Otoritatif Nota Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan

LEGAL OPINION
Question: Memang apa akibatnya, bila nota pegawai pengawas tenagakerja tak dihiraukan pihak pengusaha?
Brief Answer: Resiko terburuk menjadi terbuka, dinilai sebagai tidak memiliki itikad baik, semisal sikap pengusaha yang memutus hubungan kerja karyawannya akan dinilai pengadilan sebagai efisiensi yang berbuntut kewajiban kompensasi berupa pesangon dua kali ketentuan normal. Nota pegawai pengawas ketenagakerjaan memiliki semacam “sakralitas” tersendiri di mata hakim, sebagai suatu penetapan pemerintah yang bersifat otoritatif dan dihormati oleh pengadilan.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, dapat kita merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 598 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 26 Oktober 2015, perkara antara:
- FERY FIRMANSYAH, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- PT. FUJI SPRING INDONESIA, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat telah bekerja pada Tergugat terhitung sejak tahun 2013. Awal permasalahan, Tergugat melakukan pelanggaran kaidah PKWT yang diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003:
1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. Pekerjaan yang berbubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan;
2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap;
3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. 
Penggugat dipekerjakan oleh Tergugat terhitung sejak tanggal 02 Oktober 2013 sampai dengan 02 April 2014, dan diperpanjang kembali hubungan kerjanya sampai tanggal 02 Oktober 2014. Penggugat dipekerjakan pada tugas pokok produksi yaitu di bagian Spring Tarik Dan Press dengan jabatan sebagai Operator yang sifat dan jenis pekerjaannya tetap, yang secara yuridis tidak diperbolehkan berbentuk ikatan PKWT, mengingat ketentuan Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur:
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.”
Pelanggaran Tergugat telah ditegaskan oleh Disnakertrans Kabupaten Karawang dengan dikeluarkannya nota penjelasan yang isinya bahwa telah terjadi pelanggaran PKWT di PT. Fuji Spring Indonesia maka akibat hukum dari pelanggaran PKWT tersebut adalah beralihnya status PKWT menjadi PKWTT (pekerja tetap).
Note SHIETRA & PARTNERS: Analogi yang sama berlaku pada praktik berbagai perbankan swasta di tanah air, dimana pegawai bagian teller / cashier conter mereka diikat hubungan kerja kontrak, meski bidang usaha perbankan tidak mungkin tanpa adanya pegawai konter kasir yang menerima dan melayani penarikan / penyetoran dana nasabah.
Namun, pada 29 September 2014, terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat dengan alasan habis masa PKWT-nya. Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung telah memberikan putusan Nomor 24/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Bdg, tanggal 16 Juni 2015, dengan amar sebagai berikut:
DALAM POKOK PERKARA:
Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“bahwa keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 9 Juli 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 13 Agustus 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa yang menjadi dasar putusnya hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat adalah hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), putusan mana tidak dapat dibenarkan karena PHK telah salah menerapkan hukum, melanggar ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
- Bahwa menurut Nota Peringatan dari Disnakertrans Kabupaten Karawang tanggal 20 Agustus 2014 sebelum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) berakhir menyatakan bahwa bidang/jenis pekerjaan yang diperjanjikan dalam hubungan kerja adalah pekerjaan yang bersifat terus-menerus atau tetap sehinga hubungan kerjanya tidak boleh dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan seharusnya Nota Dinas dari badan / lembaga yang mempunyai otoritas tersebut diperhatikan / dipertimbangkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial dalam memutus perkara ini;
- Bahwa berdasarkan Nota Dinas tersebut menurut Majelis Hakim kasasi berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Perjanjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) demi hukum menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT);
- Bahwa dengan demikian tindakan PHK oleh Tergugat adalah sebagai tindakan PHK terhadap hubungan kerja waktu tidak tertentu, yang dapat dikatagorikan sebagai tindakan PHK dengan alasan melakukan efisiensi sebagaimana dimaksud ketentuan dalam Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dan atas PHK a quo Penggugat berhak atas kompensasi PHK atas Uang Pesangon sebesar 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan Uang Penggantian Hak satu kali ketentuan Pasal 56 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
- Bahwa karena masa kerja Penggugat adalah selama 1 tahun lebih dan menerima upah sebesar Rp2.814.590,00 sebulan, maka Penggugat berhak atas Uang Pesangon, dan Uang Penggantian Hak atas penggantian perumahan dan pengobatan serta perawatan, dengan perhitungan sebagai berikut:
- Uang Pesangon: 2 x (2 x Rp2.814.590,00) = Rp 11.258.360,00
- Uang Penggantian Hak atas penggantian perumahan dan pengobatan serta perawatan: 15% x (Rp11.258.360,00) = Rp 1.688.754,00
Jumlah: Rp 12.947.114,00
- Bahwa karena hubungan kerja antara penggugat dengan Tergugat semula didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yang sama-sama telah ditanda-tangani oleh kedua belah pihak, maka sudah seadilnya atas PHK ini Penggugat tidak diberikan Upah Proses;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: FERY FIRMANSYAH tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 24/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Bdg tanggal 16 Juni 2015 selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: FERY FIRMANSYAH tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 24/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Bdg tanggal 16 Juni 2015;
MENGADILI SENDIRI
Dalam Pokok Perkara :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat yang didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) putus terhitung sejak tanggal 2 Oktober 2014;
3. Menghukum Tergugat membayar uang pesangon, dan uang penggantian hak atas penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan kepada Penggugat sebesar Rp12.947.114,00 (dua belas juta sembilan ratus empat puluh tujuh ribu seratus empat belas rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.