Antara Kerugian Yuridis, Kerugian Materiel dan Immateriel

ARTIKEL HUKUM
Sebenarnya apa mungkin, hakim di pengadilan nyatakan benar bahwa telah terjadi kerugian secara yuridis terhadap penggugat, namun karena tidak bisa membuktikan nominal kerugiannya, maka hakim menolak permohonan ganti rugi untuk dibebankan kepada tergugat? Ada banyak kejadian yang tidak mungkin di-“cetak” dalam bentuk alat bukti, seperti tersitanya waktu, tenaga, pikiran, dan biaya yang memang sukar dibuktikan.
Pertanyaan diatas merupakan pertanyaan klasik yang selama ini menjadi momok dalam praktik litigasi di peradilan Indonesia. SHIETRA & PARTNERS berpendirian, bila secara nalar dan akal sehat sudah dapat dipastikan (kepastian sebagai suatu konsekuensi logis) terdapat kerugian meski sukar diungkapkan dalam bentuk pembuktian di persidangan, maka bila “kerugian secara yuridis” telah terbukti, maka “kerugian secara materiel” maupun “kerugian secara immateriel” adalah logis untuk dikabulkan.
Dengan kata lain, praktik berhukum yang lebih progresif cukup membuktikan sampai pada taraf adanya “kerugian yuridis”, maka “kerugian materiel/immateriel” seketika itu juga dapat dan patut sekiranya dikabulkan secara nalar dan logika sudut pandang sang korban, bukan sudut pandang netral sang hakim—karena perasaan takut, hilangnya benda memorabilia, atau hal-hal lain yang mungkin hanya berharga bagi sang korban yang menggugat, namun tidak di mata sang hakim.
Sebagai contoh, bila terjadi kerusakan atas properti milik Anda akibat perbuatan tergugat, namun Anda belum mampu memperbaiki karena mungkin sedang tidak memiliki biaya, lantas mengajukan gugatan, dimana terhadapnya hakim tidak mengabulkan permohonan ganti-rugi terhadap tergugat hanya dengan alasan bahwa Anda tidak mampu menyebutkan nominal kerugian dan membuktikan besaran nominal tersebut—padahal perbuatan melawan hukum tergugat yang merusak properti Anda sudah terbukti.
Ilustrasi absurb kedua, semisal Anda memiliki suatu benda pusaka yang sangat bernilai bagi Anda, namun mungkin tidak bernilai sama-sekali di mata hakim, maka hakim akan mudahnya menolak gugatan Anda. Bahkan untuk sekedar boneka lusuh yang tidak bernilai di mata orang lain, mungkin akan sangat bernilai dan berharga di mata si empunya.
Ilustrasi absurb ketiga, gangguan atas ketenangan hidup, dirampasnya kemerdekaan, dirusaknya ketenteraman dan kedamaian hidup oleh tergugat, lewat berbagai intimidasi, ancaman, ter*or, serta berbagai perbuatan tidak menyenangkan lainnya, maka hanya karena sukarnya membuat suatu barometer tolak ukur guna mengkonversi menjadi sebentuk nilai nominal, dengan mudahnya hakim akan menolak permohonan ganti-rugi—sekali lagi, meski terbukti perbuatan tergugat secara tidak patut telah merugikan Anda karena ketenangan Anda terganggu.
Lengahnya sikap tegas hakim di pengadilan sebagaimana kasus demi kasus serupa kerap terjadi dalam praktik, melahirkan berbagai aksi premanisme yang tidak tersentuh hukum, karena memang dalam praktiknya hakim sama sekali tidak menjatuhkan amar putusan yang menghukum sejumlah nominal ganti-rugi, seburuk apapun perbuatan tersebut terhadap korbannya. Mungkin ilustrasi perkara berikut dapat memberi gambaran, yakni putusan Pengadilan Negeri Wates perkara perdata register Nomor 04/Pdt.G/2013/PN.Wt tanggal 29 Mei 2013, sengketa antara:
- R.Ngt.RIET KISMIYATI, selaku Penggugat; melawan
1. JUMENO, sebagai Tergugat 1;
2. SUKIYAH,  sebagai Tergugat 2;
3. SUGIYATI, sebagai Tergugat 2;
4. KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KULONPROGO, selaku Turut Tergugat.
Perkara ini merupakan sengketa tanah yang sederhana, dan siapapun menginsafi bahwa penyerobotan tanah pastinya akan membawa kerugian bagi pihak pemilik tanah karena tidak dapat dikelola, sehingga tercipta potential loss. Disayangkan, baik praktik perdata maupun pidana korupsi, para hakim di Indonesia masih bersifat konservatif, dalam arti memakai kacamata orthodoks yang kaku dan mekanistis ketika memutus suatu perkara.
Terhadap gugatan Penggugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa fakta hukum yang diperoleh di persidangan adalah; bahwa perkara ini merupakan sengketa hak atas tanah yang berkaitan dengan konstruksi hukum ‘perbuatan melawan hukum’;
“Menimbang, bahwa proses peralihan persil nomor 94a kelas D.II seluas 1005 M2 mengandung cacat hukum, dengan demikian Majelis Hakim berkesimpulan bahwa proses peralihan hak persil nomor 94a kelas D.II seluas 1005 M2 yang tercatat pada Letter C 282 atas nama R.Ngt.KARTOSUDIRJO menjadi Letter C 276 atas nama MANGUNSUPARJO tidak berdasarkan hukum yang sah dan melanggar hak subyektif pemilik tanah dalam hal ini pemilik Letter C nomor 282 atas nama R.Ngt.KARTOSUDIRJO;
“Menimbang, bahwa setelah persil nomor 94a kelas D.II seluas 1005 M2 tercatat dalam Leter C 276, ternyata MANGUNSUPARJO telah mensertifikatkan tanah persil nomor 94a kelas D.II seluas 1005 M2 menjadi sertifikat Hak Milik Nomor 34 Desa Palihan atas nama MANGUNSUPARJO tahun 1988; adapun pensertifikatan tersebut berdasarkan surat ukur tanggal 25 september 1987 nomor 1294; dengan batas – batas : ...
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum diatas, maka Majelis menyimpulkan terdapat 3 (tiga) perbuatan yang harus ditelaah secara yuridis :
1. Perbuatan MANGUNSUPARJO yang mengetahui serta membiarkan proses peralihan persil nomor 94a kelas D.II seluas 1005 M2 yang semula tercatat pada LETTER C nomor 282 atas nama R.Ngt.KARTOSUDIRJO menjadi tercatat dalam Letter C nomor 276 atas nama MANGUNSUPARJO;
2. Perbuatan MANGUNSUPARJO, secara sadar dan sengaja berusaha membuat sertifikat SHM nomor 34 atas nama MANGUNSPARJO yang berasal dari persil nomor 94a kelas D.II seluas 1005 M2 yang telah beralih dan dicatat pada letter C nomor 282 dan beralih ke nomor 276 atas nama MANGUNSUPARJO;
3. Perbuatan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III selaku ahli waris MANGUNSUPARJO yang tidak beritikad baik dan secara sadar telah menguasai dan menduduki tanah sengketa persil nomor 94a kelas D.II seluas 1005 M2 dimana tanah sengketa tersebut telah bersertifikat SHM nomor 34 atas nama MANGUNSUPARJO selama bertahun-tahun;
“Bahwa ketiga perbuatan tersebut terjadi secara berangkaian satu sama lain dan merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang telah merugikan secara yuridis yakni R.Ngt.Kartosudirjo (alm) dan dalam perkara ini diturunkan warisnya kepada ahli warisnya yakni PENGGUGAT.
“Menimbang, bahwa terdapat asas kadastral yang berbunyi ‘nemo plus juris, ad allium transveren potes qwam ipce habet’ artinya orang yang menerima benda tidak bergerak dari yang menyerahkan, menjadi pemilik atas benda yang diterimanya itu, dan penerima benda tidak bergerak tidak menjadi pemilik apabila si penyerah itu bukan pemilik benda tidak bergerak tersebut; dengan demikian secara hukum bahwa Tergugat I, tergugat II dan Tergugat III bukanlah pemilik obyek sengketa tersebut;
“Menimbang, bahwa penggugat adalah ahli waris dari R.Ngt.KARTOSUDIRJO; dan khusus terhadap obyek sengketa yakni persil nomor 94a kelas D.II seluas 1005 M2 sebagaimana telah diperjanjikan antara ahli waris dari R.Ngt.KARTOSUDIRJO dan telah diputuskan dengan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap; maka secara hukum bahwa terdapat hubungan hukum / recht verhouding antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh MANGUNSUPARJO dengan kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut serta korban yang menderita kerugian, dalam hal ini secara mutatis mutandis adalah penggugat. Dengan demikian mengenai petitum nomor 2 (dua) dikabulkan;
“Menimbang, bahwa secara yuridis terdapat keterkaitan antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tergugat dan keterkaitan antara obyek sengketa dan hubungan kewarisan antara R.Ngt.Kartosudirjo dengan R.Ngt.RIET KISMIYATI serta bahwa Majelis hakim telah menyatakan bahwa perbuatan para tergugat adalah perbuatan melawan hukum yang merugikan secara yuridis terhadap R.Ngt.RIET KISMIYATI (PENGGUGAT). Maka perlu ditetapkan bahwa Sertikat Hak Milik /SHM no. 34/Palihan dengan surat ukur Nomor 1294 tanggal 25 September 1987 atas nama MANGUNSUPARJO adalah milik ahli waris sah R.Ngt.KARTOSUDIRJO yakni R.Ngt.RIET KISMIYATI (PENGGUGAT). Dengan demikian adalah sah dan relevan untuk petitum nomor 3 dikabulkan;
“Menimbang, bahwa mengenai konstruksi hukum perbuatan melawan hukum telah ditetapkan dan telah dipertimbangkan pula soal status kepemilikan obyek sengketa kepada Penggugat, dengan demikian terhadap para tergugat dan siapapun yang menguasai / menempati tanah obyek sengketa harus menyerahkan, meninggalkan dalam keadaan kosong serta bebas dari segala beban apapun tanah obyek sengketa. Dengan demikian mengenai petitum nomor 5 (lima)dikabulkan;
“Menimbang, bahwa penggugat dalam posita gugatan nomor 6 (enam) telah mendalilkan mengenai kerugian materiil dan kerugian immateriil. Maka Majelis Hakim berdasarkan fakta hukum yang diperoleh di persidangan menyimpulkan sebagai berikut.
1. Bahwa konsep perbuatan melawan hukum adalah konsep yang jelas dan pasti terutama menyangkut kerugian materiil dan immateriil sebagai unsure pembeda dari konsep wanprestasi yang mengenai kerugian materiil semata.
2. Bahwa kerugian yuridis telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dimana Penggugat selaku ahli waris dari R.Ngt.Kartosudirjo tidak dapat menguasai, menanam, mengusahakan dan memelihara tanah obyek sengketa karena obyek sengketa masih dikuasai oleh para tergugat.
3. Bahwa kerugian yuridis ini secara factual telah nyata kebenarannya, namun khusus untuk kerugian materiil dan Immateriil tidak dapat dijelaskan secara rinci oleh penggugat.
“Menimbang, bahwa sepanjang kerugian materiil dan Immateriil tidak dijelaskan secara terperinci oleh penggugat, maka Majelis Hakim tidak mempunyai kewenangan secara Ex-Officio dengan mengira-ira secara Proximate Cause menetapkan nominal kerugian, meskipun secara nyata kerugian yuridis telah dialami oleh Penggugat. Hal ini bertentangan dengan asas JURIS PRAECEPTA SUNT HAEC; HONESTE VIVERE, ALTERUM NON LAEDERE,SUUM CUIQUE TRIBUERE yang artinya bahwa “semboyan hukum adalah : hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain dan memberikan orang lain haknya”. Dengan demikian petitum nomor 6 (enam) ditolak;
“Menimbang, bahwa dalam perkara ini terdapat pihak TURUT TERGUGAT yakni kantor badan pertanahan nasional kabupaten kulonprogo, maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut. Bahwa Kantor Pertanahan nasional kabupaten Kulonprogo adalah instansi yang paling berwenang untuk mendaftar dan mencatat serta mengadministrasikan status kepemilikan tanah di kabupaten kulonprogo berdasarkan Undang Undang nomor 5 tahun 1960 tentang undang Undang Pokok Agraria jucto P.P. 10 Tahun 1961 serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Bahwa turut tergugat sebagai pihak yang secara yuridis tidak mempunyai keterkaitan dengan fungsi yudikatif peradilan. Hal ini membawa konsekuensi yuridis bahwa Hakim dalam lingkungan perdata tidak mempunyai kewenangan untuk memaksa dan memerintahkan kepada turut tergugat baik secara administrative maupun secara yuridis. Namun demikian sepanjang mengenai materi putusan hakim terhadap obyek sengketa yang telah diputuskan oleh hakim, maka para pihak yang berkepentingan terhadap pihak-pihak berperkara dan obyek sengketa harus taat dan tunduk terhadap putusan hakim. Dengan demikian mengenai petitum nomor 8 (delapan) dikabulkan;
M E N G A D I L I :
1 Menyatakan tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III tidak hadir dipersidangan meskipun telah dipanggil secara sah patut;
2. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian dengan Verstek;
3. Menyatakan bahwa Tergugat I, Tergugat II dan Terggugat III telah melakukan PERBUATAN MELAWAN HUKUM / “onrechtmatige daad”;
4. Menetapkan tanah sertifikat SHM Nomor 34/Palihan kulonprogo dengan surat ukur nomor: 1294 tanggal 25 september 1987 atas nama MANGUNSUPARJO dengan batas-batas sebagaimana dalam sertifikat adalah sah milik R.Ngt.RIET KISMIYATI selaku ahli waris dari (alm)R.Ngt.KARTOSUDIRJO;
5. Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III atau siapa saja yang menguasai/ menempati tanah obyek sengketa untuk menyerahkan obyek sengketa dalam keadaan kosong, serta bebas dari segala beban apapun yang melekat diatasnya kepada Penggugat;
6. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk pada putusan ini;
7. Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III secara tanggung renteng membayar biaya perkara sebesar Rp.2.190.000,00 (dua juta seratus Sembilan puluh ribu Rupiah);
8. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.