Menghalangi Pekerja Masuk Kerja, artinya PHK dengan Kriteria Efisiensi Usaha, 2 X Pesangon

LEGAL OPINION
Question: Ini gimana, jika seorang pegawai tidak lagi diberi akses masuk kerja oleh perusahaan? Masih bisa masuk ke dalam pabrik, tapi rekam sidik jari saya pada mesin absensi sudah tidak ada, jadi saya tak bisa dicatat sistem sebagai telah masuk kerja. Setelah ditanyakan, kepala pabrik mengatakan saya telah diberhentikan.
Brief Answer: Perihal harapan untuk dapat kembali masuk kerja pada perusahaan tersebut, tampaknya sudah tidak memungkinkan—dengan alasan disharmoni. Namun berdasarkan best practice berbagai putusan sengketa pemutusan hubungan kerja (PHK), mulai dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mingga Mahkamah Agung RI (MA RI), PHK dengan menghalangi niat pekerja/buruh untuk masuk bekerja akan dikualifikasi sebagai efisiensi usaha, yang berkonsekuensi yuridis kewajiban bagi pengusaha untuk memberi kompensasi berupa 2 (dua) kali ketentuan pesangon normal, disamping hak atas uang penggantian hak, dan hak-hak normatif lainnya.
Kaidah ini tidak kita temukan dalam UU Ketenagakerjaan, namun dibentuk lewat preseden putusan pengadilan yang dijalankan secara konsisten oleh para hakim, sehingga membentuk yurisprudensi tetap demikian.
PEMBAHASAN:
Dari pengamatan SHIETRA & PARTNERS, kasus serupa sudah banyak terjadi, sebagai contoh putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 387 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 14 Juni 2016, perkara antara:
- PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) GROUP, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- AFRINALDI, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat adalah karyawan Tergugat dengan jabatan terakhir Credit Analysis Coordinator (CAC), dengan masa kerja 5 (lima) tahun, bekerja sejak Maret 2009 sampai dengan Februari 2010 sebagai tenaga kerja kontrak, kemudian diangkat menjadi karyawan tetap sejak Maret 2010.
Pada tanggal 1 Februari 2015, Penggugat tiba-tiba mendapatkan surat dari Tergugat, yang isinya menyebutkan bahwa hubungan kerja antara Tergugat dan Penggugat akan berakhir tanggal 1 Februari 2015 akibat melakukan kesalahan berat sesuai dengan ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Atas hal tersebut, Penggugat meminta klarifikasi kepada Tergugat dan berusaha untuk menjelaskan duduk perkara konflik internal antar karyawan yang tidak lain ialah masalah wajar dalam hubungan antar karyawan, namun tidak mendapatkan tanggapan yang baik dari Tergugat. Penggugat berniat tetap masuk bekerja sebagaimana biasanya, tetapi dari pihak Tergugat mengatakan bahwa nama Penggugat tidak lagi merupakan karyawan Tergugat, karena itu Penggugat tidak bisa lagi mengisi absen sebagaimana mestinya.
Karyawan lain yang menjadi sumber konflik internal, melakukan perdamaian dengan Penggugat, dan bersedia memberikan santunan biaya pengobatan Penggugat yang dianiaya oleh karyawan lain tersebut. Dan mulai saat itu, antara Penggugat dan anak buahnya sudah tidak ada permasalahan dan berhubungan baik seperti biasa, namun demikian pihak Tergugat tetap tidak mau mempekerjakan Penggugat.
Dalam rangka menyelesaikan permasalahan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja oleh Tergugat, telah dilakukan perundingan tripartit oleh Penggugat bersama Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Kampar serta perwakilan Tergugat, dan atas upaya mediasi tersebut Disnaker menerbitkan Surat Anjuran yang berbunyi:
a. Agar pihak perusahaan PT FIF Group dan pekerja melaksanakan hak dan kewajiban selama Putusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) belum ditetapkan sesuai ketentuan Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
b. Agar kedua belah pihak memberikan jawaban atas anjuran tersebut selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah menerima surat anjuran ini;
c. Apabila para pihak/salah satu pihak menolak anjuran maka proses selanjutnya melakukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di Pekanbaru.
Meski telah dikeluarkan anjuran oleh Disnaker, Tergugat tetap tidak mau mempekerjakan Penggugat. Dan jika dilihat dari sikap Tergugat selama ini dalam menanggapi permasalahan, menurut hemat Penggugat, antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak memungkinkan lagi untuk menjalin hubungan kerja yang kondusif, untuk itu Penggugat mohon kepada Majelis Hakim untuk dapat dilakukan pemutusan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat dengan memberikan segala hak-hak yang semestinya diterima Penggugat.
Dikarenakan Tergugat melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak kepada Penggugat tanpa ada dasar hukum yang jelas, maka untuk itu, Tergugat harus memberikan hak-hak Penggugat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 165 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.”
Dalam sanggahannya, Tergugat mendalilkan bahwa justru Penggugatlah pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya, bahwa tidak ada satupun perintah yang melarang Penggugat untuk bekerja atau memasuki wilayah kerja, dan hal ini seharusnya tidak menjadi halangan bagi Penggugat untuk bekerja, justru sepertinya Penggugat lagi berilusi telah ada larangan bagi dirinya untuk bekerja.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru telah memberikan Putusan Nomor 32/Pdt.Sus-PHI/2015/PN PBR., tanggal 19 Oktober 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, ... bahwa fakta yang terungkap di persidangan Tergugat tidak bersedia lagi melanjutkan hubungan kerja dengan Penggugat, sedangkan Penggugat masih beriktikad baik tetap masuk bekerja;
“Tergugat tidak bersedia mempekerjakan Penggugat lagi di perusahaannya dengan segala akibat hukumnya;
“Bahwa atas pemutusan hubungan kerja tersebut Penggugat berhak untuk mendapatkan uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat 2;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Tergugat kepada Penggugat melalui Surat Nomor 01/SK-224/I/15 tanggal 30 Januari 2015 batal demi hukum;
3. Menetapkan pemutusan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak putusan ini dibacakan, yaitu tanggal 19 Oktober 2015, dengan alasan Tergugat tidak bersedia mempekerjakan Penggugat di perusahaannya dengan segala akibat hukumnya;
4. Menghukum Tergugat untuk membayarkan hak-hak Penggugat berupa:
a. Uang pesangon: 2 x 6 x Rp2.864.200,00 = Rp34.370.400,00;
b. Uang penghargaan masa kerja: 3 x Rp2.864.200,00 = Rp 8.592.600,00;
c. Uang penggantian perumahan dan pengobatan: Rp42.963.000,00 x 15% = Rp 6.444.450,00;
d. Sisa cuti yang belum diambil dan belum gugur tahun 2014 dan tahun 2015 sebesar = Rp 2.520.496,00;
e. Dana Pensiun Astra sebesar = Rp10.500.000,00
Jumlah = Rp85.341.546,00; (delapan puluh lima juta tiga ratus empat puluh satu ribu lima ratus empat puluh enam rupiah);
5. Menghukum Penggugat untuk membayarkan kewajiban koperasi dan kewajiban motor kepada Tergugat sebesar Rp11.093.574,00 (sebelas juta sembilan puluh tiga ribu lima ratus tujuh puluh empat rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Terkejut karena diwajibkan membayar kompensasi 2 x pesangon, Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 14 Januari 2016 serta kontra memori kasasi tanggal 2 Maret 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa pemutusan hubungan kerja karena Tergugat tidak bersedia mempekerjakan Penggugat lagi di perusahaannya dengan alasan Penggugat sudah tidak termasuk dalam daftar pekerja lagi dan namanya telah dihapus dari absensi, tidak terbukti melakukan pelanggaran Peraturan Perusahaan Periode 2013-2015 Pasal 72 tentang Pelanggaran Berat;
- Bahwa namun demikian, putusan Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru perlu diperbaiki sepanjang mengenai jumlah total hak-hak yang harus dibayarkan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat kepada Termohon Kasasi/Penggugat adalah sejumlah Rp62.427.946,00 (enam puluh dua juta empat ratus dua puluh tujuh ribu sembilan ratus empat puluh enam rupiah) bukan sejumlah Rp85.341.546,00 (delapan puluh lima juta tiga ratus empat puluh satu ribu lima ratus empat puluh enam rupiah), karena dalam penjumlahan hak kompensasi dalam amar putusan Judex Facti terdapat kesalahan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) GROUP, tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 32/Pdt.Sus-PHI/2015/PN PBR., tanggal 19 Oktober 2015 sehingga amarnya seperti yang akan disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) GROUP, tersebut;
- Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 32/Pdt.Sus-PHI/2015/PN PBR., tanggal 19 Oktober 2015, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Tergugat kepada Penggugat melalui Surat Nomor 01/SK-224/I/15 tanggal 30 Januari 2015 batal demi hukum;
3. Menetapkan pemutusan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak putusan Judex Facti dibacakan, yaitu tanggal 19 Oktober 2015, dengan alasan Tergugat tidak bersedia mempekerjakan Penggugat di perusahaannya dengan segala akibat hukumnya;
4. Menghukum Tergugat untuk membayarkan hak-hak Penggugat berupa:
a. Uang pesangon: 2 x 6 x Rp2.864.200,00 = Rp34.370.400,00;
b. Uang penghargaan masa kerja: 3 x Rp2.864.200,00 = Rp 8.592.600,00;
c. Uang penggantian perumahan dan pengobatan: Rp42.963.000,00 x 15% = Rp 6.444.450,00;
d. Sisa cuti yang belum diambil dan belum gugur tahun 2014 dan tahun 2015 sebesar = Rp 2.520.496,00;
e. Dana Pensiun Astra sebesar = Rp10.500.000,00+
Jumlah = Rp62.427.946,00; (enam puluh dua juta empat ratus dua puluh tujuh ribu sembilan ratus empat puluh enam rupiah);
5. Menghukum Penggugat untuk membayarkan kewajiban koperasi dan kewajiban motor kepada Tergugat sebesar Rp11.093.574,00 (sebelas juta sembilan puluh tiga ribu lima ratus tujuh puluh empat rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.