LEGAL OPINION
Question: Untuk memanggil kembali buruh kami pasca dirumahkan atau pasca aksi mogok, bisakah lewat menempelkan pengumuman di depan pabrik kami agar para buruh kami tersebut masuk kerja kembali?
Brief Answer: Pengumuman yang tidak ditujukan langsung ke tangan pekerja / buruh, tidaklah merupakan pemanggilan masuk kerja secara patut dan layak. Sehingga bila pekerja tidak mengetahui pemanggilan / perintah agar kembali masuk kerja tersebut, tak dapatlah terhadap diri mereka di-putus hubungan kerja (PHK) dengan alasan mengundurkan diri.
PEMBAHASAN:
Sebagai studi kasus SHIETRA & PARTNERS akan merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa hubungan industrial register perkara Nomor 523 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 26 Juli 2016, sengketa antara:
- PT. GAZALBA NURIDA SHAB, sebagai Pemohon Kasasi, dahulu Tergugat; melawan
- M. AMIRULLAH dan KAWAN-KAWAN, selaku sebagai Termohon Kasasi, dahulu Penggugat.
Para Penggugat menandatangani Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk masa kerja dua tahun. Permasalahan berawal pada bulan Juli 2014 dimana Para Penggugat menuntut agar pihak perusahaan membayarkan upah/gaji Para Penggugat sesuai dengan Upah Minimum Sektoral dimana dalam PKWT Para Penggugat hanya diberi upah pokok 1.431.000, sehingga terdapat kekurangan sebesar Rp679.000,00. Selain itu Para Penggugat menuntut agar Para Penggugat diikut-sertakan Program Jamsostek dimana permasalahan tersebut Para Penggugat laporkan ke Dinas Tenaga Kerja Kutai Kartanegara dan di Mediasi oleh Mediator Perselisihan Hubungan Industrial. Pada bulan September 2014, telah dilakukan pertemuan, namun Tergugat bersikukuh menyatakan bahwa hubungan kerja Para Penggugat telah berakhir.
Para Penggugat meminta, apabila ingin melakukan PHK kepada Para Penggugat agar pihak perusahaan membayar sisa Kontrak Para Penggugat. Pihak Disnaker kemudian menerbitkan anjuran, dimana Para Penggugat menolak oleh karena Pihak Mediator hanya menghitung Kekurangan Upah Minumum Para Penggugat serta THR 2014 sedangkan Para Penggugat telah di-PHK sehingga Para Penggugat berhak mendapatkan upah sisa Kontrak.
Sementara itu Tergugat mendalilkan bahwa para pekerjanya mangkir kerja dan telah mengundurkan diri karena tidak kembali masuk kerja meski telah dipanggil. Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Samarinda memberikan putusan Nomor 04/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Smr. tanggal 17 Juni 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa istilah mangkir berdasarkan ketentuan Pasal 168 Undang Undnag Nomor 13 Tahun 2003, ditafsirkan sebagai suatu perbuatan, dimana pekerja selama 5 (lima) hari beturut-turut atau lebih tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah, namun dalam hal tersebut belum cukup untuk menyatakan seorang pekerja mangkir, oleh karena unsur panggilan yang patut sebanyak 2 (dua) kali juga harus dipenuhi.
“Menimbang, bahwa dikarenakan prakarsa pengakhiran Pemutusan Hubungan Kerja berasal dari Tergugat dan berdasarkan Pasal 62 tersebut di atas maka Tergugat diwajibkan membayar ganti rugi kepada Para Penggugat sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat putus karena berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, terhitung sejak tanggal 29 Oktober 2015;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Para Penggugat sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja secara tunai dan sekaligus kepada: ...
4. Membebankan biaya atas perkara ini kepada Tergugat Rp571.000,00;
5. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan dalil prakarsa pengakhiran Pemutusan Hubungan Kerja bukanlah berasal dari Tergugat, akan tetapi berasal dari Para Penggugat dimana Penggugat tetap tidak masuk masuk bekerja sekalipun telah dipanggil melalui pengumuman. Terhadap sanggahan Tergugat, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum yang penting untuk disimak, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 14 Juli 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Samarinda tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa hubungan kerja antara Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu selama 2 (dua) tahun sejak 29 September 2013 sampai dengan 29 Oktober 2015. Pada tanggal 11 September 2014 sampai dengan 13 September 2014 Termohon Kasasi melakukan mogok kerja tanpa izin selama 3 (tiga) hari dengan alasan Pemohon Kasasi pada bulan Juli 2014 memberikan upah Termohon Kasasi tidak sesuai dengan Upah Minimum Sektoral Kabupaten sejumlah Rp2.110.000,00 , dan dibayarkan oleh Pemohon Kasasi hanya sejumlah Rp679.000,00 serta Termohon Kasasi menuntut untuk diikutkan dalam program Jamsostek;
“Bahwa Para Termohon Kasasi tidak dapat dikualifikasikan mengundurkan diri sesuai ketentuan Pasal 168 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 karena pemanggilan masuk kerja kembali atas kemangkiran tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan penjelasan Pasal 168 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu secara patut dan tertulis, ternyata hanya melalui pengumuman;
“Bahwa karena Para Termohon Kasasi terikat perjanjian kerja waktu tertentu maka pengakhiran hubungan kerja oleh Pemohon Kasasi harus membayar ganti rugi berupa upah sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian sesuai dengan ketentuan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, sebagaimana telah benar diperhitungkan Judex Facti;
“M E N G A D I L I:
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. GAZALBA NURIDA SHAB tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.