp0,00;
b. Penggugat II (Agus Maryono) sebesar Rp11.141.200,00 (sebelas juta seratus empat puluh satu ribu dua ratus Rupiah);
c. Penggugat III (Abdul Muis) sebesar Rp11.141.200,00 (sebelas juta seratus empat puluh satu ribu dua ratus rupiah);
d. Penggugat IV (M. Fahmi Nuriman) sebesar Rp11.141.200,00 (sebelas juta seratus empat puluh satu ribu dua ratus Rupiah);
e. Penggugat V (Anton) sebesar Rp11.141.200,00 (sebelas juta seratus empat puluh satu ribu dua ratus Rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.