LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya penghuni rumah dinas itu apakah memang wajib hukumnya dikembalikan kepada instansi pemerintah ketika PNS mencapai usia pensiun?
Brief Answer: Terdapat tiga jenis kategorisasi Rumah Dinas/Negara, ada yang bersifat hanya sebatas menjabat jabatan tertentu, ada yang dapat ditempati hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS) bersangkutan pensiun agar dapat ditempati PNS generasi baru, dan ada kriteria Rumah Negara yang dapat dijual kepada pensiunan. “Dapat” memiliki makna dapat “ya” atau dapat juga “tidak”, bergantung pada kebijakan Pemda setempat selaku pemilik aset.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan sengketa tata usaha negara tingkat kasasi register Nomor 119 PK/TUN/2015 tanggal 08 Desember 2015, perkara antara:
- Ir. BATARA GIRSANG, MM., selaku Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu selaku Pemohon Kasasi / Terbanding / Penggugat; melawan
- GUBERNUR SUMATERA UTARA, selaku Termohon Peninjauan Kembali, dahulu Termohon Kasasi / Pembanding / Tergugat.
Yang menjadi Objek Gugatan ialah Surat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Sekretariat Daerah Provinsi Perihal: Pengosongan Aset Milik Pemprov.
Sebagai PNS, Penggugat telah menempati/menghuni rumah Dinas yang diperintahkan untuk dikosongkan ini sejak tahun 2003. Adapun ketentuan hukum mengenai rumah dinas, diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1994 Tentang Rumah Negara:
Pasal 1: “Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
(1) Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki oleh negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/atau Pegawai Negeri.
(5) Rumah Negara Golongan I adalah Rumah Negara yang dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut.
(6) Rumah Negara Golongan II adalah Rumah Negara yang mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh Pegawai Negeri dan apabila telah berhenti atau pensiun rumah dikembalikan kepada Negara.
(7) Rumah Negara Golongan III adalah Rumah Negara yang tidak termasuk Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya.
Pasal 8:
(1) Untuk dapat menghuni Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 harus memiliki Surat Izin Penghunian.
(2) Surat Izin Penghunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Pejabat yang berwenang pada instansi yang bersangkutan.
Adapun yang menjadi dalil pihak pemerintah, masa penghunian Penggugat atas rumah dinas tersebut telah berakhir terhitung sejak pensiunnya Penggugat dari jajaran Kepegawaian Negeri Sipil sehingga dengan demikian rumah dinas tidak lagi dipergunakan sesuai peruntukannya.
Apalagi dalam uraian dalil gugatan Penggugat sendiri mengakui dan menyadari bahwasanya rumah dinas dimaksud sebelumnya adalah ditempati pensiunan lain sebelumnya dan setelah habis masa penghuniannya sebelum kemudian Penggugat ditunjuk Tergugat untuk menghuninya dalam rangka menunjang tugas dan fungsi jabatan yang diemban Penggugat maupun dalam statusnya sebagai PNS.
Objek gugatan masih tetap dikuasai oleh Penggugat walaupun masa penghuniannya telah berakhir sehingga dapatlah dipastikan tidak ada dan tidak terdapat kepentingan Penggugat yang dirugikan sebagai akibat dari terbitnya surat perintah pengosongan, sebaliknya Tergugatlah yang nyata-nyata kepentingannya dirugikan karena tidak dapat mempergunakan rumah dinas dimaksud untuk sarana menunjang tugas-tugas kedinasan karena masih tetap dihuni oleh Penggugat padalah masa penghunian telah berakhir sejalan dengan pensiunnya Penggugat sebagai PNS.
Terhadap gugatan Penggugat, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor 48/G/2013/PTUN-MDN., Tanggal 07 Oktober 2013 adalah sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal Surat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Sekretariat Daerah Provinsi Nomor: 028/3548 tertanggal 29 April 2013 Perihal Pengosongan Aset Milik Pemprovsu yang ditandatangani oleh Staf Ahli Gubernur Sumatera Utara Bidang Pertanahan dan Aset, Selaku Ketua Tim Penertiban Aset, Atas Nama Gubernur Sumatera Utara Sekretaris Daerah Provinsi;
3. Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut : Surat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Sekretariat Daerah Provinsi Nomor : 028/3548 tertanggal 29 April 2013 Perihal Pengosongan Aset Milik Pemprovsu yang ditandatangani oleh Staf Ahli Gubernur Sumatera Utara Bidang Pertanahan dan Aset, Selaku Ketua Tim Penertiban Aset, Atas Nama Gubernur Sumatera Utara Sekretaris Daerah Provinsi;
4. Menguatkan Penetapan Majelis Hakim Nomor : 48/G./PEN /2013/PTUN.MDN tanggal 27 Mei 2013, tentang Penetapan Penundaan Pelaksanaan Surat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Sekretariat Daerah Provinsi Nomor : 028/3548 tertanggal 29 April 2013 Perihal Pengosongan Aset Milik Pemprovsu yang ditandatangani oleh Staf Ahli Gubernur Sumatera Utara Bidang Pertanahan dan Aset, Selaku Ketua Tim Penertiban Aset, Atas Nama Gubernur Sumatera Utara Sekretaris Daerah Provinsi.”
Amar Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan Nomor 183/B/2013/PTTUN–MDN., Tanggal 11 Maret 2014 adalah sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Menolak gugatan Penggugat/Terbanding untuk seluruhnya;
2. Mencabut Penetapan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor: 48/G./PEN/2013/PTUN-MDN, tanggal 27 Mei 2013 tentang Penetapan Penundaan Surat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Sekretariat Daerah Provinsi Nomor: 028/3548 tertanggal 29 April 2013 Perihal Pengosongan Aset Milik Pemprovsu yang ditandatangani oleh Staf Ahli Gubernur Sumatera Utara Bidang Pertanahan dan Aset, Selaku Ketua Tim Penertiban Aset, atas Nama Gubernur Sumatera Utara Sekretaris Daerah Provinsi.”
Kemudian, yang menjadi amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 329 K/TUN/2014 Tanggal 23 September 2015 adalah sebagai berikut:
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Ir. BATARA GIRSANG, MM., tersebut.”
Penggugat selanjutnya mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan argumentasi, Peraturan Presiden telah memberi defenisi dan pengertian yang jelas dan tegas tentang Rumah Negara Golongan III, yaitu Rumah Negara yang dapat dijual kepada penghuninya. Tidak terdapat frasa “ditempati oleh PNS”, sehingga dengan demikian pendapat Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa karena Pemohon PK sudah pensiun harus mengosongkan rumah dinas Golongan III yang ditempatinya, adalah keliru.
Terhadap dalil sang pensiunan pemohon PK, Mahkamah Agung kemudian membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut: bahwa putusan Judex Juris sudah tepat dan benar, karena tidak terdapat kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata; karena Surat Keputusan Objek Sengketa diterbitkan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), sehingga tidak ada cacat baik prosedur maupun substansinya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh : Ir. BATARA GIRSANG, MM., tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
“MENGADILI,
“Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: Ir. BATARA GIRSANG, MM., tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.