PHK karena Lalai Vs. PHK karena Salah yang Disengaja

LEGAL OPINION
Question: Apa ada bedanya, dipecat dengan alasan telah lalai dalam bertugas dengan dipecat dengan alasan telah melakukan kesalahan secara disengaja? Maksud saya, bagaimana dengan hak atas pesangon bila karyawan dipecat denggan alasan-alasan tersebut diatas.
Brief Answer: Pekerja/buruh yang melakukan kesalahan terhadap pengusaha karena lalai dalam menjalankan peran atau fungsi utama pekerjannya, dikategorikan sebagai pelanggaran indisipliner semata—dimana pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadapnya tetap memberi hak kompensasi berupa pesangon dan hak-hak normatif lainnya.
Derajat kesalahan kedua ialah “salah dengan motif kesengajaan”, semisal mencuri aset perusahaan, menggelapkan keuangan perusahaan, dan kesalahan-kesalahan didorong oleh suatu niat batin sang pekerja/buruh. Dalam kategori kesalahan derajat kedua ini, pengusaha dapat mem-PHK tanpa sepenuhnya diberikan hak-hak normatif sebagaimana pekerja yang di-PHK karena kelalaiannya.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, dapatlah kita merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 406 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 15 Juni 2016, perkara antara:
- INDOFOOD cq. PT INDOMARCO ADI PRIMA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- RUDI SETIADI, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat adalah karyawan Tergugat pada PT. Indomarco Adi Prima Labuan Pandeglang, dengan jabatan sebagai Sales Supervisor, sejak 27 Agustus 1990 sampai dengan diputus hubungan kerja oleh Tergugat 1 Mei 2015, dengan masa kerja 24 tahun 9 bulan.
Selama masa kerja tersebut, Penggugat belum dan/atau tidak pernah mendapat teguran baik secara lisan maupun secara tertulis, yang merupakan suatu prestasi yang patut diakui. Namun pada tanggal 28 April 2015 tanpa dilandasi alasan yang jelas, Penggugat dimutasikan ke Cabang Tangerang.
Secara beruntun, pada tanggal 1 Mei 2015 Penggugat diputus hubungan kerja, dengan hanya merujuk kepada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya. Sementara bila kita mengutip ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 124 ayat (3), disebutkan: isi Perjanjian Kerja Bersama yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Sementara kaidah dalam Pasal 161 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan, dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama, pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan Surat Peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut.
Hukum juga telah mengatur, Pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Tanpa penetapan Pengadilan Hubungan Industrial, maka PHK dinyatakan batal demi hukum;
Praktis, sejak tanggal 1 Mei 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015 Tergugat tidak membayarkan Upah/Gaji kepada Penggugat, padahal PHK telah menjadi batal demi hukum. Penggugat kemudian mengajukan surat permohonan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial kepada Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Pandeglang.
Selanjutnya Mediator Hubungan Industrial Disnaker mengeluarkan Anjuran Tertulis yang berisi anjuran agar Tergugat memberikan Penggugat kompensasi berupa Uang Pesangon 2 (dua) kali ketentuan normal, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan hak-hak normatif lainnya. Oleh karena Tergugat menolak Anjuran, maka Penggugat mengajukan gugatan PHK sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004:
“Dalam hal Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf (a) ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.”
Tterhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Serang telah memberikan putusan Nomor 50/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Srg., tanggal 27 Januari 2016 yang amarnya sebagai berikut:
“Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat berakhir sejak tanggal 24 Juni 2015;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar uang kompensasi kepada Penggugat berupa Uang Pesangon 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebesar Rp179.372.112,00 (seratus tujuh puluh sembilan juta tiga ratus tujuh puluh dua ribu seratus dua belas rupiah);
4. Menghukum Tergugat untuk membayar Upah selama proses PHK kepada Penggugat dari bulan Mei s/d Juni 2015 sebesar = Rp16.418.500,00 (enam belas juta empat ratus delapan belas ribu lima ratus rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 19 Februari 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa hubungan kerja antara Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi sejak 27 Agustus 1990 ( 24 tahun 9 bulan);
- Bahwa Termohon Kasasi/Penggugat terbukti tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana Standart Operational Prosedure (SOP) sehingga terjadi kejanggalan tagihan atas nama Salesman Sopian yang merugikan perusahaan, namun hal ini tidak segera dilaporkan kepada atasannya dan Termohon Kasasi/Penggugat juga tidak melakukan back check atas faktur Salesman yang merupakan tugas Termohon Kasasi/Penggugat, dengan demikian Termohon Kasasi/Penggugat terbukti melanggar ketentuan Pasal 65 ayat (2) y Perjanjian Kerja Bersama (PKB), akan tetapi Termohon Kasasi secara materiil tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 65 ayat (2) e Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yaitu membantu atau turut serta dalam tindakan pencurian, penggelapan barang, korupsi atau tindakan manipulasi lainnya;
- Bahwa Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat terhadap Termohon Kasasi/Penggugat dikualifikasikan sebagai Pemutusan Hubungan Kerja karena pelanggaran disiplin kerja (indisipliner) sesuai ketentuan Pasal 161 ayat (3) juncto Pasal 156 ayat (2), (3), (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga kepada Termohon Kasasi/Penggugat diberikan kompensasi sebagaimana Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah dipertimbangkan dan diperhitungkan oleh Judex Facti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi INDOFOOD cq. PT. INDOMARCO ADI PRIMA cq. DIREKTUR UTAMA PT. INDOMARCO ADI PRIMA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi INDOFOOD cq. PT. INDOMARCO ADI PRIMA cq. DIREKTUR UTAMA PT. INDOMARCO ADI PRIMA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.