Perjanjian Kerja yang Tidak Tertulis / Lisan

LEGAL OPINION
PUTUSAN PHI DAN MA RI TERBURUK DALAM SEJARAH SENGKETA HUBUNGAN INDUSTRIAL
Question: Bila dahulu saat pertama kali masuk kerja, tidak ada pernyataan bahwa saya selaku pekerja diikat secara kontrak atau apapun. Tidak juga menandatangani perjanjian kerja. Mendadak dipecat dengan alasan kontrak kerja telah berakhir. Sebenarnya siapa yang salah?
Brief Answer: Perjanjian kerja yang tidak tertulis, demi hukum status pekerja/buruh adalah pekerja tetap (perjanjian kerja waktu tidak tertentu / PKWTT). Begitupula bila Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak didaftarkan pengusaha pada dinas terkait saat pekerja dipekerjakan, maka status pekerja demi hukum menjelma pekerja tetap yang berhak atas pesangon saat di-putus hubungan kerja (PHK).
PEMBAHASAN:
Perkara serupa dapat bercermin pada Putusan Mahkamah Agung tingkat kasasi sengketa PHK register Nomor 501 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 18 Agustus 2016, sengketa antara:
- 4 (empat) orang pekerja, sebagai Para Pemohon Kasasi I, sekaligus sebagai Para Termohon Kasasi II, dahulu Para Penggugat; melawan
- PT. VIRGO MAKMUR PERKASA, selaku Termohon Kasasi I, sekaligus sebagai Pemohon Kasasi II, semula Tergugat; dan
- PT. BUKIT ASAM (Persero) Tbk., sebagai Turut Termohon Kasasi, dahulu Turut Tergugat.
Tergugat adalah perusahaan yang memiliki kontrak kerja dengan Turut Tergugat pada pekerjaan jasa pengadaan pompa air di lokasi penambangan batubara milik Turut Tergugat. Para Penggugat telah dipekerjakan oleh Tergugat di lokasi penambangan batu bara milik Turut Tergugat ini.
Tanggal 18 November 2013, Para Penggugat menerima surat dari Tergugat, yang pada pokoknya memberi skorsing (diistirahatkan) sampai batas waktu yang tidak ditentukan, akan tetapi selama proses skorsing ini,Tergugat tidak membayar upah beserta hak hak lainnya kepada Para Penggugat terhitung sejak bulan Januari 2014 hingga November 2014.
Tanggal 18 Desember 2013, Para Penggugat menerima pemutusan hubungan kerja (PHK), dengan alasan berakhirnya masa perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Para Penggugat menolak alasan tersebut, sebab Para Penggugat meyakini tidak pernah menandatangani PKWT.
Jikalaupun benar, hubungan kerjanya PKWT, maka PKWT tersebut tidak memenuhi syarat PKWT dimaksud Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Kepmenakertrans Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu—disebabkan sifat, jenis dan kegiatan pekerjaan jasa pengadaan pompa pada aktifitas pertambangan batu bara di perusahaan milik Turut Tergugat adalah terus-menerus dan bersifat tetap, sehingga demi hukum hubungan kerja dimaksud menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (vide Pasal 59 ayat (7) UU No. 13/2003).
Para Penggugat mengajukan permohonan perundingan tripartit dan permohonan mediasi pada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Muara Enim. Karena tidak mencapai kemufakatan, maka mediator menerbitkan risalah penyelesaian.
Penggugat mendalilkan perbuatan Tergugat tidak melaksanakan kewajiban membayar upah selama di-skors terhitung sejak bulan Januari 2014 sampai dengan November 2014, adalah melanggar hukum sebagaimana dimaksud Pasal 155 ayat (3) UU No. 13/2003 juncto putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 37/PUU-IX/2011 pada pokoknya menyatakan “Selama masa skorsing, Tergugat berkewajiban membayar secara tunai upah beserta hak-hak lainnya kepada Para Penggugat.”
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang telah memberikan putusan Nomor 28/Pdt.Sus-PHI/2014/PN Plg. pada tanggal 8 April 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dalam perkara a quo ternyata tidak terbukti adanya perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat secara tertulis antara Para Penggugat dengan Tergugat, maka dengan demikian Para Penggugat demi hukum haruslah dinyatakan sebagai pekerja dengan perjaniian kerja waktu tidak tertentu;
“Menimbang, bahwa oleh karena Para Penggugat adalah pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu, maka untuk memutuskan hubungan kerjanya pun haruslah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Para Penggugat sebagai pekerja waktu tidak tertentu sejak diterima diperusahaan Tergugat;
3. Menyatakan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Tergugat bertentangan dengan Undang Undang 13 Tahun 2003;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar uang pengakhiran hubungan kerja secara sekaligus dengan perincian sejumlah sebagai berikut: ... (dua kali ketentuan pesangon) ...;
5. Menghukum Tergugat untuk menerbitkan surat pengalaman kerja dengan kategori putusan hubungan kerja karena effisiensi;
6. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selebihnya.”
Para pihak, baik Penggugat maupun Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi. Adapun keberatan pihak Penggugat, selama 11 bulan di-skorsing namun PHI tidak mengabulkan Upah Proses, praktis selama diskorsing sebelum kemudian di-PHK, para pekerja menggunakan biaya pribadi untuk menyambung hidup tanpa kepastian. Pekerja dalam kondisi serba-salah, bila mencari tempat kerja lain, dianggap mengundurkan diri, sementara pengusaha tak juga memberi kepastian bagi pekerjanya. Hal ini lebih tidak manusiawi ketimbang langsung di-PHK alih-alih skorsing 11 bulan.
Terhadap keberatan para pihak, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 4 Mei 2015 dan 7 Mei 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa hubungan kerja Para Pekerja dengan Pengusaha dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tidak tertulis, maka sesuai Pasal 57 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT);
2. Bahwa pengakhiran hubungan kerja karena alasan berakhirnya kontrak, tetapi kontrak/perjanjian kerja waktu tertentu melanggar Pasal 57 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 maka pemutusan hubungan kerja harus membayar uang pesangon sebagaimana telah benar penerapan hukum dan perhitungannya oleh Judex facti dengan tanpa upah proses sesuai kebiasaan dalam praktek peradilan memutus perjanjian kerja waktu tertentu menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi I : DEVRI OKTAVERIAN, dan kawan-kawan dan Pemohon Kasasi II : PT VIRGO MAKMUR PERKASA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I:
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi I : 1. DEVRI OKTAVERIAN, 2. TRI SAPUTRA, 3. YOSEP SAPUTRA, 4. DARUL KODNI dan Pemohon Kasasi II. PT VIRGO MAKMUR PERKASA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.