Melawan PHK Sepihak, Pekerja Menggugat Kurator Pengusaha dalam Pailit

LEGAL OPINION
Question: Saya dan beberapa kawan-kawan di-PHK sepihak oleh manajemen. Ketika kami memutuskan untuk menggugat, mendadak mendapat info bahwa perusahaan telah pailit, bagaimana ini? Apakah masih ada peluang menuntut pesangon yang menjadi hak kami?
Brief Answer: Dapat diajukan gugatan sengketa pemutusan hubungan kerja (PHK), namun yang dijadikan tergugat ialah kurator selaku pengurus dan pemberesan boedel pailit dari pengusaha / perusahaan yang telah jatuh pailit / PKPU.
PEMBAHASAN:
Sebagai contoh ilustrasi, dapat diangkat kasus serupa dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa PHK register Nomor 309 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 31 Mei 2016, perkara antara:
- KURATOR PT. HENRISON IRIANA, sebagai Pemohon Kasasi, dahulu Tergugat; melawan
- ADI SUGIARTO, selaku Termohon Kasasi, semula Penggugat.
Penggugat sebelumnya mengajukan gugatan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Manokwari dalam perkara Nomor 13/PDT.SUS-PHI/2014/PN.Mnk melawan PT. Henrison Iriana (dalam Pailit) selaku Tergugat, namun kemudian Majelis Hakim PHI dalam putusannya menyatakan gugatan Penggugat gugur demi hukum berdasarkan norma Pasal 29 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang karena PT. Henrison Iriana telah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Makasar dalam perkara Nomor 02/Pdt.Sus.Pailit/2014 pada tanggal 13 November 2014.
Dikarenakan PT. Henrison Iriana telah jatuh pailit maka, berdasarkan Pasal 24 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam boedel pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 26 jo. Pasal 39 UU No. 37 Tahun 2004, Penggugat mengajukan gugatan terhadap Kurator PT. Henrison Iriana.
Sementara Pasal 95 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur, dalam hal perusahan dinyatakan pailit atau dilikuidasi, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja / buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
Penggugat mulai bekerja pada tanggal 27 September 1983 pada PT. Kayu Lapis Indonesia (grup perusahaan Tergugat). Berdasarkan surat perjanjian yang telah ditanda-tangani oleh Penggugat dan PT. Kayu Lapis Indonesia tanggal 19 Januari 1991, Penggugat ditugaskan ke Sorong untuk menangani proyek PT. Henrison Iriana sampai dengan 21 Juli 1992. Setelah berakhirnya masa berlaku perjanjian, Penggugat tidak dikembalikan lagi ke PT. Kayu Lapis Indonesia karena diharuskan tetap bekerja di PT. Henrison Iriana sampai kemudian di PHK pada tanggal 3 Juli 2014 dengan masa kerja 31 tahun.
Pada bulan Mei dan Juni 2014, Tergugat meliburkan seluruh karyawan termasuk Penggugat karena tidak tersedianya bahan baku. Karena karyawan diliburkan maka pada tanggal 17 Mei 2014, Penggugat berangkat ke Manokwari mengikuti persidangan di PHI Manokwari sebagai saksi dalam perkara Nomor 02/PHI.G/2014/PN.MKW.
Setelah selesai memberikan kesaksian di PHI Manokwari Penggugat kembali ke Sorong namun belum bisa bekerja karena bahan baku belum tersedia. Kemudian pada tanggal 23 Juni 2014, semua karyawan sudah kembali bekerja seperti biasa termasuk Penggugat. Pada tanggal 28 Juni 2014, atau satu setengah bulan setelah Penggugat memberikan kesaksian di PHI Manokwari, Tergugat melalui bagian Personalia memanggil Penggugat dan Tergugat langsung memberikan surat perihal Demosi (Penurunan Jabatan dan Tunjangan Jabatan Penggugat ditiadakan).
Tanggal 3 Juli 2014, Tergugat melakukan PHK terhadap Penggugat, dengan alasan Penggugat telah memberi kesaksian dalam persidangan tanggal 17 Mei 2014 pada PHI Manokwari dalam perkara Nomor 02/PHI.G/2014/PN.MKW dengan tuduhan Penggugat memberi kesaksian secara saksi dusta meski Penggugat merupakan saksi yang melihat / mendengar / mengalami sendiri perkara yang disidangkan, serta dipermasalahkan karena telah memakai ID card pekerja milik Penggugat tanpa ijin pimpinan semata untuk membuktikan kebenaran kesaksian Penggugat di persidangan yang dihadirinya tersebut.
Kaidah normatif Pasal 155 Ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 mengatur, selama Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial belum menyatakan putus hubungan kerja, pengusaha wajib menerima Penggugat untuk bekerja seperti biasa disertai pemberian upah. Ketentuan itu memberi arti bahwa tiada PHK tanpa Penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Penggugat bertanya-tanya isi PKB mana yang dilanggar? Sampai saat dikeluarkannya surat PHK, belum pernah ada sosialisasi tentang Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode tahun 2014-2016.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT. Henrison Iriana hingga saat gugatan ini diajukan PKB dimaksud belum disahkan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Sorong karena diharuskan memperbaiki pasal-pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang, namun Tergugat tidak kunjung memperbaiki draf PKB sehingga Kepala Disnaker tidak mau mengesahkan Perjanjian Kerja Bersama PT. Henrison Iriana.
Dengan demikian Penggugat meminta agar hakim menghukum Tergugat untuk memanggil dan mempekerjakan Penggugat pada jabatan dan kedudukan semula, namun karena Tergugat telah dinyatakan pailit maka Penggugat menuntut pesangon dan hak-hak lainnya dari Tergugat.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Manokrawi kemudian menjatuhkan putusan Nomor 03/PDT-SUS.PHI/2015/PN.Mnk tanggal 5 Agustus 2015, dengan amar sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan tindakan Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan Tergugat tidak sah menurut hukum sehingga batal demi hukum;
3. Menyatakan Surat PHK Nomor ... atas nama Penggugat, bertentangan dengan hukum sehingga batal demi hukum;
4. Menyatakan Hubungan Kerja antara Tergugat dan Penggugat putus sejak putusan atas perkara ini telah berkekuatan hukum tetap;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja serta uang penggantian hak Penggugat sebesar Rp58.547.075,00;
6. Menghukum Tergugat untuk membayar upah Penggugat selama tidak dipekerjakan sejak Juli 2014 sampai Juli 2015 (12 bulan upah) sebesar Rp32.154.000,00;
7. Menolak selain dan selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana Mahkamah Agung kemudian membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena meneliti dengan seksama memori kasasi tanggal 19 Agustus 2015, dan kontra memori kasasi tanggal 28 Oktober 2015, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Manokwari ternyata Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa ternyata Penggugat tidak ada melakukan pelanggaran sebagaimana didalilkan Tergugat, dan mengacu Pasal 95 Ayat (4) juncto Pasal 165 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 karena PT. Henrison Iriana dalam keadaan pailit maka Penggugat diberikan uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 Ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sebagaimana ketentuan Pasal 156 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dan karena Penggugat tidak bekerja lagi maka upah proses tidak diberikan sesuai asas no work no pay;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Manokrawi Nomor 03/PDT-SUS.PHI/2015/PN.Mnk tanggal 5 Agustus 2015 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Kurator PT. HENRISON IRIANA tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: KURATOR PT. HENRISON IRIANA tersebut;
- Memperbaiki amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Manokrawi Nomor 03/PDT-SUS.PHI/2015/PN.Mnk tanggal 5 Agustus 2015 sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
MENGADILI SENDIRI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan tindakan Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan Tergugat tidak sah menurut hukum sehingga batal demi hukum;
3. Menyatakan Surat Pemutusan Hubungan Kerja Nomor ... atas nama Penggugat bertentangan dengan hukum sehingga batal demi hukum;
4. Menyatakan Hubungan Kerja antara Tergugat dan Penggugat putus sejak putusan atas perkara ini telah berkekuatan hukum tetap;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja serta uang penggantian hak Penggugat sebesar Rp58.547.075,00;
6. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.