Pekerjaan Tetap dalam Kemasan Pekerja Harian

LEGAL OPINION
Question: Kawan-kawan kami digaji sebagai pekerja harian. Namun yang membuat kami heran, jenis pekerjaan kami sifatnya tetap, dan juga dicampur dengan pekerja lain. Ini bagaimana di mata hukum?
Brief Answer: Dalam hal Pekerja / Buruh bekerja 21 hari atau lebih per bulan, selama 3 (tiga) bulan atau lebih, maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu, sebagaimana diatur Pasal 10 ayat (3) Kepmenakertrans Nomor Kep.100/Men/2004. Bila kemudian terjadi PHK sepihak oleh pengusaha, maka pekerja / buruh berhak atas pesangon 2 (dua) kali ketentuan.
PEMBAHASAN:
Hal serupa pernah terjadi sebagaimana diputus oleh Mahkamah Agung RI tingkat kasasi perkara hubungan industrial register Nomor 379 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 31 Mei 2016, sengketa antara:
- PT. MULTI ANUGERAH LESTARI TEXINDO, sebagai Pemohon Kasasi, dahulu Tergugat; melawan
- 8 (delapan) orang pekerja, selaku Para Termohon Kasasi, dahulu Para Penggugat.
Pada tahun 2013, Tergugat dengan serta-merta mem-putus hubungan kerja (PHK) secara sepihak terhadap salah seorang pekerjanya tanpa didahului surat peringatan atau pemberitahuan sebelumnya serta tanpa melalui penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial.
Karena sang pekerja merasa statusnya sudah menjadi pekerja tetap sehingga Penggugat mengajukan permahonan ijin masuk kerja dan/atau perundingan kepada Tergugat, tetapi tidak menghasilkan kesepakatan, justru Tergugat menambah permasalahan baru yaitu dengan melakukan PHK terhadap Para Penggugat yang lainnya.
Karena merasa tidak melakukan kesalahan dan secara tiba-tiba dilarang bekerja seperti biasanya dengan tanpa keterangan yang dapat dipertanggung-jawabkan maka Para Penggugat meminta ijin untuk masuk kerja seperti biasa sambil meminta kejelasan kepada Tergugat tetapi juga tidak mendapatkan tanggapan.
Managemen kembali melakukan PHK sepihak terhadap berbagai pengurus organisasi, dengan cara yang sama yaitu melarang yang bersangkutan untuk bekerja atau memasuki lokasi perusahaan dengan tanpa memberikan keterangan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Merasa ditelantarkan, Para Tergugat juga meminta ijin untuk masuk kerja seperti biasa sambil meminta kejelasan mengenai statusnya kepada Tergugat tetapi Para Penggugat juga menerima nasib dan perlakuan yang sama yaitu tidak mendapatkan tanggapan dari Tergugat.
Para Penggugat sebanyak 2 (dua) kali mengajukan permohonan perundingan tetapi tidak ada tanggapan dari Tergugat maka Para Penggugat melaporkan ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Sidoarjo untuk mendapat penyelesaian lebih lanjut.
Setelah dilakukan mediasi, selanjutnya Disnaker menerbitkan anjurkan, yang berbunyi sebagai berikut;
1. Pengusaha PT Multi Anugerah Lestari Texindo, agar melaksanakan Nota Pemeriksaan Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo Nomor ... , tanggal 24 Juni 2014, khususnya pada angka 2 (dua) dan 3 (tiga), menyebutkan demi hukum Perjanjian Harian Lepas dan PKWT menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), sejak terjadinya hubungan kerja;
2. Pengusaha PT.Multi Anugerah Lestari Texindo, agar mem-pekerjakan kembali Pekerja dibagian/tempat semula dengan cara memanggil secara tertulis kepada Pekerja orang paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterimanya anjuran ini dan Pekerja orang melalui kuasanya Pengurus F.SBM Kab.Sidoarjo, agar melaporkan secara tertulis kepada pengusaha PT.Multi Anugerah Lestari Texindo atas kesanggupan untuk masuk kerja kembali paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterimanya anjuran ini;
3. Pengusaha PT Multi Anugerah Lestari Texindo, dan Pekerja melalui kuasanya FSBM Kabupaten Sidoarjo, agar memberikan jawaban atas anjuran ini, paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak menerima anjuran dan tembusannya supaya disampaikan pada pihak lainnya;
4. Apabila kedua belah pihak menyetujui anjuran tertulis, selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak anjuran tertulis disetujui, para pihak menghadap Majelis Mediator Hubungan Industrial untuk dibuatkan Perjanjian Bersama;
5. Apabila para pihak tidak memberikan jawaban dalam batas waktu tersebut di atas, dianggap menolak anjuran, dan para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya.
Tergugat tidak memberikan jawaban atas anjuran, sementara Para Penggugat menyatakan menerima isi anjuran. Setelah menyatakan menerima isi anjuran tersebut maka Para Penggugat mengajukan permohonan ijin masuk kerja, tetapi hingga sekarang Para Penggugat tidak dipanggil atau dipekerjakan oleh Tergugat.
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya telah memberikan Putusan Nomor 49/G/2015/PHI.Sby tanggal 31 Agustus 2015, dengan pertimbangan hukum serta amarnya sebagai berikut:
“Menimbang, ... adapun keterangan saksi yang terkait dengan status Pekerja harian lepas adalah bahwa saksi Sdr. Ahmad Afandi dan saksi Sdr. Hari Rianto yang menerangkan bahwa antara pekerja tetap, kontrak dan harian lepas dicampur di dalam produksi dengan pekerjaan yang sama, dan menurut saksi Sdr. Anton Setiawan dan saksi Sdr. Achmad Afandi, menerangkan bahwa tiap hari saksi dan Para Penggugat bekerja 8 (delapan) jam sampai dengan 12 (dua belas) jam sehari, keterangan para saksi tersebut sinkron dengan isi dari bukti P-9, dan juga isi dari T-6 yang adalah tidak sesuai dengan syarat sebagai Pekerja harian lepas;
“ ... atas hal tersebut Majelis berpendapat bahwa terkait pekerja harian lepas sesuai ketentuan Pasal 10 khususnya ayat (3), Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Nomor KEP.100/MEN/VI/2004, diatur secara tegas bahwa dalam hal Pekerja/Buruh bekerja 21 hari atau lebih per bulan, selama 3 (tiga) bulan atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat melanggar ketentuan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
3. Menyatakan putus hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat sejak tanggal 31 Agustus 2015 atau sejak dibacakannya putusan ini;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada Para Penggugat, sesuai dengan ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dengan rincian sebagai berikut: ...
5. Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada Para Penggugat, upah selama Penggugat tidak dipekerjakan yaitu selama 6 bulan sejak tidak dipekerjakan dengan rincian sebagai berikut:
6. Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada Para Penggugat, Tunjangan Hari raya keagamaan Para Penggugat tahun 2014, sebesar Rp17.560.000,00;
7. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp326.000,00;
8. Menolak tuntutan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana kemudian Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 19 Oktober 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Lagi pula status Para Pekerja selaku Pekerja harian lepas tidak terbukti karena sesuai pertimbangan Judex Facti yang benar berdasarkan alat bukti tertulis maupun saksi. Para Termohon Kasasi bekerja 8 -12 jam sehari, bekerja selama lebih dari tiga bulan, sehingga telah melanggar Pasal 10 ayat (3) Kepmenakertrans Nomor Kep.100/Men/2004 dan berubah menjadi Pekerja tetap;
“Bahwa Para Pekerja apabila di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berhak atas 2 x uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang pengganti hak, sesuai Pasal 156 ayat (2), (3), (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, namun adil tidak berhak atas upah proses karena perubahan status menjadi PKWTT dari Pekerja harian lepas/PKWT semata berdasarkan putusan Pengadilan, sebagaimana praktek-praktek putusan Pengadilan yang telah berulang-ulang terhadap kasus yang sejenis tidak memberikan upah proses;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa amar putusan Judex Facti/Pengadilan Negeri Surabaya harus diperbaiki sepanjang dan terbatas menghapus amar putusan angka 5 mengenai upah proses;
M E N G A D I L I:
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT MULTI ANUGERAH LESTARI TEXINDO tersebut;
“Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 49/G/2015/PHI Sby tanggal 31 Agustus 2015, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
MENGADILI SENDIRI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat melanggar ketentuan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
3. Menyatakan putus hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat sejak tanggal 31 Agustus 2015 atau sejak dibacakannya putusan ini;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada Para Penggugat, sesuai dengan ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dengan rincian sebagai berikut: ...
5. Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada Para Penggugat, Tunjangan Hari raya keagamaan Para Penggugat tahun 2014, sebesar Rp17.560.000,00 (tujuh belas juta lima ratus enam puluh ribu rupiah);
6. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.