KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Modus Kredit Fiktif & Penyalahgunaan Hak Tanggungan / Fidusia

LEGAL OPINION
Question: Kreditor pemegang jaminan kebendaan sebenarnya bukanlah pemilik yuridis atas agunan, namun hanya sebatas pemegang preferen pertama atas hak pelunasan dari eksekusi atas agunan. Bila debitor beritikad buruk dengan membuat rekayasa sehingga agunan kemudian disita jaminan oleh pihak ketiga, bisakah kreditor pemegang jaminan kebendaan mengajukan gugatan perlawanan terhadap sita tersebut agar agunan dapat dibersihkan dari segala sita?
Brief Answer: Modus demikian kerap dialami kreditor, dimana itikad tidak baik debitor berbuntut pada terancamnya keselamatan hak pelunasan kreditor atas agunan.
Berdasarkan praktik putusan pengadilan yang telah dibakukan sebagai yurisprudensi (best practice), pihak-pihak yang memiliki kepentingan secara erat dan langsung atas objek yang bernilai ekonomi, dapat mengajukan “gugat perlawanan” (verzet), dimana pihak kreditor pemegang jaminan kebendaan dapat mengajukan Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita jaminan terhadap agunan yang menjadi hak pelunasan piutangnya.
Namun patut kita garis-bawahi, terutama bagi kalangan kreditor pemegang jaminan kebendaan, pengikatan jaminan kebendaan yang tidak sempurna ataupun yang cacat prosedur, menghilangkan karakter preferen dari sifat pelunasan atas agunan.
Karena bisa juga terjadi sebaliknya, seseorang pemilik tanah/mesin, guna membuat harta miliknya tak dapat disita jaminan pihak lain, membuat kredit fiktif yang kemudian diikat hak tanggungan ataupun fidusia sehingga tiada kreditor lain yang dapat menuntut pelunasan dari sang pemilik harta.
PEMBAHASAN:
Kasus demikian mengingatkan kita untuk belajar dari pengalaman pahit sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam sengketa sita perdata register Nomor 20/PDT.G/PLW/2010/PN.LP tanggal 9 Agustus 2010, perkara antara:
- PT.Bank CIMB Niaga Tbk, sebagai Pelawan; melawan
1. HUSIN, selaku Terlawan Penyita; dan
2. WIJAYANTO (selaku Direktur Utama PT.Berkah Sawit Sumatera) selaku Terlawan Tersita.
Pelawan merasa keberatan terhadap sita jaminan yang diletakkan oleh Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, dengan kronologi sebagai berikut. Antara Pelawan (PT.Bank CIMB Niaga Tbk) dengan PT. Mestika Sawit Inti jaya (Terlawan Tersita) telah mendapat fasilitas kredit dan berhutang kepada Pelawan sesuai dengan Akta perjanjian Kredit tanggal 31 Juli 2008.
Untuk menjamin pembayaran hutang, Terlawan Tersita menyerahkan jaminan kepada Pelawan berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak sebagai agunan pelunasan kredit, yang kemudian telah diikat sempurna dengan hak tanggungan maupun fidusia.
Pelawan keberatan karena sita jaminan diletakkan terhadap objek yang menjadi agunan guna hak pelunasan Pelawan yang telah dipasang hak tanggungan dan Fidusia. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan menyatakan legal standing Pelawan:
“Pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.”
Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II Edisi 2007 sebagaimana diterbitkan Mahkamah Agung R.I. 2009, pada halaman 101, dinyatakan:
“Perlawanan Pihak Ketiga terhadap sita eksekusi atau sita jaminan tidak hanya dapat diajukan atas dasar hak milik, tetapi juga dapat didasarkan pada hak-hak lainnya seperti hak pakai, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak tanggungan, hak sewa dan lain-lain.”
Pelawan mendalilkan, dirinya selaku pemegang Hak Tanggungan dan Hak Fidusia telah mempunyai hak Preferent (hak didahulukan pelunasannya) atas objek sita dimaksud, hak mana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT):
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.”
Hal senada dijumpai dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang mengatur:
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud ... sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.”
Pasal 27 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999:
(1) Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya.
(2) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 adalah hak penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.
Dengan demikian adanya penyitaan adalah tidak dapat dibenarkan dan untuk itu harus diangkat, karena terhadap objek tersita telah diikat dengan akta hak tanggungan dan Fidusia, hal mana sejalan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung R.I. No. 394 K/PDT/1984 tanggal 05 Juli 1985 dimana dalam kaedah hukumnya disebut kan bahwa:
Barang-barang yang sudah dijadikan jaminan hutang tidak dapat dikenakan Conservatoir Beslaag.”
Pemegang hak tanggungan dan hak Fidusia dibuktikan dengan sertifikat hak tanggungan maupun Fidusia yang berfungsi sebagai tanda bukti adanya pengikatan agunan yang dibubuhi irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian terhadap objek jaminan hak tanggungan dan Fidusia seharusnya tidak dapat diletakkan sita jaminan, karena sebelumnya objek sengketa telah dibebankan hak tanggungan dan hak Fidusia.
Peletakan sita jaminan atas objek sita yang diikat hak tanggungan dan hak Fidusia telah mengakibatkan hilangnya eksistensi jaminan pelunasan bagi Pelawan sebagaimana pemegang hak tanggungan dan hak Fidusia untuk didahulukan atau diutamakan pelunasan piutang-piutangnya dan kreditur-kreditur lain, sehingga tidak memenuhi tujuan dan pemberian hak tanggungan dan fidusia itu sendiri.
Dengan demikian peletakan sita adalah cacat hukum karena telah keliru meletakkan sita diatas objek sita yang telah dibebani dengan hak tanggungan dan Fidusia dan oleh sebab itu sangat beralasan untuk diangkat kembali.
Terhadap perlawanan kreditor pemegang hak pelunasan secara preferen atas agunan diatas, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa khusus mengenai Bukti P.16 dan Bukti P.18, selain hanya didasarkan pada Pernyataan, oleh karena Jenis Fasilitas Kredit tersebut tidak ada dalam Perjanjian Kredit Bukti P.12, maka yang menjadi dasar Transaksi Derivatif dalam Bukti P.16 dan 18 tersebut adalah berdasarkan pada Bukti P.13 dan Bukti P.15, apabila Bukti P.16 dan 18 dimaksudkan untuk membuktikan realisasi kredit, maka terdapat kejanggalan yang sangat nyata yaitu bahwa realisasi kredit dilakukan lebih dulu dari pada Perjanjian Kredit, sehingga bukti-bukti ini selain telah tidak logis juga dapat menimbulkan penilaian bahwa Pelawan telah bersekongkol dengan Terlawan Tersita untuk mengalihkan atau menyembunyikan assetnya dari kreditur lainnya sebagaimana yang telah dilakukan Terlawan Tersita dengan cara mengajukan Permohonan Kepailitan di Pengadilan Niaga Medan sedangkan ternyata Terlawan Tersita mempunyai asset lain yaitu yang menjadi obyek Sita Jaminan dalam perkara ini;
“Menimbang, bahwa Pernyataan Terlawan Tersita tersebut adalah berisi Pengakuan, sedangkan Pengakuan hanya mengikat bagi orang/pihak yang memberi Pengakuan, tidaklah mengikat kepada pihak ketiga, sedangkan apabila Pelawan secara nyata telah merealisasikan atau telah mencairkan kredit kepada Terlawan Tersita adalah dengan mudah membuktikannya berdasarkan data-data perbankan yang dimilikinya, akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh Pelawan di persidangan, dengan demikian pembuktian yang dilakukan oleh Pelawan dengan menggunakan Pengakuan Terlawan Tersita adalah pembuktian yang tidak logis dan tidak didasarkan pada hukum perbankan;
“Menimbang, bahwa setelah meneliti akan surat Bukti P.3 tersebut telah ternyata bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah tertanggal 29 Agustus 2008, sedangkan tanggal Pendaftarannya dan tanggal terbitnya Sertifikat Hak Tanggungan tersebut adalah tanggal 14 Mei 2009 yang seharusnya bahwa menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, Akta Pembeian Hak Tanggungan tersebut wajib didaftarkan dan diterbitkan sertifikatnya selambat-lambatnya pada bulan September 2008;
“Menimbang, maksud dan tujuan Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dilakukan menurut tenggang waktu yang ditentukan dalam Pasal 13 adalah karena Hak Tanggungan sebagai Akta Autentik yang mempunyai Hak preferent sehingga mengikat kepada Pihak Ketiga adalah untuk terlaksananya Asas Publisitas dalam Pasal 13 ayat (1) dan penjelasannya yaitu agar pemberian hak tanggungan dilakukan tidak dengan sembunyi-sembunyi melainkan harus dilakukan secara terang, jelas maksudnya dan benar adanya sehingga tanggal terbitnya hak Tanggungan adalah sesuatu yang pasti yaitu tanggal hari ketujuh dihitung dari hari dipenuhinya persyaratan berupa surat-surat untuk pendaftaran secara lengkap sedangkan pendaftaran harus dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 13 tersebut diatas bahwa salah satu asas Hak Tanggungan adalah asas Publisitas sehingga pendaftaran Hak Tanggungan harus dilakukan secara benar menurut ketentuan Undang-Undang karena merupakan syarat mutlak sebagai penentulahirnya hak tanggungan dan syarat mutlak mengikatnya Hak Tanggungan bagi pihak ketiga, sehingga pelanggaran terhadap kewajiban pendaftaran dan penerbitan dalam Pasal 13 tersebut adalah ancaman akan hilangnya Hak Preferent dari hak tanggungan tersebut karena telah mengabaikan Asas Publisitas sebagai syarat yang diwajibkan agar Hak Tanggungan mengikat kepada pihak ketiga;
“Menimbang, bahwa menurut pendapat Majelis Hakim, pendaftaran Hak Tanggungan yang tidak dilakukan menurut Pasal 13 tersebut, selain telah tidak melaksanakan kewajiban tenggang waktu pendaftaran tersebut, juga telah mengakibatkan tidak diperolehnya pemasukan Negara berupa pajak dan bea pemungutan sah lainnya atas Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia tersebut, sehingga setiap pendaftaran tersebut yang secara nyata telah melanggar Undang- undang harus lah dinyatakan cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap pihak lain atau pihak ketiga;
“Menimbang, bahwa selain mempunyai cacat hukum pada pendaftaran dan penerbitan Hak Tanggungan (Bukti P.3), juga terdapat cacat formal pada Akta Pemberian Hak Tanggungan Nomor 147/2008 yaitu yang menjadi dasar dan lampiran dalam Bukti P.3 yaitu antara lain pada halaman 1 terdapat penulisan “(lima)”, pada halaman 5 terdapat penulisan angka 197 dan 99, penulisan mana adalah sesuatu yang ditulis lebih dari satu kali sehingga sebagai Akta Autentik yang harus memenuhi persyaratan formal adalah tidak cukup meyakinkan akan kebenarannya;
“Menimbang, bahwa setelah meneliti dan memeriksa Bukti P.7, 8, 9, 10 tersebut diatas adalah telah ternyata bahwa pendaftaran dan penerbitan Sertikat Jaminan Fidusia mempunyai persamaan dengan pendaftaran dan penerbitan hak tanggungan yaitu tidak didaftarkan secepat mungkin menurut ketentuan yang diwajibkan oleh undang- undang;
“Menimbang, bahwa selain atas pelanggaran tersebut diatas, dijumpai cacat formal pada lampiran surat Bukti P.8 dan Bukti P.10 pada Daftar Fidusia yaitu Cacat berupa bayangan sebagian Cap baik pada asli maupun fotocopy hal mana adalah sesuatu yang tidak layak terjadi dalam pembuatan suatu Akta Autentik yang harus bersih dari cacat-cacat formal maupun cacat material, sehingga sebagai Akta Autentik yang menurut Hukum memiliki nilai istimewa dengan Hak Preferent adalah seharusnya tidak terdapat cacat baik secara formal maupun secara material sehingga dapat memberikan keyakinan akan kebenarannya baik secara de facto maupun de yure;
“Menimbang, bahwa terhadap pelanggaran Pendaftaran dan Penerbitan Sertifikat Hak Tanggungan (Bukti P.3) dan kedua Sertifikat Jaminan Fidusia (Bukti P.8 dan P.10), Pelawan dalam Repliknya menyatakan bahwa keterlambatan pendaftaran tersebut adalah kelalaian PPAT bukanlah kelalaian Pelawan;
“Menimbang, bahwa oleh karena pemegang sertifikat hak tanggungan dan sertifikat jaminan fidusia adalah Pelawan, sehingga pihak yang harus keberatan atas pelanggaran pendaftaran tersebut adalah Pemegang Sertifikat yaitu Pelawan, sedangkan PPAT wajib melakukan pendaftaran adalah mewakili dan untuk kepentingan pemegang sertifikat, sedangkan atas pelanggaran pendaftaran dan penerbitan tersebut, Pelawan tidak mengajukan bukti untuk itu.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa fasilitas kredit yang diperjanjikan oleh Pelawan dengan Terlawan Tersita adalah tidak terbukti diterima oleh Terlawan Tersita dari Pelawan atau tidak terbukti telah diberikan oleh Pelawan kepada Terlawan Tersita sehingga kredit tersebut dianggap tidak pernah ada dan adalah merupakan kredit fiktif;
2. Bahwa pemberian dan pembebanan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia dari Terlawan Tersita kepada Pelawan adalah didasarkan pada kredit fiktif;
3. Bahwa pemberian fasilitas kredit adalah menjadi sebab/causa pemberian hak tanggungan dan jaminan fidusia;
4. Bahwa terdapat cacat formal pada lampiran sertifikat yaitu pada pengetikan atau penulisan huruf dan angka yang tidak bersih karena terdapat penimpaan angka dan huruf;
5. Bahwa pendaftaran Hak Tanggungan dan penerbitannya melanggar Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti Terlawan Penyita yaitu Bukti TP.12 (Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 147/PDT.G/2009/PN.LP) yang mempertimbangkan bahwa Terlawan Tersita telah mempunyai itikad tidak baik untuk menghindari pembayaran hutang-hutangnya kepada krediturnya termasuk kepada Terlawan Penyita oleh karena dalam perkara pokok yaitu dalam Bukti TP.12, Terlawan Tersita selaku Tergugat telah mengakui dirinya mempunyai hutang kepada Terlawan Penyita selaku Penggugat dalam perkara pokok dan telah mengakui bahwa Terlawan Tersita telah mengajukan permohonan Pailit ke Pengadilan Niaga Medan dengan alasan bahwa dirinya berada dalam keadaan tidak mampu melakukan pembayaran terhadap kreditur-krediturnya sedangkan ternyata Terlawan Tersita mempunyai Asset yang lain, maka menurut Penilaian Majelis Hakim bahwa Terlawan Tersita mempunyai Itikad tidak baik sehingga tetap berusaha menyembunyikan Assetnya dengan cara memberikan assetnya kepada Pelawan dengan cara fiktif sehingga Terlawan Tersita mengakui dalil-dalil perlawanan Pelawan, Pengakuan mana merugikan kreditur lainnya termasuk Terlawan Penyita;
“Menimbang, bahwa untuk dapat membuktikan bahwa Pelawan adalah Pelawan yang benar dan jujur, maka menurut penilaian Majelis Hakim, Pelawan haruslah dapat membuktikan bahwa pemberian muapun pendaftaran Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia dilakukan secara jelas, terang dan tidak tersembunyi serta memenuhi kewajiban  kewajiban yang diperintahkan oleh undang- undang agar Asas Publisitas yang mengakibatkan mengikatnya hak tanggungan dan fidusia tersebut terhadap pihak ketiga tercapai, hal mana tidak dipenuhi oleh Pelawan;
“Menimbang, bahwa oleh karena Terlawan Tersita telah mengakui adanya Perjanjian Kredit, Pemberian Hak Tanggungan dan Perjanjian Jaminan Fidusia dan telah membuat pernyataan telah melaksanakan transaksi Derivatif, maka hal tersebut adalah merupakan hak dari Terlawan Tersita dan merupakan hak Pelawan untuk mengadakan perjanjian berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
“Menimbang, bahwa setiap perjanjian yang dibuat adalah sah apabila memenuhi keten tuan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang salah satunya adalah adanya sebab/causa yang sahih;
“Menimbang, bahwa sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa realisasi atau pencairan kredit adalah tidak terbukti bahkan hanya dibuktikan dengan pernyataan dari Terlawan Tersita, sedangkan dalam uraian gugatan perlawanannya Pelawan menyatakan pemberian Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia adalah dibuat sebagai jaminan hutang atas kredit yang diberikannya kepada Terlawan Tersita, sehingga perjanjian kredit dan realisai kredit adalah menjadi sebab/causa dalam pemberian Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia;
“Menimbang, bahwa realisasi atau pencairan kredit tersebut adalah telah tidak terbukti dan adalah merupakan kredit fiktif dan Majelis Hakim memperoleh penilaian dan keyakinan bahwa dalil Pelawan dengan menyatakan telah memberikan fasilitas kredit adalah merupakan cara untuk mengalihkan atau menyembunyikan asset Terlawan Tersita dari kreditur lainnya sehingga alasan pemberian kredit tersebut adalah telah bertentangan dengan hukum dan menjadi sebab/causa yang tidak sahih menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pemberian Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia kepada Pelawan, dan pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia telah melanggar hukum, sehingga Sertifikat Hak Tanggungan dan semua Sertifikat Jaminan Fidusia yang dipegang oleh Pelawan atas obyek Sita Jaminan adalah suatu perjanjian yang didasarkan pada adanya Causa/sebab yang tidak sahih dan oleh karenanya maka adalah batal demi hukum;
“Menimbang, bahwa oleh karena itu maka Sertifikat Hak Tanggungan (Bukt i P.3), Sertfikat Jaminan Fidusia (Bukti P.8 dan bukti P.10) adalah batal demi hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum dan dinyatakan tidak mempunyai hak preferent;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka Pelawan tidak dapat membuktikan dalil-dalil perlawanannya sehingga Pelawan adalah Pelawan yang tidak jujur dan tidak benar, oleh karenanya Perlawanan Pelawan haruslah ditolak untuk seluruhnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka Sita Jaminan yang telah diletakkan dalam Perkara Pokok Nomor 147/Pdt.G/2009/PN.LP adalah sah dan haruslah dipertahankan didalam hukum;
M E N G A D I L I
DALAM POKOK PERKARA:
- Menolak Perlawanan Pelawan untuk seluruhnya;
- Menyatakan bahwa Pelawan adalah Pelawan Yang Tidak Jujur atau Pelawan Yang Tidak Benar;
- Menyatakan Sita Jaminan Yang Telah Dilaksanakan adalah sah dan harus dipertahankan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.