LEGAL
OPINION
Question: Jika seandainya buruh menolak kebijakan
perusahaan untuk menurunkan jabatan dan fungsi kerjanya, lantas buruh ini tidak
masuk kerja setelah sekian lama, apa bisa dikategorikan mengundurkan diri
sehingga perusahaan tak lagi berwajib memberi konpensasi pesangon?
Brief Answer: Mangkir kerja diartikan sebagai tidak masuk kerja
tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum. Ketentuan ini bukanlah norma peraturan
perundang-undangan, namun norma yang dibentuk lewat berbagai pendirian hakim
pada pengadilan sebagai suatu preseden/yurisprudensi sebagai suatu best practice.
Sebagai contoh, ketika pekerja
dimutasi tanpa perintah tertulis, dimana meski pekerja bekerja di tempat mutasi
baru, namun karena tidak memiliki bukti tertulis perintah mutasi, maka bisa
terjadi pengusaha menjebak pekerjanya sebagai mangkir kerja.
Kerap terjadi, demosi sebagai
alat penekan pihak pengusaha terhadap karyawannya. Demosi demikian dapat
menjadi bumerang bagi pihak pengusaha bila sang karyawan tidak bersedia
menerima demosi yang tidak memiliki dasar pembenar—sehingga demosi dapat
menjadi dasar bagi hakim menyatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) disertai
pesangon alih-alih dinyatakan mengundurkan diri karena mangkir.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi lebih konkret dan lebih spesifik, tepat kiranya merujuk
pada putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa pemutusan hubungan kerja
(PHK) register Nomor 180 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 25 April 2016, perkara
antara:
- PT. METROPOLITAN RETAILMART, sebagai
Pemohon Kasasi, dahulu Penggugat; melawan
- ROBESONTUA SAMOSIR, selaku Termohon
Kasasi, semula Tergugat.
Tergugat merupakan karyawan Penggugat sejak tahun 1994. Yang menjadi
dasar bagi Penggugat mengajukan PHK terhadap pegawainya ini, ialah ketentuan dalam
Pasal 168 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur:
(1) Buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut
tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan
telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat
diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.
(2) Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus diserahkan paling lambat pada hari pertama buruh masuk kerja.
Tergugat telah mangkir lebih dari 5 hari kerja, dimana terhadapnya Penggugat
melakukan pemanggilan tertulis, yakni melalui surat tertanggal: 7 November
2013, 9 November 2013, dan tanggal 15 November 2013.
Tanggal 16 November 2013, Tergugat datang untuk menemui pihak Penggugat,
namun Tergugat tidak memberikan alasan mengapa telah mangkir kerja dan setelah
bertemu dengan manajemen, Tergugat tidak bekerja dan langsung pulang, bahkan
Tergugat tidak masuk kerja sampai dengan gugatan didaftarkan.
Sementara itu Tergugat dalam sanggahannya menyebutkan, Tergugat sebelumnya
menjabat Kepala Security di Mall Taman Anggrek sebelum kemudian diturunkan jabatan
(demosi) menjadi security, sebagai akal-akalan Penggugat agar Tergugat mengundur
diri dari Perusahaan Penggugat.
Tanggal 9 Oktober 2013 Penggugat Tergugat bekerja seperti biasa di Mall
Taman Anggrek, pada tanggal 10 Oktober Tergugat dihubungi Penggugat yang
menyatakan bahwa Tergugat sudah di-mutasi ke Mall Pondok Indah. Tanggal 11
Oktober 2013, Tergugat menuju ke Mall Pondok Indah untuk menemui Penggugat sekaligus
menanyakan keberadaan surat mutasi, tetapi dalam perjalanan menuju Mall Pondok
Indah Tergugat mendapat kecelakaan kerja.
Tergugat meminta ijin tidak masuk kerja untuk berobat pasca kecelakaan
dan Penggugat memberikan ijin untuk tidak masuk bekerja dari tanggal 11 Oktober
2013 sampai dengan tanggal 3 November 2013.
Tanggal 4 November 2013, Tergugat bekerja kembali seperti biasa di Mall
Taman Anggrek (MTA) dengan jabatan security (demosi). Tanggal 7 November 2013, Tergugat
menerima surat pemanggilan pertama dari Penggugat, dimana Penggugat mendalilkan
bahwa Tergugat tidak hadir di tempat kerja, meski Tergugat sudah bekerja
seperti biasa di MTA.
9 November 2013, Tergugat menerima surat pemanggilan kedua, dimana dalam
pertemuan tersebut Tergugat menanyakan kepada Penggugat alasan demosi dan perihal
tiadanya surat mutasi, tetapi Tergugat Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat sudah
melakukan kesalahan berat meski tiada surat peringatan apapun, dan Penggugat tetap
meminta kepada Tergugat untuk bekerja di Mall Pondok Indah (Mutasi).
Tergugat meminta kepada Penggugat agar diberikan surat mutasi secara
tertulis, tetapi Penggugat tidak memberikan bukti perintah adanya mutasi. Tanggal
17 November 2014, Tergugat sudah tidak boleh masuk bekerja oleh Penggugat dengan
dalil bahwa Tergugat sudah dianggap mengundurkan diri.
Dalil Penggugat yang menyatakan Tergugat dianggap mengundurkan diri, tidak
beralasan mengingat Tergugat memenuhi panggilan terhadap surat panggilan kedua
yang 2 (dua) kali dikirimkan kepada Tergugat.
Tergugat telah menyampaikan surat undangan musyawarah untuk bermusyawarah
mencari jalan keluar yang terbaik, namun Tergugat Penggugat tidak hadir. Pada akhirnya
Tergugat mengadukan permasalahan ini ke Suku Dinas Tenaga Kerja (Disnaker)
Jakarta Selatan, yang kemudian Mediator Disnaker mengeluarkan Anjuran tertulis
yang menganjurkan agar Tergugat diberi pesangon 2 (dua) kali ketentuan.
Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat telah memberikan putusan Nomor 282/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Jkt.Pst.,
tanggal 9 Maret 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berkenaan
dengan tuntutan Penggugat untuk melakukan pemutusan hubungan kerja dengan
alasan Tergugat dianggap mengundurkan diri dari pekerjaannya sesuai ketentuan
Pasal 168 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 juncto Pasal 21 ayat (1)
dan (4) juncto Pasal 28 ayat (9) Perjanjian Kerja Bersama PT. Metropolitan
Retailmart (bukti P4), Majelis Hakim berpendirian meskipun Tergugat sejak
tanggal 6 Nopember 2013 terbukti tidak masuk kerja lebih dari lima hari kerja
secara berturut-turut, namun ketidakhadirannya untuk bekerja tersebut
terbukti karena keberatan atas demosi yang telah dilakukan oleh
Penggugat;
“Menimbang, bahwa karena PHK
telah dilakukan karena pelanggaran yang dilakukan oleh Tergugat, maka atas
pemutusan hubungan kerja ini Penggugat berdasarkan Pasal 161 ayat (3) Undang
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tetap berkewajiban membayar kompensasi PHK kepada
Tergugat yang terdiri dari uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003;
“MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus dan
berakhir sejak putusan ini diucapkan;
3. Menghukum Penggugat untuk membayar kompensasi pemutusan hubungan kerja
kepada Tergugat yang terdiri dari uang pesangon, uang penggantian hak atas
perumahan, pengobatan dan perawatan, penggantian sisa cuti tahunan 2013 yang
keseluruhan berjumlah Rp84.960.000,00;
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah
Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
keberatan-keberatan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan keberatan
tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama Memori
Kasasi tanggal 9 April 2015 dan Kontra Memori Kasasi tanggal 26 Mei 2015,
dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa pekerja/Termohon Kasasi tidak dapat dinyatakan PHK sesuai ketentuan
Pasal 168 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang memaknai pekerja tidak
masuk kerja tanpa ada informasi sama sekali selama sekurang-kurangnya 5
(lima) hari kerja secara berturut-turut, dan telah dipanggil secara patut dan
tertulis;
2. Bahwa selama pekerja/Termohon Kasasi tidak masuk kerja dari tanggal 6 November
– 9 Desember 2013 terkait dengan demosi yang tidak cukup beralasan hukum,
lagipula surat pemanggilan masuk kerja selama mangkir tidak sesuai dengan
tahapan pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 168 Undang
Undang Nomor 13 Tahun 2003, yaitu ternyata panggilan I dan II tanggal 7
November 2013, kemudian panggilan I kembali tanggal 12 November 2013, dan
pemanggilan pertama lagi tanggal 15 November 2013, sehingga panggilan
kerja tidak dapat dinyatakan patut dan tertulis, karena tidak memenuhi tenggang
waktu antara panggilan I dan II paling sedikit 3 (tiga) hari kerja;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan diatas, lagi pula putusan Judex Facti tidak bertentangan dengan
hukum dan undang-undang maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon
Kasasi PT. METROPOLITAN RETAILMART, tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I:
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. METROPOLITAN
RETAILMART, tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.