Perang Dingin dalam Hubungan Industrial, antara Otak dan Emosi

LEGAL OPINION
Question: Saya sebagai seorang pegawai suatu perusahaan, dipecat secara sepihak, namun saya tentang. Setelah saya lawan, saya kembali dipanggil masuk kerja. Tapi saya tak diberi pekerjaan apapun dan semua pekerja lainnya menjadi bersikap dingin terhadap saya. Bagaimana ini? Bagaimana sikap saya agar posisi hukum saya benar?
Brief Answer: Inilah yang disebut dengan “perang dingin” dalam hubungan industrial yang juga tak jarang dijumpai dalam praktik. Yang terpenting, tetap masuk kerja dan absensi baik pada jam masuk dan jam pulang. Persoalan apakah Anda diberi pekerjaan dan tugas sebagaimana biasanya, hendaknya Anda selaku karyawan tidak terprovokasi perilaku pengusaha yang membuat Anda “jengah”.
Biarkan hal tersebut berlangsung, dan jika upah Anda tidak diberikan, maka artinya adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dapat Anda gugat. Bila pihak pengusaha yang kemudian menjadi “jengah” sendiri, karena Anda tetap masuk kerja, kemudian pada akhirnya mem-PHK Anda, maka artinya Anda berhak pesangon dua kali ketentuan normal, karena PHK tanpa kesalahan terhadap peraturan perusahaan maupun undang-undang, maka pekerja/buruh berhak atas pesangon dua kali ketentuan normal—inilah alasan utama bagi Anda untuk tetap bertahan tanpa terpancing provokasi.
Biarkan pengusaha yang melakukan kesalahan terhadap norma hukum, namun bukan Anda pelaku pelanggarnya. Yang paling penting dan harus Anda ingat, jangan biarkan diri terprovokasi sehingga terbuka peluang bagi pengusaha untuk menyalahkan Anda bila terpancing untuk melakukan pelanggaran.
PEMBAHASAN:
Terdapat contoh kasus serupa, yakni putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa register Nomor 202 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 18 Mei 2016, perkara antara:
- PT. EUNINDO USAHA MANDIRI, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- KRISMAN SIMORANGKIR, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Tugas dan tanggung jawab Penggugat adalah membantu tugas-tugas yang dilakukan oleh presiden direktur dan para management lainya yaitu busines development, operation, survey lapangan, membuat laporan, mengurus perijinan-perijinan ke department-department terkait, marketing, sales, verifikasi data dan lapangan, membantu meminta dan mengatur jadwal meeting dengan para pejabat terkait termasuk negosiasi dengan pejabat-pejabat pemerintah /BUMN terkait, dan lainya yang sifatnya penting dan rahasia.
Tanggal 20 Maret 2015, Penggugat dipanggil oleh Robert Indarto selaku direktur di PT. Eunindo Mandiri, tanpa sebab bapak Robert Indarto menyampaikan bahwa Penggugat di-PHK pada hari tersebut dengan memberikan sebuah amplop coklat dan kertas bermeterai, yang meminta Penggugat menanda-tanganinya dan menyuruh menerima amplop coklat berisi 1 bulan kali gaji.
Penggugat menolak dan tidak mau menerimanya, serta menanyakan apa sebabnya di-PHK, namun Rober Indarto mengatakan bahwa Penggugat tidak dibutuhkan lagi, dan tidak ada penyebab lain. Pihak perusahaan tetap memutuskan untuk mem-PHK Penggugat.
Tergugat tidak menghiraukan aturan hukum sebagaimana disinggung Penggugat, justru memaksa Penggugat untuk keluar dari kantor hari itu juga. Selanjutnya Penggugat dipaksa untuk keluar dari kantor beserta dengan barang-barang Penggugat.
Penggugat dipaksa dan diperlakukan dengan kasar di depan seluruh karyawan yang melihat kejadian tersebut, sebentuk penghinaan dan merendahkan martabat Penggugat. Penggugat dipaksa untuk mengambil uang sebesar 1 kali gaji dan dilemparkan diatas meja Penggugat dan disuruh menanda-tangani kertas berisi surat pengunduran diri.
Penggugat tetap tidak mau mengambil uang tersebut dan tetap tidak mau memanda-tangani kertas yang bermeterai, pada akhirnya pergi meninggalkan kantor.
Penggugat menunggu beberapa hari, namun tidak ada niat baik dan hal lainya yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga Penggugat mendaftarkan Permohonan Pencatatan Perkara Perselisihan Hubungan Industrial kepada Suku Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jakarta Pusat.
Dari sidang perundingan tripartit, telah dibuat kesepakatan bersama bahwa Penggugat akan bekerja kembali seperti biasanya pada kantor Tergugat. Pada tanggal 23 April 2015, Tergugat mengirimkan surat pemanggilan kerja kepada Penggugat, dan Penggugat bekerja kembali pada tgl 24 April 2015.
Namun Penggugat tidak diberikan ekses masuk kantor dan diberikan tugas yang tidak menjadi tanggung jawab Penggugat seperti semula, disamping perlakuan tidak sebagaimana seperti kesepakatan hasil sidang mediasi di Disnaker.
Tgl 28 April 2015, Penggugat menerima Surat PHK dari Tergugat. Penggugat belum pernah mendapatkan surat peringatan selama bekerja. Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan putusan Nomor 135 Pdt.Sus-PHI/2015/PN Jkt. Pst., tanggal 16 November 2015, dengan amar putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Penggugat bertentangan dengan hukum;
3. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat sejak putusan ini diucapkan;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat uang pesangon, uang penggantian hak, upah proses, THR 2015 yang seluruhnya berjumlah sebesar Rp106.400.000,00 (seratus enam juta empat ratus ribu rupiah);
5. Membebankan biaya perkara kepada Negara sebesar Rp506.000,00;
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 15 Desember 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 28 Desember 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa tidak terbukti Penggugat melakukan pelanggaran Peraturan perusahaan dan oleh karenanya PHK terhadap Penggugat harus disertai dengan kompensasi pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, uang penggantian hak, uang penghargaan masa kerja dan upah proses;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. EUNINDO USAHA MANDIRI tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. EUNINDO USAHA MANDIRI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.