Sengketa Tanah di PTUN Wajib Bersifat Sederhana Pembuktiannya

LEGAL OPINION
Question: Pak Hery (dari SHIETRA & PARTNERS) mengatakan jika ada sengketa sertifikat tanah di PTUN melawan BPN, maka sifat sengketanya musti sederhana. Maksudnya apa?
Brief Answer: Memang tidak seluruh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam praktiknya akan menyatakan “gugatan tidak dapat diterima” bila sengketa kepemilikan bersifat tidak sederhana, namun telah terdapat banyak putusan PTUN yang menyatakan tak dapat diterimanya gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara seperti ditebitkan atau tidak diterbitkannya suatu sertifikat hak atas tanah hanya karena sifat pembuktiannya bersifat tigak sederhana, dalam arti sengketa keperdataannya belum terdapat kepastian hukum sebelum masuk ke dalam ranah sengketa tata usaha negara. Untuk lebih terangnya, dapat menyimak contoh dibawah ini.
PEMBAHASAN:
Dalam hukum kepailitan, dikenal istilah hutang yang telah jatuh tempo bersifat sederhana, dalam arti telah dapat diketahui secara mudah dan pasti besarnya kewajiban/hutang/liability dari pihak debitor untuk dapat mengajukan pailit terhadap sang debitor. Sementara bila kewajiban ini berupa beban ganti-rugi berdasarkan “perbuatan melawan hukum” yang belum memiliki kepastian besar nominalnya, maka Pengadilan Niaga akan menyatakan tak dapat menerima permohonan pailit sebelum ada putusan perkara perdata pada Pengadilan Negeri yang menentukan besar penghukuman ganti-rugi terhadap pihak yang telah dirugikan.
Dalam sengketa pertanahan di PTUN pun memiliki konstruksi yang menyerupai. Sebagai ilustrasi, tepat kiranya merujuk pada putusan 88/G/2012/PTUN.BDG sengketa register Nomor 88/G/2012/PTUN.BDG tanggal 24 April 2013, perkara antara:
- 3 (tiga) orang warga negara sebagai Para Penggugat; melawan
- KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BANDUNG, selaku Tergugat; dan
- PT. BANDUNG PAKAR, sebagai Tergugat II Intervensi;
Yang menjadi obyek sengketa yang dimohonkan oleh Penggugat untuk dinyatakan batal atau dicabut berupa Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT. Bandung Pakar.
Yang dipersoalkan Para Penggugat adalah menyangkut pembuktian hak atas tanah dengan berupa Persil, dimana penguasaan tanah oleh PT. Bandung Pakar dibuktikan dengan SHGB, sementara Para Penggugat membuktikan hak kepemilikannya berdasarkan Kohir/Letter C (girik) yang ternyata diketahui pula bahwa mengenai tanah yang didalilkan Para penggugat sebagai harta peninggalan dalam boedel waris masih dipersoalkan diantara para ahli warisnya, sedangkan dalam surat gugatannya Para Penggugat tidak menjelaskan bagaimana penyelesaian permasalahan diantara para ahli waris lainnya tersebut, maka menyangkut pembuktian hak atas tanah adalah sengketa keperdataan/kepemilikan yang menjadi kewenangan Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan mengadilinya.
Dikarenakan terdapat eksepsi mengenai kewenangan absolut Pengadilan maka berdasarkan Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menyebutkan:
“Eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan, dan meskipun tidak ada eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan apabila Hakim mengetahui hal itu, ia karena jabatannya wajib menyatakan bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili sengketa yang bersangkutan.”
Jamak dijumpai gugatan di PTUN terkait sengketa tanah, yang dinilai hakim sebagai keliru kompetensi absolut. Oleh sebab itu perlu dicermai secara saksama sebelum memilih mengajukan gugatan ke hadapan PTUN. Terhadap gugatan Penggugat maupun bantahan Tergugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa untuk mempertimbangkan eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi tentang kewenangan mengadili Pengadilan Tata Usaha Negara maka Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa Apakah sengketa yang dimaksud masuk dalam kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara ataukah tidak ?
“Menimbang, bahwa kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana telah diatur didalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yakni “Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.”
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa: “Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa sengketa yang diuji terhadap obyek sengketa oleh Majelis Hakim Peradilan Tata Usaha Negara harus bersifat tata usaha Negara mengenai penerapan hukumnya;
“Menimbang, bahwa Tergugat dan Tergugat II Intervensi mendalilkan bahwa gugatan Para Penggugat tersebut senyatanya sengketa mengenai kepemilikan hak atas tanah, dimana Penggugat membuktikan hak kepemilikannya berdasarkan Kohir/Leter C No. 1387 Persil 83 D III Desa Ciburial yang merupakan peninggalan orangtuanya dan tidak pernah dijual kepada siapapun. Sedangkan penguasaan tanah oleh PT. Bandung Pakar dibuktikan dengan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 56/Mekarsaluyu dan Sertipiat Hak Guna Bangunan nomor: 179/Mekarsaluyu, maka secara hukum harus dibuktikan terlebih dahulu keabsahan dari kepemilikan obyek sengketa tersebut, dan yang berkompeten memutus keabsahan obyek sengketa adalah Peradilan Umum;
“Menimbang, bahwa dari bukti P-7 tersebut diatas diperoleh fakta hukum bahwa bidang tanah yang posisinya berada pada bidang Hak Guna Bangunan Nomor 56/Mekarsaluyu dan Hak Guna Bangunan Nomor 179/Mekarsaluyu atas nama PT. Bandung Pakar adalah tanah atas nama Satri alias Satiri Persil 38 D III Kohir No. 302 seluas 29.750 M2, sedangkan Para Penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 26 September 2012 dan diperbaiki pada tanggal 07 Nopember 2012 mendalilkan bahwa Para Penggugat memiliki tanah yang berasal dari peninggalan orang tuanya (M. Rahmat) yang tercatat dalam Kohir/Leter C No. 1387 Desa Ciburial, Nomor Persil 83 Klas Desa III, dan setelah terjadi pemekaran wilayah tanah tersebut masuk wilayah Desa Mekarsaluyu, tetapi tanahnya berkurang karena hilang satu persil, dan tanah tersebut berada dalam Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 56/Desa Mekasaluyu dan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 179/Desa Mekarsaluyu atas nama PT. Bandung Pakar;
“Menimbang, bahwa dari Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 56/Desa Mekasaluyu (vide bukti T.II.Int-2 = T1) diperoleh fakta hukum bahwa tanah dimaksud oleh sertipikat a quo berasal dari Pemberian Hak Guna Bangunan bekas Tanah Negara berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat tanggal 22-07-1994 No. 287/HGB/KWBPN/1994;
“Menimbang, bahwa dari dalil gugatan Para Penggugat, bukti P-7, T.II.Int-2 = T1, T.II.Int-3 = T-2, T-9 dan T-10, diperoleh fakta hukum bahwa yang sebenarnya bidang tanah Para Penggugat yang berada dalam Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 56/Desa Mekarsaluyu dan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 179/Desa Mekarsaluyu tersebut adalah tanah dalam Persil 83 Leter C No. 302 atau Leter C No. 1387, dan berdasarkan bukti T-10 bidang tanah dalam Leter C No. 1387 Persil 83 D III tersebut telah dilepaskan haknya sebagaimana dalam Pelepasan Hak tertanggal 11-03-1996 No. 41-46/KP/PLP/1996, maka apakah benar tanah yang didalilkan sebagai milik Para Penggugat tersebut telah dilepaskan kepada negara yang kemudian diberikan Hak Guna Bangunan kepada PT. Bandung Pakar (incasu Tergugat II Intervensi) perlu pengujian tentang keabsahan pelepasan hak atas bidang tanah dalam Leter C No. 1387 Persil 83 D III tersebut yang didasarkan pada bukti berupa Leter C desa dan sertipikat hak atas tanah oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa sengketa tersebut merupakan sengketa kepemilikan hak atas tanah yang dilakukan oleh Rahmat/ahli warisnya dan perlu pengujian terhadap keabsahan pelepasan hak atas tanah dalam Leter C No. 1387 Persil D III yang merupakan sengketa perdata dan menjadi kewenangan Peradilan Umum cq Pengadilan Negeri tempat letak tanah terperkara;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, telah dipertimbangkan bahwa yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa tersebut adalah Peradilan Umum, maka eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi tentang kompetensi absolut atau kewenangan mengadili adalah beralasan hukum untuk dikabulkan;
“Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi yang berkaitan dengan kompetensi absolut atau kewenangan mengadili dinyatakan dikabulkan, maka eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi untuk selebihnya tidak perlu dipertimbangkan lagi;
M E N G A D I L I :
DALAM EKSEPSI:
“Mengabulkan Eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi tentang kompetensi absolut atau kewenangan mengadili;
DALAM POKOK PERKARA:
“Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak diterima.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.