Hak Direksi atas Pemecatan oleh RUPS yang Tidak Sah

LEGAL OPINION
Question: Katanya Pak Hery (dari SHIETRA & PARTNERS) seorang direksi bukanlah pekerja yang bisa dilindungi oleh undang-undang tenagakerja. Gimana jika pemecatan direksi oleh RUPS yang tidak sah, tetap tidak memberi hak bagi direksi untuk menuntut haknya?
Brief Answer: Hak atas imbalan sepanjang sisa masa bakti sesuai Anggaran Dasar perseroan (biasaya lima tahun) dapat dituntut dengan alasan pemecatan tidak valid karena tidak memenuhi kuorum RUPS atau alasan cacat prosedural lainnya.
Namun seorang Direksi tidak dapat menuntut kompensasi pesangon, karena Direksi adalah Organ Perseroan yang menjadi wakil dari pengusaha, bukan tenaga kerja dalam arti yang sesungguhnya. Hanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang sah yang berhak memberhentikan seorang direksi dan/atau seorang komisaris.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut dapat memberi gambaran, yakni putusan Mahkamah Agung sengketa pemecatan seorang direksi oleh RUPS yang tidak sah, register Nomor 558 K/Pdt/2006 tanggal 28 Agustus 2006, perkara antara:
1. HERI MARDANI, dan 2. ANTO SISWANTO, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu para Penggugat; melawan
- P.T. AGIS AWECA ASIA, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat I sejak tahun 1998 dan Penggugat II sejak tahun 1997 telah menjadi karyawan PT. Artha Wahana Yasa Sakti yang merupakan cikal bakal terbentuknya Tergugat. Setelah terjadinya perubahan PT. Artha Wahana Yasa Sakti menjadi Tergugat, selanjutnya pada tanggal 15 Mei 2001 Penggugat I dan II diangkat sebagai Direksi Tergugat. Sementara berdasarkan Akta Anggaran Dasar No.13 tanggal 9 Mei 2001, diatur bahwa masa jabatan Penggugat I dan II sebagai Direksi adalah 3 tahun.
Pada tanggal 10 September 2003, Penggugat I dan II menerima Surat dari Direktur Utama Tergugat mengenai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Tergugat yang akan diadakan pada tanggal 18 September 2003, dan dalam RUPSLB tersebut kemudian dihadiri oleh :
1. Tino Bierbamer, selaku Direktur Utama Tergugat;
2. Penggugat I, selaku Direktur Tergugat;
3. Penggugat II, selaku Direktur Tergugat;
4. Poernomo Adjie, selaku Komisaris Tergugat;
5. Yoswandri, selaku kuasa dari pemegang saham P.T. Agus Tbk.;
6. Edward, S.H., selaku Notaris.
Berdasarkan Akta Anggaran Dasar Perseroan, susunan pemegang saham Tergugat adalah :
a. Perseroan Terbatas P.T. Agis Tbk., memiliki saham sebanyak 3.501 lembar saham;
b. Aweca-Nunner GMBH, memiliki sebanyak 3.374 lembar saham;
c. Tn. Vander Elst Ronald Robert, memiliki sebanyak 125 lembar saham.
Dalam kenyataannya Aweca-Nunner GMBH dan Tn. Vander Elst Ronald Robert, selaku para pemegang saham Tergugat, tidak hadir dalam RUPSLB. Terbukti waktu RUPSLB tidak ada surat kuasa maupun orang yang hadir yang mewakili Aweca-Nunner GMBH dan Tn. Vander Elst Ronald Robert.
Dengan hanya dihadirinya satu pemegang saham pemilik 3.501 lembar saham, yaitu P.T. Agis Tbk., maka RUPSLB tersebut tidak memenuhi kuorum 2/3 suara pemegang saham untuk sahnya Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana (saat itu) diatur dalam Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang R.I. No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Adapun Akta Keputusan Rapat Tergugat No.3 tanggal 2 Oktober 2003, berisi resolusi RUPSLB mengenai perubahan susunan Direksi dan Komisaris Perseroan (Tergugat) menjadi :
· Direktur : Tino Bierbamer;
· Komisaris Utama : Steven Kurniawan Sulistyo;
· Komisari : Poernomo Adjie;
· Komisaris : Herman Jobstl.
Dengan hanya satu orang direktur dalam formasi direksi berdasarkan RUPSLB dimaksud, maka hal ini menyalahi pula ketentuan Pasal 10 ayat (1) Anggaran Dasar Perseroan (Tergugat) yang mengatur: Direksi harus terdiri dari (3) orang Direktur. Dikarenakan Tergugat telah menyalahi Anggaran Dasar, kemudian setelah diadakannya perubahan pengangkatan Direktur dan Komisaris berdasarkan RUPSLB tersebut, Tergugat mengadakan perubahan Pasal 10 Anggaran Dasar Perusahaan Tergugat yang kemudian dilaporkan ke Departemen Kehakiman dan HAM R.I., hal tersebut justru membuktikan adanya pengakuan Tergugat atas kesalahannya dalam mengambil keputusan RUPSLB tertanggal 18 September 2003, ini terlihat dengan diadakannya perubahan 3 (tiga) Direksi menjadi 1 (satu) Direksi terlebih dahulu, baru Pasal 10 Anggaran Dasar yang mengatur jumlah Direksi dirubah—sehingga terdapat cacat prosedur akibat prosesnya yang tidak taat asas kecermatan dan keserasiaan.
Dengan adanya susunan Direksi dan Komisaris yang baru sebagaimana tersebut di atas, maka Penggugat I dan II sebagai Anggota Direksi telah diberhentikan secara sepihak dalam RUPSLB Tergugat tertanggal 18 September. Dengan demikian Penggugat mendalilkan, tersirat perbuatan Tergugat dalam mengambil Keputusan Perubahan Susunan Direksi dan Komisaris berdasarkan mekanisme RUPSLB, bertentangan dengan peraturan yang ada, sehingga oleh karenanya RUPSLB cacat hukum dan oleh karenanya batal demi hukum.
Terhadap gugatan Penggugat maupun gugatan balik (rekonvensi) dari pihak Tergugat, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil putusan, yaitu putusannya tanggal 14 September 2004 No.27/PDT.G/2004/PN.JKT.PST., yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menyatakan RUPSLB P.T. Agis Aweca Asia/Tergugat tertanggal 18 September 2003 cacat hukum dan tidak sah menurut hukum;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil kepada Penggugat I sebesar Rp.162.000.000,- (seratus enam puluh dua juta rupiah) dan kepada Penggugat II sebesar Rp.135.000.000,- (seratus tiga puluh lima juta rupiah), ditambah bunga sebesar 6% per tahun terhitung sejak perkara ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
5. Menolak gugatan para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan diatas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusannya tanggal 1 September 2005 No.255/PDT/2005/PT.DKI., yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
- Menerima permohonan banding yang diajukan oleh Pembanding semula Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi;
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 14 September 2004 Nomor : 27/PDT.G/2004/PN.JKT.PST., yang dimohonkan banding tersebut, dan
MENGADILI SENDIRI :
Dalam Konvensi :
Dalam Pokok Perkara :
- Menolak gugatan Penggugat I dan Penggugat II untuk seluruhnya;
Dalam Rekonvensi :
1. Mengabulkan gugat Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi untuk sebagian;
2. Menyatakan para Tergugat Rekonvensi telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menghukum para Tergugat Rekonvensi agar secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada Penggugat Rekonvensi secara tunai dan sekaligus sejumlah Rp.85.000.000,- (delapan puluh lima juta rupiah);
4. Menolak gugat Rekonvensi selebihnya.”
Terhadap putusan tingkat banding diatas (yang memang tergolong mengguncangkan), Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“bahwa keberatan-keberatan ini dapat dibenarkan, karena Pengadilan Tinggi Jakarta salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut :
- Bahwa dari fakta RUPSLB tanggal 18 September 2003, yang mengganti para Pemohon Kasasi/para Penggugat sebagai Direksi P.T. Agis Aweca Asia hanya dihadiri oleh P.T. Agis Tbk. sebagai pemilik 3.501 lembar saham;
- Bahwa menurut Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, sahnya RUPSLB harus dihadiri 2/3 dari jumlah saham yaitu 2/3 x 7.000 saham = 4.680 lembar saham, sehingga RUPSLB tersebut tidak sah, demikian juga pemberhentian para Pemohon Kasasi/para Penggugat sebagai Direktur P.T. Agis Aweca Asia juga tidak sah;
- Bahwa oleh karena pemberhentiannya tidak sah, maka para Pemohon Kasasi/para Penggugat masih berhak atas penghasilan (gaji) selama sisa masa tugasnya (3 tahun);
- Bahwa adapun kenaikkan gaji yang tidak berdasarkan RUPS, oleh karena setiap penerimaan gaji ditandatangani Direktur Utama dan berlaku untuk semua Karyawan P.T. Agis Aweca Asia, maka secara diam-diam kenaikkan gaji tersebut dibenarkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh para Pemohon Kasasi : Heri Mardani dan kawan tersebut dan untuk membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 1 September 2005 No.255/PDT/2005/PT.DKI. tersebut, sehingga Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 14 September 2004 No.27/PDT.G/2004/PN.JKT.PST. yang dianggapnya telah tepat dan benar, yang pertimbangannya diambil alih oleh Mahkamah Agung sebagai pertimbangannya sendiri dan seluruh amarnya berbunyi seperti yang akan disebutkan dibawah ini:
M E N G A D I L I
“Mengabulkan permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi : 1. HERI MARDANI, 2. ANTO SISWANTO tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 1 September 2005 No.255/PDT/2005/PT.DKI.; dan
MENGADILI SENDIRI :
DALAM KONVENSI :
Dalam Pokok Perkara :
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebagian;
2. Meyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menyatakan RUPSLB P.T. Agis Aweca Asia/Tergugat tertanggal 18 September 2003 cacat hukum dan tidak sah menurut hukum;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil kepada Penggugat I sebesar Rp.162.000.000,- (seratus enam puluh dua juta rupiah) dan kepada Penggugat II sebesar Rp.135.000.000,- (seratus tiga puluh lima juta rupiah), ditambah bunga sebesar 6% per tahun terhitung sejak perkara ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
5. Menolak gugatan para Penggugat untuk selain dan selebihnya;
DALAM REKONVENSI :
- Menolak gugatan Penggugat dalam Rekonvensi.”
Bila seorang karyawan kemudian diangkat sebagai seorang anggota Direksi ataupun anggota Dewan Komisaris, harus dibuat jelas dan terang terlebih dahulu, apakah karyawan bersangkutan akan di-putus hubungan kerjanya (PHK) sehingga berhak atas pesangon sebelum diangkat sebagai direksi/komisaris, ataukah status karyawan tetap berlanjut meski merangkap sebagai seorang Organ Perseroan.
Kedua konstruksi hukum tersebut membawa konsekuensi hukum yang masing-masing saling berbeda, dengan rincian sebagai berikut:
- Bila disepakati bahwa pekerja/karyawan akan secara resmi dan hormat terlebih dahulu diberhentikan sebelum diangkat sebagai direksi/komisaris, sebelum dirinya diangkat maka sang pekerja wajib mendapat pesangon; dan selanjutnya maka ketika dirinya diberhentikan sebagai anggota Direksi/Komisaris, dirinya tidak lagi berhak meminta pesangon atas jabatannya selama bertugas sebagai Direksi/Komisaris—karena Direksi/Komisaris adalah Organ Perseroan, bukan dikategorikan sebagai tenaga kerja.
- Bila disepakati bahwa pengangkatan pekerja tidak dimaknai sebagai PHK status sang pekerja, artinya selama masa jabatannya sebagai Direksi/Komisaris, dirinya memiliki rangkap peran dan jabatan sebagai Direksi/Komisaris dan disaat bersamaan selaku pekerja pula pada perseroan. Diberhentikannya sang Direksi/Komisaris akan mengakibatkan dirinya kembali pada tugas pokok dan fungsinya semula selaku karyawan dan bekerja seperti sedia kala sebelum diangkat sebagai Direksi/Komisaris.
Untuk itu perlu diatur secara jelas dan tegas dalam kesepakatan antara pihak perseroan dengan karyawan calon direksi/komisaris, dan alangkah baiknya dituangkan “hitam diatas putih” guna memastikan posisi dan hak serta kewajiban masing-masing pihak. Kejelasan ini penting diutarakan sejak di muka, agar tidak berujung pada “pahit” kekecewaan terhadap sikap pemilik perseroan dikemudian hari.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.