General Manager adalah Pekerja, Bukan Organ Perseroan

LEGAL OPINION
Question: Pak Hery (dari SHIETRA & PARTNERS) mengatakan bahwa seorang direksi ataupun komisaris bukan dikategorikan sebagai seorang pekerja yang berhak menuntut pesangon. Tapi, gimana jika seorang GM (general manajer), apa juga dikategorikan sebagai bukan pekerja?
Brief Answer: General Manager memang termasuk dalam kategori top management, namun berhubung namanya tidak tercantum dalam Anggaran Dasar perseroan, maka dirinya tidak termasuk dalam kategori Organ Perseroan. Karena bukan berkedudukan sebagai Organ Perseroan, maka seorang General Manager merupakan seorang pekerja yang hak-hak normatifnya dilindungi oleh undang-undang ketenagakerjaan sama seperti karyawan lainnya.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 395 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 23 Juni 2016, perkara antara:
- OCTOWANDI, sebagai Termohon Kasasi II dahulu Penggugat; melawan
- PIMPINAN HERMES PALACE HOTEL, selaku Pemohon Kasasi II dahulu Tergugat.
Penggugat adalah karyawan Hermes Hotel Palace di Banda Aceh, dengan jabatan terakhir sebagai General Manager (GM), yang telah mempunyai masa kerja 6 (enam) tahun, dimana jabatan tersebut adalah jabatan teknis yang dimiliki seorang pemimpin operasional perusahaan, dalam struktur perusahaan sering disebut sebagai manajer perusahaan sebab memang GM-lah yang me-manage jalannya perusahaan walaupun sebenarnya dia masih termasuk level pekerja sebab ia bekerja atau dipekerjakan oleh pemilik perusahaan.
Mendadak, Tergugat mengirim lagi surat kepada Penggugat melalui email dengan tagline pemberhentian sebagai GM dan mengangkat pegawai lain sebagai GM Incharge. Tanggal 14 April 2015 Tergugat mengeluarkan pengumuman melalui surat kabar yang berbunyi bahwa posisi Penggugat sebagai GM sudah digantikan oleh pegawai lain dengan tagline: Mulai hari ini, tanggal 13 April 2015, telah memberhentikan dengan hormat Sdr. Octowandi dari jabatannya selama ini sebagai General Manager.
Tergugat tidak memberikan pesangon dan hak-hak lainnya selain sisa uang gaji yang menurut Tergugat Rp8.387.096,00 yang ditransfer melalui rekening Penggugat pada tanggal 14 April 2015, hal mana tindakan Tergugat tersebut tidak sesuai dengan aturan ketenagakerjaan. Penggugat bukan pekerja yang digaji harian akan tetapi Penggugat adalah pekerja tetap.
Penggugat melapor/membuat pengaduan pada Disnaker Kota Banda Aceh tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa alasan yang jelas. Mediator/konsiliator telah memproses permasalahan antara Penggugat dengan Tergugat tersebut dan telah mengeluarkan anjuran tertulis agar Tergugat membayar hak-hak Penggugat. Tergugat tidak memberi respon, sehingga Penggugat kemudian mengajukan gugatan.
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial Banda Aceh telah memberikan putusan Nomor 05/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Bna., tanggal 26 Oktober 2015 yang amarnya sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat Konvensi untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi berakhir terhitung sejak tanggal 13 April 2015;
3. Menghukum Tergugat Konvensi untuk memenuhi hak-hak Penggugat Konvensi sebagai akibat terjadinya pemutusan hubungan kerja tersebut dengan membayar sejumlah uang kepada Penggugat Konvensi dengan rincian sebagai berikut :
a. Uang Pesangon (2 x 5 x Rp22.500.000,00) Rp225.000.000,00
b. Uang Penghargaan Masa Kerja (2 x Rp22.500.000,00) Rp 45.000.000,00
c. Uang Pengganti Hak 15 % x Rp270.000.000,00 Rp 40.500.000,00
Jumlah Total Rp270.000.000,00 + Rp40.500.000,00 Rp310.500.000,00 (tiga ratus sepuluh juta lima ratus ribu rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat Konvensi untuk selain dan selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi. Begitupula Penggugat mengajukan kasasi, karena PHI tidak mengabulkan Upah Proses. Terhadap permohonan para pihak, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum yang penting untuk disimak, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi masing-masing tanggal 19 November 2015 dan kontra memori kasasi masing-masing tanggal 21 Desember 2015 dan 17 Desember 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Banda Aceh tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Tergugat tidak dapat membuktikan adanya alasan yang sah dalam melakukan pemutusan hubungan kerja dengan Penggugat sehingga sudah tepat Tergugat dihukum membayar 2 (dua) kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003;
- Bahwa namun demikian putusan Judex Facti perlu diperbaiki sepanjang mengenai upah proses, seharusnya upah proses diberikan 6 (enam) bulan karena tidak masuk kerjanya Penggugat bukan atas kemauan Penggugat melainkan karena kemauan Tergugat, sehingga hak-hak Penggugat sebagai berikut:
- Uang Pesangon (2 x 5 x Rp22.500.000,00) = Rp225.000.000,00
- Uang Penghargaan Masa Kerja (2 x Rp22.500.000,00) = Rp 45.000.000,00
- Uang Pengganti Hak 15 % x Rp270.000.000,00 = Rp 40.500.000,00
Jumlah Rp310.500.000,00
- Upah Proses: 6 x Rp22.500.000,00 = Rp135.000.000,00
Jumlah = Rp445.500.000,00 (empat ratus empat puluh lima juta lima ratus ribu rupiah);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I OCTOWANDI dan Pemohon Kasasi II PIMPINAN HERMES PALACE HOTEL tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar sebagaimana disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I OCTOWANDI dan Pemohon Kasasi II PIMPINAN HERMES PALACE HOTEL tersebut;
2. Memperbaiki amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 05/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Bna., tanggal 26 Oktober 2015 sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
MENGADILI SENDIRI:
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat Konvensi untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi berakhir terhitung sejak tanggal 13 April 2015;
3. Menghukum Tergugat Konvensi untuk memenuhi hak-hak Penggugat Konvensi sebagai akibat terjadinya pemutusan hubungan kerja tersebut dengan membayar sejumlah uang kepada Penggugat Konvensi dengan rincian sebagai berikut:
a. Uang Pesangon (2 x 5 x Rp22.500.000,00) = Rp225.000.000,00
b. Uang Penghargaan Masa Kerja (2 x Rp22.500.000,00) = Rp 45.000.000,00
c. Uang Pengganti Hak 15 % x Rp270.000.000,00 = Rp 40.500.000,00
Jumlah Rp310.500.000,00
d. Upah Proses: 6 x Rp22.500.000,00 = Rp135.000.000,00
Jumlah = Rp445.500.000,00 (empat ratus empat puluh lima juta lima ratus ribu rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat Konvensi untuk selain dan selebihnya.”
© SHIETRA & PARTNERS Copyright.