Surat Ukur Sertifikat Tanah yang Tumpang Tindih

LEGAL OPINION
Question: Saat ini saya sedang bersitegang dengan pihak lain yang mengklaim juga memiliki sertifikat tanah atas bidang lahan yang sama. Sertifikat mana yang lebih benar di mata hukum, yang lebih dahulu terbitnya atau sertifikat yang baru belakangan terbit?
Brief Answer: Sangat kasuistis, bergantung latar belakang kasusnya. Namun secara garis besar, dalam hal terjadi tumpang tindih sertifikat hak atas tanah, maka “data yuridis” pada sertifikat yang terlebih dahulu terbit adalah lebih memiliki otoritatif. Sementara dalam konteks tumpang tindih “data fisik”, seperti surat ukur yang saling berbeda, maka yang dinilai memiliki otoritatif ialah “data fisik” sertifikat yang lebih baru terbitnya. Namun dalam kasus lain, bisa berlaku konstruksi hukum yang sebaliknya.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi dapat dijumpai dalam putusan Pengadilan Tinggi Denpasar sengketa register Nomor 95/PDT/2015/PT DPS. tanggal 30 Juli 2015, perkara antara:
- SYARIFAH AMAN, semula sebagai PENGGUGAT selanjutnya selaku PEMBANDING; melawan
- NI MADE ARDANI, semula sebagai TERGUGAT selanjutnya sebagai TERBANDING; dan
- TRI PERMANA PUTRA, semula sebagai TURUT TERGUGAT selanjutnya sebagai TURUT TERBANDING.
Pada tahun 2008, Penggugat membangun rumah yang dipergunakan sebagai villa, di atas tanah sertifikat hak milik (SHM) Nomor 4439 tanggal 19 Juli 2011, surat ukur tanggal 12/07/2011, atas nama Penggugat.
Untuk menuju ke tanah milik Penggugat harus melalui jalan yang berukuran lebar kurang lebih 5 meter yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Gang Suku-Suku, dan jalan tersebut pun digunakan oleh Penggugat serta warga masyarakat lainnya sebagai akses jalan masuk, sehingga terhadap jalan tersebut telah melekat azas fungsi sosial.
Penggugat pada Tahun 2011 telah menyewakan tanah Penggugat beserta bangunan yang berdiri diatasnya untuk 2 (dua) tahun kepada seorang penyewa. Namun kemudian Almarhum I Nyoman Werka dan Tergugat membangun tembok permanen penghalang yang menghalangi akses keluar masuk dari tanah Penggugat menuju kearah Gang suku-suku, dan mengklaim bahwa Gang Suku-Suku adalah tanah Hak Milik dari I Nyoman Werka.
Akibat dari pembangunan tembok permanen yang menghalangi akses masuk dari pekarangan rumah Tergugat menuju Gang Suku-Suku menyebabkan terputusnya atau terhalangnya jalan keluar masuk dari pekarangan tanah Penggugat menuju jalan raya, dimana hal ini kemudian menyebabkan pihak Penyewa yang menyewa tanah Penggugat menggugat Penggugat dengan dalil telah menyewakan rumah tanpa memiliki akses masuk dan melakukan dan menuntut ganti rugi kepada penyewa sebesar Rp. 150.000.000.
Adapun yang kemudian menjadi Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 283/Pdt.G/2014/PN.Dps. Tanggal 5 Nopember 2014, dengan amarnya sebagai berikut :
DALAM POKOK PERKARA :
“Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Penggugat mengajukan upaya hukum banding, dengan dalil bahwa SHM No.4439 atas nama Penggugat memiliki gambar situasi yang mencantumkan batas utara tanah milik Penggugat adalah jalan, dan bukan tercantum sebagai tanah milik I Nyoman Werka. SHM milik Penggugat diterbitkan oleh instansi yang berwenang yaitu Kantor Pertanahan Kabupaten Badung, dan sepanjang belum dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku, adalah sah sebagai alat bukti Hak Milik yang sempurna.
Secara kontradiktif, Tergugat pun memiliki bukti otentik, yakni SHM No. 4519 / Desa Canggu dan sesuai dengan Surat Ukur tertanggal 19 Nopember 1999 tertera atas nama I Nyoman Werka yang diajukan oleh Tergugat yang dikuatkan pula oleh keterangan saksi dari Kantor Pertanahan, terbukti bahwa sebidang tanah yang diklaim sebagai jalan / fasilitas umum / gang suku-suku oleh Penggugat ternyata bukan merupakan jalan umum, namun merupakan sebidang tanah milik almarhum I Nyoman Werka, dimana asal hak kepemilikan tanah tersebut berasal dari jual-beli dengan Anak Agung Ngurah Putu Sutapa pada tanggal 29 September 1999.
Oleh karena tanah yang diklaim sebagi Gang Suku–Suku adalah merupakan tanah milik Tergugat maka Tergugat berhak membangun, mendirikan dan atau menanam apapun diatas tanah miliknya, sehingga oleh karena itu urusan sewa–menyewa yang terjadi antara Penggugat dengan pihak ketiga yang mungkin mengakibatkan kerugian di pihak Penggugat, bukanlah urusan ataupun tanggung jawab pihak Tergugat. Lagipula pembangunan tembok tersebut tidak melanggar hukum, kesusilaan, atau kepantasan, maka tidak ada perbuatan melawan hukum.
Terhadap banding yang diajukan Penggugat, Pengadilan Tinggi kemudian membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, ... Pengadilan Tinggi menyimpulkan adanya fakta–fakta hukum sebagai berikut:
- Bahwa pada tahun 2008 Pembanding semula Penggugat membangun rumah yang dipergunakan sebagi Villa diatas tanah milik Pembanding semula Penggugat dengan Sertifikat Hak Milik No.4439/2011 tanggal 19 Juli 2011 luas 1235 M2 Surat Ukur tanggal 12 Juli 2011 No.04719/TIBUBENENG/2011 atas nama Pembanding semula Penggugat, dengan batas-batas: Utara : Gang Suku–Suku;
- Bahwa pada tahun 2011 almarhum I Nyoman Werka dan Terbanding semula Tergugat telah membangun tembok permanen sehingga menghalangi akses untuk keluar serta masuk menuju Gang Suku–Suku sehingga Pembanding semula Penggugat dan warga disekitarnya tidak masuk melalui gang Suku–Suku tersebut, yang mana I Nyoman Werka telah mengklaim kalau Gang Suku-Suku adalah merupakan tanah miliknya;
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim Tingkat Banding memeriksa dan meneliti serta mempelajari dengan seksama Putusan Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 5 Nopember 2014 Nomor: 283/Pdt.G/2014/PN.Dps, Majellis Hakim Tingkat Banding tidak sependapat dengan Majelis Hakim Tingkat Pertama yang menyatakan bahwa jalan tersebut statusnya adalah milik atas nama I Nyoman Werka yang dalam hal ini adalah Tergugat dan Turut Tergugat, sehingga pemanfaatannya tetap harus seijin pemiliknya;
“Menimbang, Sertifikat No. 4519 milik I Nyoman Werka terbit pada tanggal 26 Nopember 1999, sedangkan Sertifikat No. 4439 milik Pembanding semula Penggugat terbit pada tanggal 19 Juli 2011 hal ini berarti Sertifikat miliknya Pembanding semula Penggugat belakangan terbitnya, yang tentunya produk yang diterbitkan belakangan sudah memuat hal–hal yang baru sesuai dengan keadaan pada waktu Sertifikat tersebut diterbitkan;
“Menimbang, bahwa dalam Sertifikat No. 4439 dalam gambar situasi dengan jelas disebutkan batas sebelah utara adalah jalan yang kemudian dikenal dengan Gang Suku–Suku yang dipergunakan oleh Penggugat serta masyarakat sekitarnya sebagai akses jalan keluar serta masuk melalui gang Suku–Suku tersebut, maka siapapun berhak menggunakan jalan tersebut tanpa ada halangan dari siapapun juga;
“Menimbang, bahwa Sertifikat No.4439 adalah produk Kantor Badan Pertanahan yang lahir belakangan semestinya saksi ahli juga harus mengakui tentang keberadaan Sertifikat No. 4439 beserta gambar situasinya, dengan mengakui adanya jalan tersebut sebagai jalan umum dan bukan bagian dari tanah sertifikat No. 4519 yang telah terbit lebih dahulu pada tahun 1999;
“Menimbang, bahwa oleh karena jalan tersebut sudah menjadi jalan umum, dimana sejak tahun 2008 pada waktu Pembanding semula Penggugat membangun rumah tersebut juga memakai jalan itu sebagai akses keluar serta masuk rumah tak ada gangguan dari siapapun juga, demikian juga dengan masyarakat disekitarnya yang bebas keluar masuk melalui jalan tersebut, hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang menyatakan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”;
“Menimbang, bahwa oleh karena menurut Pasal 6 Undang–Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, semua hak atas tanah-tanah mempunyai fungsi sosial dan sejak tahun 2008 tanah tersebut sudah beralih fungsi menjadi jalan umum yang dikenal sebagai Gang Suku–Suku, yang dipergunakan oleh Penggugat maupun masyarakat lain disekitarnya sebagai akses jalan keluar masuk ke kawawasan tersebut, sehingga tindakan I Nyoman Werka dan Terbanding semula Tergugat membangun tembok permanen yang menutup Gang Suku–Suku adalah perbuatan yang melawan hukum;
M E N G A D I L I
“Menerima Permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 5 Nopember 2014 Nomor: 283/Pdt.G/2014/PN.Dps. yang dimohonkan banding tersebut;
MENGADILI SENDIRI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menghukum Tergugat ataupun pihak lain yang berada di atas tanah Tergugat untuk membongkar tembok permanen yang menghalangi hak Penggugat untuk melintas melalui Gang Suku–Suku dan memberikan jaminan hak untuk melintas dari tanah milik Penggugat melalui Gang Suku–Suku tanpa halangan apapun dan tanpa halangan dari manapun;
4. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan taat pada putusan ini.”
Terdapat hal yang kurang tepat dari putusan tingkat banding, yakni Pengadilan Tinggi menolak ganti-rugi pembebasan lahan untuk kepentingan umum bagi pemilik tanah yang sah. Perhatikan kaedah normatif dalam Pasal 53 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman berikut:
(1) Keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 Ayat (1) huruf f dilakukan untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan antara pemenuhan kepentingan publik dengan kepentingan setiap orang.
(2) Keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sasaran Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang dilakukan melalui:
a. pelibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian;
b. pemberian informasi rencana kawasan Permukiman secara terbuka kepada masyarakat;
c. pemberian hak ganti rugi bagi setiap orang yang terkena dampak Penyelenggaran Perumahan dan Kawasan Permukiman; dan/atau
d. pemberian insentif kepada setiap orang yang dengan sukarela memberikan haknya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.