KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Penetapan Wali Anak Dibawah Umur oleh Orang Tua Terkait Hak Atas Tanah

LEGAL OPINION
Question: Ada sertifikat tanah yang tercatat atas nama anak kami. Namun bank menolak untuk dijadikan agunan, dengan alasan anak dibawah umur belum dapat melakukan perbuatan hukum, dan juga tak bisa diwakili meski oleh orang tuanya sendiri. Bank meminta penetapan wali dari pengadilan. Bukankah orang tua kandung merupakan wali dari anak kandung?
Brief Answer: Benar bahwa orang tua kandung demi hukum merangkap peran sebagai wali dari anak mereka yang dibawah umur (belum cakap hukum). Namun pihak kreditor maupun pihak ketiga perlu memastikan, apakah orang tuanya tidak diampu, tidak pailit, serta demi kepastian hukum agar dikukuhkan dalam bentuk penetapan wali yang dimohonkan kepada pengadilan setempat. Hal ini dapat dimaklumi, sebab dunia perbankan menerapkan prinsip kehati-hatian, disamping perihal peralihan / pembebanan hak atas tanah sangat bergantung pada kepastian hukum agar tercipta tata kelola yang tepat guna.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS mengangkat contoh penetapan Pengadilan Banjarbaru dalam perkara Permohonan Perwalian register Nomor 0021/Pdt.P/2014/PA.Bjb. tanggal 16 April 2014 dimana Pemohon merupakan ibu kandung dari anaknya yang masih dibawah umur.
Sang anak masih di bawah umur oleh karena itu yang bersangkutan belum cakap dalam berbuat dan bertindak hukum sendiri maka Pemohon bermaksud untuk menjadi wali anak tersebut dan semua perbuatan hukum yang berkenaan dengan anak tersebut diwakilkan kepada Pemohon dan menjadi tanggung jawab Pemohon hingga anak tersebut dewasa atau berumur 21 tahun. Atas permohonan Pemohon, Pengadilan membuat pertimbangan hukum serta penetapan sebagai berikut
“Menimbang, bahwa berkenaan dengan legal standing Pemohon dan kuasanya, Majelis mempertimbangkannya sebagai berikut:
“Bahwa Pemohon adalah ibu kandung dari seorang anak yang bernama ... ;
“Bahwa Pemohon mengajukan permohonan perwalian tersebut untuk kepentingan pengurusan harta waris dari suami Pemohon berupa sebidang tanah yang di atasnya akan dibangun ruko yang mempersyaratkan penetapan perwalian dari Pengadilan;
“Bahwa meskipun menurut hukum, ayah dan/atau ibu kandung merupakan orang tua sekaligus wali, baik terhadap diri maupun harta dari anak-anaknya, namun praktik dalam lapangan hukum perdata (khususnya dalam dunia perbankan dan peralihan hak atas tanah dan bangunan yang dijalankan di atas prinsip atau asas prudential) tetap mensyaratkan bukti tertulis (lex scripta) atas suatu alas hak atau hubungan hukum, sehingga pada keadaan demikian orang tua kandung sekalipun perlu mendapatkan penetapan dari pengadilan atas keabsahannya sebagai wali bagi anak kandungnya sendiri;
“Bahwa dengan pertimbangan tersebut di atas, Pengadilan berpendapat bahwa Pemohon memiliki legal standing (kewenangan dan kepentingan hukum) untuk mengajukan permohonan penetapan ahli waris dimaksud (persona standi in judicio);
“Menimbang, bahwa pokok permohonan Pemohon a quo adalah permintaan kepada Pengadilan Banjarbaru untuk menetapkan Pemohon sebagai wali yang sah bagi anaknya yang bernama ... . Bahwa permohonan tersebut diajukan karena Pemohon ingin bertindak sebagai wali bagi anaknya yang masih di bawah umur dalam mengurus harta warisan yang ditinggalkan suami Pemohon berupa sebidang tanah yang di atasnya akan dibangun ruko yang pengurusannya mempersyaratkan penetapan perwalian dari Pengadilan;
“Bahwa Pemohon bermaksud ingin mengurus harta waris yang ditinggalkan suaminya berupa tanah yang di atasnya akan dibangun ruko yang mempersyaratkan penetapan perwalian di Pengadilan Agama karena salah satu ahli waris yaitu anak Pemohon masih di bawah umur;
“Bahwa dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan:
1. Anak yang belum mencapai umur 18 ( delapan belas ) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.
2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.
“Bahwa dari ketentuan tersebut, dapat dipahami bila orang tua kandung secara hukum otomatis bertindak sebagai wali dari anak kandungnya sendiri yang meliputi diri dan harta dari anak tersebut tanpa harus mendapat penetapan dari pengadilan terlebih dahulu. Bahwa kuasa demikian merupakan kuasa menurut hukum yang memberikan kewenangan orang tua mewakili anaknya dalam segala tindakan hukum terhadap diri dan harta anaknya baik tindakan hukum sepihak maupun tindakan atau perbuatan hukum dengan pihak ketiga;
“Bahwa meskipun menurut hukum, ayah dan/atau ibu kandung merupakan orang tua sekaligus wali, baik terhadap diri maupun harta dari anak-anaknya, namun praktik dalam lapangan hukum perdata (khususnya dalam dunia perbankan dan peralihan hak atas tanah dan bangunan yang dijalankan di atas prinsip atau asas prudential) tetap mensyaratkan bukti tertulis (lex scripta) atas suatu alas hak atau hubungan hukum, sehingga pada keadaan demikian orang tua kandung sekalipun perlu mendapatkan penetapan dari pengadilan atas keabsahannya sebagai wali bagi anak kandungnya sendiri;
“Bahwa dengan demikian, yang menjadi isu penting dalam permohonan a quo adalah adanya kesenjangan antara pengaturan mengenai kekuasan orang tua kandung yang sekaligus menjadi wali menurut hukum bagi anaknya dengan praktik dalam lapangan hukum perdata yang tetap mempersyaratkan bukti tertulis atas perwalian tersebut;
“Bahwa Pengadilan berpendapat kesenjangan antara apa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Perkawinan dengan tuntutan dari asas atau prinsip prudential dari praktik keperdataan merupakan sesuatu di luar kekuasaan Pemohon yang hendak mengurus harta waris berupa sebidang tanah yang di atasnya akan dibangun ruko dan hal ini harus dapat diatasi dengan tidak mengurangi maksud dan substansi dari ketentuan dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
“Bahwa salah satu pertimbangan mendasar dalam menetapkan perwalian terhadap seorang anak adalah penilaian terhadap Pemohon atas kesanggupan dan iktikad baiknya dalam mengurus diri dan harta anak yang akan berada di bawah perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan semata-mata ditujukan untuk kepentingan atau kemashalahatan anak tersebut;
“Bahwa fakta yang terungkap di persidangan menunjukkan bila Pemohon selama ini telah mampu menjalankan perannya sebagai orang tua sekaligus wali bagi anaknya dengan baik dan penuh tanggung jawab;
“Bahwa dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Pengadilan berpendapat telah terdapat cukup alasan untuk mengabulkan Permohonan Pemohon.
M E N E T A P K A N
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon;
2. Menetapkan anak bernama ... alias ... , lahir tanggal 9 Februari 2012, di bawah perwalian Pemohon.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.