Rumah yang Sedang dalam Sengketa Tidak dapat Disewakan

LEGAL OPINION
Question: Katanya jual-beli rumah tak memutus hubungan sewa penyewa terhadap pemilik rumah lama yang tetap berlanjut terhadap pemilik rumah baru sampai masa sewanya berakhir. Nah, ini ada hal terjadi, ketika objek tanah saya persengketakan, dan akhirnya saya menangkan lewat pengadilan yang menjadikan saya sebagai pemilik sah atas rumah, mendadak ada pihak-pihak yang muncul dan mengaku sebagai penyewa. Saya curiga ini orang komplotan pemilik rumah sebelumnya yang kalah melawan saya di pengadilan. Tak tanggung-tanggung, masa sewa yang diklaim 20 tahun. Masa saya musti tunggu selama itu baru dapat menempati rumah yang saya beli?
Brief Answer: Langkah pertama, ialah pihak pemilik baru perlu memberi penegasan bahwa masa sewa tidak akan diperpanjang saat jangka waktu sewanya berakhir, agar tak terbuka celah bagi pihak penyewa untuk mendalilkan “perpanjangan sewa secara diam-diam”—mengingat tren masyarakat saat kini ialah toleransi justru membuat besar kepala pihak-pihak yang diberi toleransi.
Objek rumah yang sedang dipersengketakan, tidak dapat disewakan. Bila tetap disewakan, maka yang keliru ialah pemberi sewa, sehingga yang kemudian wajib bertanggung jawab secara mutlak terhadap penyewa ialah pemberi sewa semula, bukan pemilik baru atas objek rumah.
PEMBAHASAN:
Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman:
(1) Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau menghuni Rumah.
(2) Penghunian Rumah dapat berupa:
a. hak milik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. cara sewa menyewa; atau
c. cara bukan sewa menyewa.
(3) Penghunian Rumah dengan cara sewa menyewa atau dengan cara bukan sewa menyewa sebagaimana dimaksud. pada ayat (1) huruf b dan huruf c hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik Rumah.
(4) Penghunian Rumah dengan cara sewa menyewa atau dengan cara bukan sewa menyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa.
(5) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak dan kewajiban, jangka waktu sewa menyewa, dan besarnya harga sewa serta kondisi force majeure.
(6) Rumah yang sedang dalam sengketa tidak dapat disewakan.
Pasal 30 PP No. 14 Tahun 2016:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengenai penghunian Rumah dengan cara sewa menyewa atau cara bukan sewa menyewa diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri.”
Penegasan oleh pemilik baru bahwasannya penyewa tidak lagi berhak menyewa saat jangka waktu sewa berakhir, diperlukan guna menghindari dalil pihak penyewa yang bisa jadi menggunakan kaedah normatif Pasal 1572 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata):
“Jika pihak yang satu telah memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ia berhak menghentikan sewanya, maka penyewa meskipun ia tetap menikmati barang yang bersangkutan, tidak dapat mengemukakan adanya suatu penyewa ulang secara diam-diam.”
Meski demikian, bila beberapa waktu setelah masa sewa berakhir, pihak pemilik rumah baru merasakan kebutuhan untuk meminta penyewa mengosongkan diri dari objek sewa, maka pemilik rumah tetap berhak sewaktu-waktu meminta agar penyewa mengosongkan diri, sebab sewa-menyewa objek rumah tidak dipersangkakan, namun wajib bersifat perjanjian tertulis yang salah satu komponennya ialah jangka waktu sewa disamping harga sewa, yang mana dengan demikian tidak lagi dapat diberlakukan Pasal 1573 KUHPerdata berikut:
“Jika setelah berakhir suatu penyewaan yang dibuat secara tertulis, penyewa tetap menguasai barang yang disewa dan dibiarkan menguasainya, maka terjadilah suatu sewa baru, yang akibat-akibatnya diatur dalam Pasal-pasal mengenai penyewaan secara lisan.”
[Note SHIETRA & PARTNERS: Meski tetap menjadi pertanyaan besar, dapatkah PP No. 14 Tahun 2016 yang hanya merupakan Peraturan Pemerintah menderogasi/mengesampingkan norma KUHPerdata yang merupakan undang-undang?]
Pasal 1576 KUHPerdata:
Dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang.”
Seperti halnya ketentuan Pasal 1573 KUHPerdata yang tidak lagi dapat diberlakukan, keberlakuan Pasal 1576 KUHPerdata pun telah di-limitasi daya berlakunya, sebab PP No. 14 Tahun 2016 mengatur secara eksplisit, bahwasannya objek sewa yang sedang dipersengketakan, tidak dapat diikat suatu hubungan hukum sewa-menyewa.
Penyewa yang tetap mengikatkan diri dalam hubungan sewa demikian, dapat dikategorikan sebagai penyewa yang beritikad tidak baik, sehingga tidak dilindungi oleh hukum, yang mana oleh karenanya perjanjian sewa antara penyewa dengan pemilik lama tidak mengikat pihak ketiga (dalam hal ini pemilik baru atas objek rumah sewa).
Namun bukankah bisa terjadi, pihak penyewa benar-benar tak tahu-menahu adanya sengketa antara pihak pemberi sewa dengan pihak ketiga, sebagaimana kerap terjadi? Jawab SHIETRA & PARTNERS: Betul, hal demikian cukup logis untuk diakui relevansinya.
Pemilik baru berhak sewaktu-waktu meminta agar penyewa yang beritikad tidak baik tersebut untuk mengosongkan diri, menghentikan perjanjian sewa demikian secara seketika, dimana tanggung jawab hukum yang ada hanyalah sebatas tanggung jawab pribadi antara pemilik lama dengan pihak penyewa—dengan kata lain soal ganti-rugi uang sewa agar dikembalikan secara proporsional, gugatan ganti-rugi, perihal wanprestasi, dsb, bukan menjadi urusan pemilik baru objek sewa.
Terlagi pula, bukankah Pasal 28 Ayat (3) PP No. 14 Tahun 2016 tersebut diatas sudah tegas menyatakan, bahwa Penghunian Rumah dengan cara sewa menyewa hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik Rumah ?
Pemilik rumah berubah, berubah pula syarat dan ketentuan sewa-menyewa. Dapat pula ditafsirkan, bila tiada perjanjian sewa-menyewa baru antara penyewa dengan pihak pemilik baru objek sewa, maka seketika itu juga sewa-menyewa rumah terhenti dan terputus.
Dengan demikian beban kewajiban telah bergeser, dari sebelumnya KUHPerdata mengadopsi asas jual-beli rumah tak memutus hubungan sewa-menyewa, berbalik oleh pengaturan PP No. 14 Tahun 2016 dimana pihak penyewalah, yang harus membuat klausul perikatan dalam perjanjian sewa-menyewa dengan pihak pemberi sewa, bahwa “pemberi sewa tak boleh mengalihkan objek rumah sewa kepada pihak ketiga selama masa sewa masih berjalan”, atau dengan rumusan alternatif: “bila pemberi sewa mengalihkan hak atas tanah/rumah kepada pihak ketiga, maka pemberi sewa menjamin bahwa pihak ketiga akan tetap mengikuti dan menghormati perjanjian sewa ini”.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.