Aturan PPJB Rumah yang Masih Proses Pembangunan

LEGAL OPINION
Question: Apa saja pengaturan perihal penjualan rumah yang masih dalam bentuk rencana proyek, maksudnya pemukiman belum dibangun, namun sudah dilakukan penjualan secara perdana lewat PPJB? Bagaimana juga bila setelah dilakukan serah-terima kepada pembeli, ternyata gedung ruko yang dijual pihak pengembang, ternyata menyalahi rencana tata ruang kota? Lalu juga mengenai fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial), bagaimana pengaturannya?
Brief Answer: Selengkapnya secara teknis dapat merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman.
PEMBAHASAN:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2016
TENTANG
PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
Pasal 22
(2) Pembangunan Rumah harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(3) Rumah tunggal dan/atau Rumah deret yang masih dalam tahap proses pembangunan perumahan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:
a. status pemilikan tanah;
b. hal yang diperjanjikan;
c. kepemilikan izin mendirikan bangunan induk;
d. ketersediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan
e. keterbangunan perumahan paling sedikit 20 % (dua puluh persen).
(5) Badan Hukum yang melakukan pembangunan Rumah tunggal dan/atau Rumah deret, tidak boleh melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 8O% (delapan puluh persen) dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 23
(1) Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan dan perizinan.
(2) Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan harus memenuhi persyaratan:
a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah Rumah;
b. keterpaduan antara Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dan Lingkungan Hunian; dan
c. ketentuan teknis pembangunan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum.
(3) Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang telah selesai dibangun oleh setiap orang harus diserahkan kepada Pemerintah kabupaten / kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah berakhirnya masa pemeliharaan dan perawatan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum.
(5) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan secara bertahap.
Pasal 47
(1) Arahan pengembangan kawasan permukiman meliputi:
e. keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup;
f. keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang; dan
g. lembaga yang mengoordinasikan pengembangan kawasan Permukiman.
(2) Arahan pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan dalam mewujudkan:
a. hubungan antara pengembangan perumahan sebagai bagian dari kawasan permukiman; dan
b. kemudahan penyediaan pembangunan perumahan sebagai bagian dari kawasan permukiman.
Pasal 53
(1) Keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf f dilakukan untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan antara pemenuhan kepentingan publik dengan kepentingan setiap orang.
(2) Keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sasaran Penyelenggaraan perumahan dan Kawasan Permukiman yang dilakukan melalui:
a. pelibatan masyarakat dalam perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian;
b. pemberian informasi rencana kawasan permukiman secara terbuka kepada masyarakat;
c. pemberian hak ganti rugi bagi setiap orang yang terkena dampak Penyelenggaraan perumahan dan Kawasan Permukiman; dan/atau
d. pemberian insentif kepada setiap orang yang dengan sukarela memberikan haknya untuk dimanfatkan bagi kepentingan umum.
Pasal 57
Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
Pasal 94
(1) Pemeliharaan Rumah wajib dilakukan oleh setiap orang.
(2) Pemeliharaan Rumah dilakukan terhadap Rumah yang telah selesai dibangun.
(3) Rumah sebelum diserahterimakan kepada pemilik, pemeliharaan Rumah menjadi tanggung jawab-pelaku pembangunan.
(4) Tanggung jawab pelaku pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) bulan.
(5) Pemeliharaan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 98
(1) Perbaikan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk Perumahan dan permukiman wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Perbaikan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Prasaranra, Sarana, dan Utilitas Umum yang telah diserahkan kepada pemerintah Daerah.
(3) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menunjuk atau bekerjasama dengan Badan Hukum untuk melakukan perbaikan prasaralna, Sarana, dan Utilitas Umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang belum, diserahkan kepada pemerintah Daerah maka perbaikan merupakan kewajiban penyelenggara pembangunan.
Pasal 129
(1) Setiap orang yang melakukan perencanaan dan perancangan Rumah yang hasilnya tidak memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pencabutan izin usaha;
c. pencabutan insentif; dan
d. denda administratif.
(2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif yang dikenakan pada orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:
a. peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan
b. orang perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp.IO.O0O.OO0,OO (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Dalam hal perencanaan dan perancangan Rumah dilakukan olah Badan Hukum, tata cara pengenaan sanksi administratif dilakukan sebagai berikut:
a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang menqabaikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu peringatan teitulis paling lama 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 6 (enam) bulan;
b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang meng-abaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan
c. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.500.00O.0OO,OO ilima ratus juta rupiah).
Pasal 130
(1) Setiap orarg yang melakukan perencanaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang tidak memenuhi persyaratan admistratif, teknis, dan ekologis sebagaimana dimaksud dalam pasal l7 ayat (1) dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pencabutan izin usaha;
c. pencabutan insentif; dan
d. denda administratif.
(2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif yang, dikenakan pada orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagli berikut:
a. peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peiingatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan
b. orang perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp.IO.OOO.OOO,OO (sepuluh juta rupiah) dan ialing banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Dalam hal perencanaan prasarana, Umum dilakukan olah Badan pengenaan sanksi administratif berikut:
a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu peringatan teitulis paling lama 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 6 (enam) bulan;
b. Badan. Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan
c. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif patlng sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling. banyak Rp.500.000.000;00 (iima ratus juta rupiah).
Pasal 134
(1) Setiap orang yang melakukan pembangunan Rumah dan Perumahan tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan izin mendirikan bangunan;
c. pencabutan izin mendirikan bangunan; dan
d. pembongkaran bangunan.
(2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) yang dikenakan pada orang perseorangan dilaksanakan sebagai terikut:
a. peringatan tertulis, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja;
b. orang perseorangan yang mengabaikan Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin mendirikan bangunan oleh pemerintah Daerah dengan cara disegel paling lama 3O (tiga puluh) hari kerja;
c. orang perseorangan yang mengabaikan pembekuan izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin mendirikan bangunan;
d. orang perseorangan yang mengabaikan pencabutan izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf f dikenakan sanksi administratif berupa pembongkaran bangunan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak perintah pembongkaran diberikan oleh setiap orang yang bersangkutan; dan
e. orang perseorangan yang mengabaikan perintah pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf e dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp. 1O.OOO.OOO,OO (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).huruf e yang dikenakan terhadap Badan Hukum dapat ditambah sanksi administratif berupa:
a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan perintah pembongkaran bangunan dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 2 (dua) tahun;
b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan denda administratif paling sedikit Rp.100.000.000,O0 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 135
(1) Badan Hukum yang melakukan pembangunan Rumah tunggal dan/atau Rumah deret, yang melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% (delapan puluh persen) dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (5) dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan izin usaha;
c. pencabutan insentif; dan
d. denda dministratif.
(2) Tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:
a. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja;
b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama I (satu) tahun;
c. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan
d. Badan Hukum sebaqai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. l.000.O00.OOO,OO (satu miliar rupiah).
Pasal 136
(1) Setiap orang yang melakukan pembangunan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum perumahan tidak sesuai dengan rencana, rancangan dan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) atau tidak menyerahkan prasarana, Sarana, dan Utilitas kepada Pemerintah Kabupaten / Kota yang telah selesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara pelaksanaan pembangunan; dan
c. perintah pembongkaran.
(2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif yang dikenakan pada orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:
a. peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan
b. setiap orang yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan pembangunan; dan
c. orang perseorangan yang mengabaikan penghentian sementara pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Dalam hal pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dilakukan olah Badan Hukum, tata cara pengenaan sanksi administratif dilakukan sebagai berikut:
a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan pembangunan paling lama 1 (satu) tahun;
b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan penghentian sementara pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan
c. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp.100.00O.O00,0O (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 138
(1) Setiap orang yang melakukan penyelenggaraan kawasan Permukiman yang tidak metaiui tahapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan izin usaha;
c. pencabutan insentif; dan
d. denda administratif.
(2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan pada orang perseorangan dilakukan sebagai berikut:
a. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling dengan lama 5 (lima) hari kerja; dan
b. orang perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pembatalan izin paling lama I (satu) tahun.
(3) Tata cara penambahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan sebagai berikut:
a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan sanksi adminisiratif sebagaimani dimaksud pada ayat (6) dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama I (satu) tahun;
b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimani dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan
c. Badan Hukum sebogai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan inslntif sebagaimani dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.