Melakukan Praktik Farmasi, Tanpa Memiliki Keahlian dan Kewenangan Kefarmasian

LEGAL OPINION
Question: Apa resikonya melakukan praktik farmasi namun tidak memiliki latar belakang pendidikan dibidang obat-obatan ataupun kimia?
Brief Answer: Terdapat ancaman sanksi hukuman pidana sebagaimana diatur Undang-Undang tentang Kesehatan.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Pengadilan Negeri Marabahan perkara pidana register Nomor 64/Pid.Sus/2012/PN.Mrb tanggal 18 Juli 2012, dimana Terdakwa didakwa tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian yang meliputi pendistribusian obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sehingga perbuatan terdakwa dinilai melanggar ketentuan pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 198 UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan jo. Pasal 108 UU RI no. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Terdakwa bersama-sama dengan rekannya sedang berpesta nark*tika di rumah terdakwa ketika tiba-tiba petugas kepolisian melakukan penggerebekan serta penggeledahan di dalam rumah, dan pada saat itu pula terdakwa sangat kaget atas kehadiran petugas berwajib, sehingga terdakwa tertangkap tangan.
Dari Terdakwa, pihak berajib juga menemukan barang bukti lainnya berupa berbagai obat-obatan, dimana terdakwa menjual atau mengedarkan kembali sediaan farmasi tersebut di pasaran, yang sudah dijalankannya selama sekitar 4 (empat) bulan.
Berdasarkan keterangan ahli dari Balai Besar POM Banjarmasin, sediaan farmasi yang dimiliki terdakwa termasuk dalam golongan obat keras Daftar G tetapi sudah dicabut izin edarnya, serta berbagai obat bebas terbatas sehingga dalam hal peredarannya harus memiliki izin toko maupun izin edar, namun terdakwa telah mengedarkan atau menjual sediaan farmasi tersebut tidak disertai dengan izin edar dari pihak yang berwenang selain harus didukung dengan keahlian dan kewenangan, sedangkan terdakwa tidak memliki keahlian di bidang farmasi karena terdakwa hanya mengenyam pendidikan sampai Sekolah Dasar yang itu pun tidak tamat.
Obat bebas terbatas atau disebut juga obat keras Daftar W, adalah obat yang sebenarnya masih dalam golongan obat keras tetapi dapat dijual dan dibeli bebas tanpa resep dokter dengan disertai tanda peringatan pada kemasannya, ditandai dengan lingkaran biru bergaris tepi hitam.
Sedangkan obat keras atau disebut juga obat keras Daftar G, adalah obat yang hanya dapat diberikan dengan resep dokter, kecuali yang masuk golongan OWA (Obat Wajib Apotek) yang bisa diberikan oleh Apoteker tanpa resep dokter, ditandai dengan lingkaran merah bergaris tepi hitam dan terdapat huruf K di dalamnya, yang hanya dapat dijual di Apotek dan sarana pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit dan Puskesmas).
Bahwa obat bebas terbatas dapat dijual tanpa resep dokter di pedagang eceran obat / toko obat, apotek dan sarana pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas dan Balai Pengobatan), sedangkan obat keras Daftar G hanya boleh dijual dengan resep dokter atau dengan pengawasan apoteker di apotek dan sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit dan Puskesmas yang memiliki penanggung jawab seorang Apoteker.
Salah satu obat yang diperjual-belikan Terdakwa ialah Carnophen, produksi zenith Pharmaceutical yang sebelumnya sudah dibatalkan izin edarnya dan sudah dihentikan kegiatan produksinya sejak tanggal 29 Oktober 2009 berdasarkan Surat Kepala Badan POM RI perihal Pembatalan Persetujuan Izin Edar dan Penghentian Kegiatan Produksi, sehingga seharusnya obat ini sudah tidak ada lagi di pasaran karena sudah tidak diproduksi lagi dan sudah tidak diedarkan lagi oleh pihak Distributor.
Carnophen dibatalkan ijin edarnya dan dihentikan kegiatan produksinya karenakan PT. Zenith Pharmaceutical selaku pabrik yang memproduksi Carnophen terbukti secara sengaja menyalurkan produk obat Carnophen tablet kepada pihak yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dengan modus melakukan pemutihan dokumen pendistribusian obat melalui kerjasama antara Pedagang Besar Farmasi (PBF) Sole Distributor PT. Zenith Pharmaceutical Semarang dengan pemilik PBF / Apotek dimana hal ini telah melanggar keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.3.2522 tahun 2003 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik.
Obat yang telah beredar dan memperoleh ijin edar yang kemudian ijin edar obat tersebut dicabut, maka menjadi kewajiban dari produsen untuk segera melakukan penarikan obat tersebut dari peredaran di seluruh outlet PBF, Apotek, Rumah Sakit, Poliklinik / Klinik dan sarana lainnya untuk kemudian dilakukan pemusnahan terhadap obat yang ditarik. Orang yang berpendidikan SD tidak tamat tidak termasuk dan golongan tenaga kefarmasian sehingga tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
Adapun unsur-unsur kualifikasi delik sebagaimana diancam pidana dalam pasal 198 UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, adalah sebagai Berikut:
1. Setiap orang;
2. Yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108.
Terhadap tuntutan Jaksa, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa praktik kefarmasiaan menurut Pasal 108 ayat (1) UU RI no. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan;
“Menimbang, bahwa dalam penjelasan pasal tersebut, memberikan pengertian tenaga kesehatan sebagai tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, misalnya antara lain dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Menimbang, bahwa sedangkan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan menurut pasal 1 butir 6 UU RI no. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 telah terbukti.
“Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana terhadap terdakwa perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa sebagai berikut:
Hal-Hal yang memberatkan adalah:
- Perbuatan terdakwa dapat membahayakan kesehatan orang yang meminum obat tersebut.
- Perbuatan terdakwa dapat mengakibatkan hilangnya nyawa orang yang meminum obat tersebut.
Hal-Hal yang meringankan adalah :
- Terdakwa mengaku belum pernah dihukum.
- Terdakwa memberikan keterangan yang jujur sehingga memudahkan proses pemeriksaan dipersidangan.
- Terdakwa adalah tulang punggung bagi keluarga yang memerlukan perhatian dan kasih sayangnya dari seorang suami dan ayah.
- Terdakwa bersikap sopan dan santun dipersidangan serta menunjukkan rasa penyesalan terhadap perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatnnya tersebut.
“Mengingat dan memperhatikan pasal 198 UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan jo. Pasal 108 UU RI no. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta pasal-pasal dari peraturan perundang undangan yang berlaku yang bersangkutan dengan perkara ini.
M E N G A D I L I
1. Menyatakan terdakwa RUSDIANSYAH Alias ANANG KABEL Bin MUHAMMAD telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “TANPA MEMILIKI KEAHLIAN DAN KEWENANGAN KEFARMASIAN MELAKUKAN PRAKTIK KEFARMASIAN”.
2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana denda sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.”
Sanksi pidana yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap pelaku terbilang sangat ringan, tidak sebanding dengan resiko yang ditimbulkan pelaku terhadap masyarakat, terlebih masalah risiko kesehatan bagi korban-korban pelaku yang dijadikan taruhannya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.