Tidak Dibayar Upah Tiga Bulan Berturut-Turut, artinya PHK

LEGAL OPINION
Question: Saat ini kami bersama beberapa rekan kerja digantung statusnya. Maksudnya, sudah beberapa bulan perusahaan tak juga bayar upah kami. Sebenarnya jika sudah seperti itu, gimana hukumnya?
Brief Answer: Bila kondisi yang “menggantung” demikian dirasa memberatkan pihak pekerja, maka pihak pekerja/buruh berhak mengajukan pemutusan hubungan kerja (PHK) disertai kompensasi pesangon (dua kali ketentuan normal) serta Upah Proses, dan hak-hak normatif lainnya, minimum bila pihak pengusaha telah tidak membayar upah selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.
PEMBAHASAN:
Kaidah normatif tersebut diberlakukan secara konsisten oleh pengadilan, sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 328 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 14 Juni 2016, perkara antara:
- PT. MAGMA SAFETY CARGO, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- SUDARMAN, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat merupakan pekerja pada Tergugat, perusahaan yang bergerak pada sektor angkutan, ekspedisi serta penyewaan mesin genset untuk container, sejak tahun 2002 hingga timbulnya perselisihan pada tahun 2014, dengan jabatan sebagai personalia umum.
Dedikasi Penggugat tidak membuahkan apresiasi dari pihak Tergugat, justru secara melawan hukum Tergugat tidak juga membayarkan upah Penggugat selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, bahkan lebih. Hal tersebut bermula pada bulan September 2013, Tergugat tidak melaksanakan hak atas upah Penggugat. Pada awal bulan Oktober 2013, Penggugat mempertanyakan realisasi upah bulan September 2013, namun tidak direspon secara baik oleh Tergugat.
Meski demikian Penggugat tetap hadir melaksanakan kewajiban bekerja di perusahaan Tergugat dan setiap awal bulan Penggugat menanyakan hak atas upah hingga masuk tahun 2014 tepatnya pada bulan Februari, Penggugat kembali mempertanyakan hak atas upah, lantas begitu terkejutnya Penggugat dikarenakan Tergugat hanya melaksanakan upah bulan September 2013. Praktis, sejak bulan Oktober 2013 Tergugat tidak melaksanakan hak atas upah Penggugat.
Atas sikap Tergugat yang tidak melaksanakan kewajiban membayar upah, Penggugat mempertanyakan namun Tergugat selalu menghindar dan menjawab berbelit-belit dengan alasan “perusahaan sedang kollaps”. Meski begitu, Penggugat tetap melaksanakan kewajibannya sebagai buruh.
Setiap memasuki awal bulan, Penggugat kembali mempertanyakan perihal upah, namun lagi-lagi Tergugat selalu menjawab dengan berbagai alasan. Nasib serupa bukan hanya dialami Penggugat, pada tanggal 19 Agustus 2014 sebagai personalia umum, Penggugat menerima pula keluhan bawahannya yang juga belum menerima upah. Atas keluhan tersebut Penggugat sampaikan akan menindaklanjuti dengan menyampaikannya kepada Tergugat. Saat pertemuan membahas hak atas upah, Penggugat menegaskan kepada Tergugat untuk melaksanakan kewajiban membayar hak atas upah.
Lagi-lagi Tergugat nyatakan tidak dapat melaksanakan hak atas upah buruh dengan dalih sedang kollaps. Atas perselisihan tersebut, telah dilakukan perundingan mediasi dan di hadapan Mediator Hubungan Industrial, Tergugat bersedia menyelesaikan perselisihan sebagaimana Risalah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tanggal 24 November 2014. Namun dalam realisasinya Tergugat tidak juga melaksanakan risalah penyelesaian perselisihan.
Perusahaan Tergugat hingga saat ini tetap beroperasi seperti biasa dan tidak dalam masa pailit, kollaps dan/atau tidak mengalami masalah keuangan sebagaimana didalilkan Tergugat. Oleh karena Tergugat tidak melaksanakan kewajiban membayar hak atas upah Penggugat secara tepat waktu selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, Penggugat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja dengan merujuk norma Pasal 169 Ayat (1) Huruf (c) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Selain hak atas upah yang tidak dilaksanakan secara tepat waktu selama 3 (tiga) bulan berturut-turut bahkan lebih, ternyata Tergugat juga tidak melaksanakan hak Penggugat atas Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2014, sehingga dirasakan melukai hati Penggugat, dikarenakan telah mengabdi lebih dari 12 (dua belas) tahun.
Oleh karena itu, Penggugat menyebutkan, tindakan Tergugat yang tidak bersedia melaksanakan hak Penggugat tidak dapat ditafsirkan lain selain perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), seakan hendak menggelapkan hak upah yang seharusnya diterima Penggugat.
Mengingat Tergugat tidak melaksanakan hak atas upah Penggugat selama 3 (tiga) bulan berturut-turut bahkan lebih, maka Penggugat memohon Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan seharusnya Penggugat diberikan hak atas konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 169 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 114/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Mdn., tanggal 19 Oktober 2015, dengan amar sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus sejak 1 September 2014;
- Menyatakan Tergugat yang tidak membayar upah Penggugat sejak bulan Oktober 2013 sampai dengan Agustus 2014 dan membayar upah di bawah upah minimum bertentangan dengan ketentuan Pasal 89 juncto Pasal 90 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
- Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti perumahan dan perobatan, upah yang belum dibayar dari Oktober 2013 sampai dengan Agustus 2014, dan THR 2014 sebesar = Rp69.302.675,00 (enam puluh sembilan juta tiga ratus dua ribu enam ratus tujuh puluh lima rupiah), dengan perincian sebagai berikut:
- Uang pesangon: 2 x 9 x Rp1.851.500,00 = Rp33.327.000,00;
- Uang penghargaan masa kerja: 5 x Rp1.851.500,00 = Rp 9.257.500,00;
Jumlah = Rp42.584.500,00;
- Uang pengganti perumahan dan perobatan: 15 % x Rp42.584.500,00 = Rp 6.387.675,00;
- Upah yang belum dibayarkan dari bulan Oktober 2013 sampai dengan Agustus 2014 (10) bulan = Rp18.515.000,00;
- THR tahun 2014 1 (satu) bulan gaji = Rp 1.815.500,00
Jumlah seluruhnya = Rp69.302.675,00 (enam puluh sembilan juta tiga ratus dua ribu enam ratus tujuh puluh lima rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 18 Januari 2016 serta kontra memori kasasi tanggal 26 Februari 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) antara Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi berkaitan dengan alasan pemutusan hubungan kerja sesuai ketentuan Pasal 169 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu tidak membayar upah tiga bulan berturut-turut atau lebih, dalam hal ini Pemohon Kasasi tidak membayar upah Termohon Kasasi sejak bulan Oktober 2013 sampai dengan Agustus 2014;
2. Bahwa terhadap keadaan usaha Pemohon Kasasi dalam keadaan sulit sebagaimana dalil Pemohon Kasasi tidak dikuatkan dengan bukti akuntan publik sesuai ketentuan Pasal 164 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan;
3. Bahwa dengan demikian alasan pemutusan hubungan kerja a quo telah tepat dengan hak sesuai ketentuan Pasal 169 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, namun berdasarkan keadilan perlu diperbaiki sepanjang mengenai upah proses dari 10 bulan menjadi 6 bulan sesuai dengan lamanya proses penyelesaian pemutusan hubungan kerja menurut Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 juncto rumusan pleno kamar Mahkamah Agung RI tahun 2015;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. MAGMA SAFETY CARGO, tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 114/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Mdn., tanggal 19 Oktober 2015 sehingga amarnya seperti yangakan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. MAGMA SAFETY CARGO, tersebut;
- Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 114/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Mdn., tanggal 19 Oktober 2015, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus sejak 1 September 2014;
3. Menyatakan Tergugat yang tidak membayar upah Penggugat sejak bulan Oktober 2013 sampai dengan Agustus 2014 dan membayar upah di bawah upah minimum bertentangan dengan ketentuan Pasal 89 juncto Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti perumahan dan perobatan, upah yang belum dibayar dari Oktober 2013 sampai dengan Agustus 2014, dan Tunjangan Hari Raya (THR) 2014 sejumlah = Rp61.896.675,00 (enam puluh satu juta delapan ratus sembilan puluh enam ribu enam ratus tujuh puluh lima rupiah), dengan perincian sebagai berikut:
- Uang pesangon: 2 x 9 x Rp1.851.500,00 = Rp33.327.000,00;
- Uang penghargaan masa kerja: 5 x Rp1.851.500,00 = Rp 9.257.500,00;
Jumlah = Rp42.584.500,00;
- Uang pengganti perumahan dan perobatan: 15 % x Rp42.584.500,00 = Rp 6.387.675,00;
- Upah yang belum dibayarkan dari bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014 (6) bulan = Rp11.109.000,00;
- Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2014 1 (satu) bulan gaji = Rp 1.815.500,00+ Jumlah seluruhnya = Rp61.896.675,00 (enam puluh satu juta delapan ratus sembilan puluh enam ribu enam ratus tujuh puluh lima rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Adapun bunyi selengkapnya dari ketentuan Pasal 169 UU Ketenagakerjaan:
(1) Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
a. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
b. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;
e. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
f. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(3) Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3).
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.