Pekerja Lansia yang Menggugat PHK dengan Alasan Pensiun meski Baru Dipekerjakan saat Pekerja telah Lanjut Usia

LEGAL OPINION 
Question: Demi alasan kemanusiaan, perusahaan saya ada mempekerjakan seorang pegawai lanjut usia. Mendadak, beberapa waktu kemudian, pegawai ini minta di-PHK dengan alasan sudah pensiun, disertai tuntutan pesangon pula. Padahal, saat kami pekerjakan umurnya sudah lebih dari 57 tahun. Apa yang jadi hukumnya ini?
Brief Answer: Pekerja/pegawai yang baru dipekerjakan saat dirinya telah mencapai usia pensiun, tidak dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan memasuki usia penisun. Namun, berdasarkan rasa keadilan, hakim tetap akan memberikan pesangon sebagai kompensasi PHK.
PEMBAHASAN:
Pernah terjadi sebuah kasus serupa, yakni putusan Pengadilan Hubungan Industrial Surabaya register Nomor 47/G/2016/PHI Sby tanggal 1 Agustus 2016, perkara antara:
- PAIDI, sebagai Penggugat; melawan
- ANDI SUSILO, Pemilik UD Mie dan Kue Kim Hwa, selaku Tergugat.
Penggugat mengklaim sebagai pekerja di Perusahaan Mie dan Kue Kim Hwa sejak tahun 1985, sebagai sopir dan jabatan terakhir sebagai “Pengecek keluar masuk barang”. Penggugat mengajukan gugatan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan sudah memasuki usia pensiun, dimana Penggugat sudah berusia hampir 65 tahun, serta sudah tidak mampu bekerja seperti biasanya dan juga sering sakitsakitan.
Penggugat menuntut kepada Tegugat untuk membayarkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 167 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Tergugat menolak dalil Penggugat yang yang menyatakan telah bekerja sejak tahun 1985, karena Penggugat hanya sebagai Sopir panggilan. Tergugat menolak dalil Penggugat yang menyebutkan batasan usia pensiun berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor: 02/MEN/1993 tentang Usia Pensiun, karena dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tidak menyebutkan batasan usia pensiun.
Terhadap dalil Penggugat maupun sanggahan Tergugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa oleh karena yang menjadi perselisihan dalam perkara ini adalah mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan terlebih dahulu mengenai status hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut di atas, serta setelah Majelis Hakim memeriksa bukti-bukti lainnya yang telah diajukan oleh para pihak di persidangan baik bukti surat maupun saksi, tidak ditemukan bukti yang dapat membuktikan bahwa Penggugat adalah sebagai pekerja tetap pada perusahaan Tergugat terhitung sejak tahun 1985, dimana status Penggugat saat itu adalah sebagai sopir panggilan, kemudian pada tahun 2014 Penggugat dipekerjakan di perusahan Tergugat sebagai penjaga pintu keluar masuk barang;
“Menimbang, bahwa dengan demikian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa status hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat adalah terhitung sejak tahun 2014;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan mengenai apakah tuntutan Penggugat tentang pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun telah beralasan hukum atau tidak? maka akan dipertimbangkan sebagai berikut :
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-1 berupa Kartu Anggota Persaudaraan Buruh Surabaya, diketahui bahwa Penggugat lahir di Surabaya pada tanggal 10 Mei 1951, dengan demikian umur Penggugat saat menjalin hubungan kerja dengan Tergugat pada tahun 2014, Penggugat sudah berusia 63 tahun;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, telah mengatur usia pensiun ditetapkan 56 (lima puluh enam) tahun;
“Menimbang, bahwa dengan demikian oleh karena Penggugat saat menjalin hubungan kerja dengan Tergugat telah berusia 63 tahun, dimana usia Penggugat tersebut telah melebihi ketentuan usia pensiun yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2015, maka tuntutan Penggugat mengenai pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun tidak beralasan hukum dan harus dinyatakan ditolak;
“Menimbang, bahwa meskipun gugatan Penggugat dalam bagian pokok perkara telah dinyatakan ditolak, namun demikian dengan berpedoman pada permohonan subsider yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat dalam gugatan dan jawabannya yang memohon kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya apabila Majelis Hakim berpendapat lain, maka Majelis Hakim akan memutus perkara ini sesuai asas keadilan jo. Pasal 100 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, sebagai berikut ini:
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-8, T-9, T-10 dan T-12 diperoleh fakta bahwa Penggugat telah terbukti melakukan beberapa kali pelanggaran kerja, dan terhadap pelanggaran tersebut Tergugat telah memberikan surat peringatan kepada Penggugat yakni surat peringatan I tertanggal 1 Oktober 2015, surat peringatan II tertanggal 18 November 2015, surat peringatan III tertanggal 20 November 2015 dan surat peringatan IV tertanggal 23 Januari 2016;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-5 berupa Anjuran Mediator Hubungan Industrial pada Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya tertanggal 29 Januari 2016, diperoleh fakta bahwa terhadap perselisihan tersebut telah ditempuh upaya penyelesaian melalui mediasi akan tetapi tidak tercapai kesepakatan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, oleh karena Penggugat telah terbukti melakukan pelanggaran kerja, maka menurut Majelis Hakim bahwa penyelesaian yang adil dalam perkara ini adalah dengan menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak putusan ini diucapkan dengan alasan karena Penggugat melakukan pelanggaran kerja, dengan mewajibkan kepada Tergugat untuk membayar uang kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada Penggugat sesuai dengan ketentuan Pasal 161 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 157 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, komponen upah Penggugat yang dapat digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak, dalam hal penghasilan Penggugat yang dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari;
Menimbang, bahwa oleh karena upah Penggugat perhari adalah Rp.104.200,00 (seratus empat ribu dua ratus rupiah), maka perhitungan upah sebulan Penggugat adalah Rp.104.200,00 x 30 = Rp.3.126.000,00;
“Menimbang, bahwa dengan demikian Tergugat berkewajiban membayarkan uang kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada Penggugat, dengan dasar perhitungan upah sebulan Penggugat adalah Rp.3.126.000,00 dan masa kerja 2 (dua) tahun, dengan perincian sebagai berikut :
a) Uang pesangon: 1 x 3 (bulan) x Rp.3.126.000,00 = Rp.9.378.000,00
b) Uang penggantian hak: 15 % x Rp.9.378.000,00 = Rp. 1.406.700,00
Total keseluruhan = Rp.10.784.700,00;
“Menimbang, bahwa berdasarkan segala sesuatu yang telah dipertimbangkan tersebut di atas, telah cukup bagi Mejelis Hakim untuk menyatakan mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
 “M E N G A D I L I
DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak putusan ini diucapkan;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kompensasi pesangon akibat dari pemutusan hubungan kerja kepada Penggugat secara tunai dengan perincian sebagai berikut :
a) Uang pesangon:
- 1 x 3 (bulan) x Rp.3.126.000,00 = Rp.9.378.000,00
b) Uang penggantian hak:
- 15 % x Rp.9.378.000,00 = Rp. 1.406.700,00
Total keseluruhan = Rp.10.784.700,00. (sepuluh juta tujuh ratus delapan puluh empat ribu tujuh ratus rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.