Freelance Tanpa Perjanjian Tertulis, Menjelma PKWTT Demi Hukum

LEGAL OPINION
Question: Saya dan beberapa kawan marketing lainnya dikatakan bos kami sebagai freelance, jadi tak bisa minta pesangon ketika diberhentikan. Apa benar begitu aturannya? Kami sudah lama bekerja pada bos kami itu. Dan sampai sekarang tak ada perjanjian kerja apapun.
Brief Answer: Pekerja lepas (freelance), merupakan hubungan hukum industrial yang dilandasi perjanjian kerja secara tertulis. Hubungan industrial yang tidak tertulis, seketika demi hukum menjadi hubungan hukum Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu—sehingga berhak atas pesangon serta hak normatif lainnya layaknya Pekerja Tetap.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, dapat merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 167 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 25 April 2016, perkara antara:
- PT. THAMRIN BROTHERS, sebagai Pemohon Kasasi, dahulu selaku Tergugat; melawan
- HERRYNALDO bin HERMAN ARIFIN, selaku Termohon Kasasi, dahulu sebagai Penggugat.
Penggugat merupakan karyawan Tergugat sejak tahun 1996, dan secara administratif telah tercatat sebagai pegawai, dengan diberikan Nomor Induk Karyawan yang sekaligus menjadi ID Card atau tanda pengenal bagi Penggugat terkait dengan urusan-urusan pekerjaan yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan Tergugat.
Penggugat bekerja di perusahaan Tergugat sesuai dengan penempatannya oleh pimpinan perusahaan, ditugaskan pada angkutan ekspedisi pengiriman, pengambilan unit baru roda empat sebagai driver (sopir) dengan jarak tempuh antara Palembang-Jakarta (pulang pergi) serta Palembang-kota-kota lain di dalam wilayah pulau Sumatera, yang mana pekerjaan tersebut dilaksanakan secara rutin sesuai dengan jadwal yang diatur oleh pihak perusahaan Tergugat. Penggugat pun ditugaskan oleh Tergugat untuk melayani pengantaran karyawan-karyawan kantor perusahaan pergi ke luar kota untuk urusan-urusan yang terkait dengan kepentingan perusahaan Tergugat.
Penggugat bersikap loyal dan patuh pada Tergugat, serta kepada pimpinan perusahaan Tergugat, dimana Penggugat bekerja dan mengabdikan diri sebagai karyawan, sehingga karena memegang prinsip-prinsip tersebut maka sejauh ini Penggugat tidak pernah mendapat teguran/peringatan (Surat Peringatan/SP) ataupun sanksi indisipliner.
Dari awal Penggugat bekerja hingga terakhir dipekerjakan, Penggugat bekerja secara terus-menerus, tidak pernah ada waktu jedah untuk tidak bekerja atau berhenti atau diperintahkan untuk berhenti pada masa waktu tertentu secara periodik.
Penggugat mendapatkan upah/gaji yang diberikan satu kali dalam satu bulan, dan diberikan langsung oleh perusahaan Tergugat. Pada Agustus 2014, Penggugat dipanggil oleh pengawas showroom, yang mana setelah Penggugat menghadapnya dikatakannya bahwa atas perintah manager perusahaan Tergugat, terhitung mulai hari tersebut Penggugat diberhentikan. Maka Penggugat menghadap pimpinan pusat, dan pihak pimpinan menyatakan bahwa keputusan telah diambil, yaitu Penggugat dinyatakan diberhentikan bekerja dari Perusahaan Tergugat.
Tergugat selanjutnya menyatakan bahwa Penggugat dengan pemecatan tersebut mendapatkan uang pesangon 4 bulan gaji, dengan diminta untuk menandatangani surat pengunduran diri pada perusahaan Tergugat, yang saat itu sudah disiapkan oleh Tergugat. Namun, atas kesemua keputusan/tawaran Tergugat, Penggugat menolaknya.
Setelah Tergugat dinyatakan diberhentikan (Pemutusan Hubungan Kerja/PHK) oleh Tergugat, maka sejak saat itu hak-hak Penggugat sebagai pekerja di PT Thamrin Brothers tidak diberikan lagi, yaitu di antaranya adalah, upah/gaji terhitung dari bulan September 2014 sampai dengan November tahun 2014 (waktu dimana Penggugat menerima anjuran dan mediator hasil perundingan yang diperantai Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang).
Masa kerja Penggugat di perusahaan Tergugat adalah 18 tahun, terhitung sejak tahun 1996 hingga Penggugat dinyatakan dipecat pada tahun 2014. Penggugat telah berupaya untuk mengupayakan adanya jalan keluar atas sengketa hubungan industrial ini dengan cara mengajukan upaya musyawarah mediasi dengan menemui pihak Tergugat maupun perundingan tripartit dimediasi Disnaker, tetapi tidak membuahkan hasil, sehingga Penggugat mengajukan gugatan ke hadapan Pengadilan Hubungan Industrial.
PHK secara sepihak, bukan disebabkan karena adanya kesalahan yang ditimbulkan oleh Penggugat, sehingga Penggugat meminta agar pengadilan menghukum Tergugat untuk membayar uang pesangon sebesar dua kali ketentuan normal.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Palembang kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 19/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Plg., tanggal 13 Juli 2015, dengan amar sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja Penggugat dengan Tergugat adalah hubungan kerja tetap berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT);
3. Menyatakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan Tergugat kepada Penggugat adalah tidak sah dan bertentangan dengan ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlaku;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan seketika uang pengakhiran hubungan kerja (Uang PHK) dan kekurangan pembayaran upah Penggugat di tahun 2013 dan di tahun 2014 beserta hak-hak lainnya yang seharusnya diterima Penggugat dari Tergugat, dengan perhitungan uang pengakhiran hubungan kerja dan kekurangan pembayaran upah Penggugat di tahun 2013 dan di tahun 2014 beserta hak-hak lainnya yang seharusnya diterima Penggugat tersebut adalah sebagai berikut:
- Uang pesangon: 2 x (9 x Rp1.850.000,00) = Rp33.300.000,00.
- Uang penghargaan masa kerja: 7 x Rp1.850.000,00 = Rp12.950.000,00 Sub Total = Rp46.250.000,00.
- Uang penggantian hak:
15% x Rp46.250.000,00 = Rp 6.937.500,00.
- Kekurangan upah tahun 2013:
12 x (Rp1.630.000,00 - Rp600.000,00)
12 x (Rp1.030.000,00) = Rp12.360.000,00.
- Kekurangan upah tahun 2014:
8 x (Rp1.850.000,00 - Rp600.000,00)
8 x (Rp1.250.000,00) = Rp10.000.000,00 +
Total = Rp75.547.500,00 (Tujuh puluh lima juta lima ratus empat puluh tujuh ribu lima ratus rupiah);
5. Menghukum Tergugat untuk membayar upah selama proses perselisihan ini berlangsung sebanyak 3 (tiga) bulan upah, yaitu terhitung sejak upah bulan September 2014 sampai dengan bulan November 2014, dengan perhitungan upah selama proses yang seharusnya diterima Penggugat dari Tergugat adalah sebagai berikut: 3 x Rp1.850.000,00 = Rp5.550.000,00 (lima juta lima ratus lima puluh ribu rupiah);
6. Membebankan seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara sebesar Rp96.000,00;
7. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi dengan alasan bahwa Penggugat hanyalah seorang tenaga kerja lepas (freelance), dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 7 Agustus 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 17 September 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa pekerja atau Termohon Kasasi tidak terbukti selaku pekerja freelance atau pekerja harian lepas, karena berdasarkan alat bukti yang diajukan Pemohon dengan Termohon Kasasi dahulu Penggugat dan Tergugat tidak ada perjanjian kerja harian lepas secara tertulis yang sifatnya wajib sebagaimana diatur dengan tegas dalam ketentuan Pasal 12 ayat (1) Kepmenakertrans Nomor 100/Men/VI/2004;
- Bahwa, oleh karena tidak ada perjanjian kerja tertulis maka sesuai ketentuan Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 beralasan hukum dinyatakan dalam hubungan kerja tetap berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa ada kesalahan dengan hak kompensasi sesuai dengan perhitungan Judex Facti, beserta kekurangan upah selama 2 (dua) tahun terakhir berdasarkan ketentuan Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 juncto Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. THAMRIN BROTHERS tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. THAMRIN BROTHERS tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.