Kewajaran Hak Pengabdian Pekarangan (Servituut)

LEGAL OPINION
Question: Ada sebuah keluarga, yang selama ini kami beri akses jalan melewati tanah kami dari kediaman mereka ke jalan umum. Ketika kami saat kini hendak mengurangi sedikit lebar jalan untuk mereka, namun tetap bisa dilewati mobil, kepala keluarga tersebut marah-marah pada saya. Padahal itu tanah milik saya yang mereka lewati dan telah dengan berbesar hati selama ini kami biarkan tanah tersebut menjadi jalan mereka. Bagaimana ini hukumnya?
Brief Answer: Hak pengabdian pekarangan berlandaskan asas kepatutan dan kewajaran, bukan memberi hak yang tanpa batas pada pihak yang hendak melewati pekarangan milik orang lain. Ilustrasi serupa dapat dicerminkan dalam perkara sebagaimana dibahas dibawah ini.
PEMBAHASAN:
putusan Pengadilan Negeri Surabaya perkara gugatan perdata register Nomor 419/Pdt.G/2014/PN.Sby, tanggal 13 Oktober 2014, sengketa antara:
I. FARID MA’RUF, II. ISTIANI SUGINARTININGSIH, III. ISTIANAH, sebagai Para penggugat; melawan
- JIMMY LUKITO SETIAWAN, selaku Tergugat.
Para Penggugat merupakan ahli waris dari almarhum pemilik rumah yang berada tepat di belakang atau berbatasan langsung dengan tanah kosong pekarangan milik Tergugat.
Dahulu Penggugat dan keluarganya sebagai penghuni mempunyai satu-satunya jalan akses menuju ke rumahnya berupa gang jalan selebar ± 2 (dua) meter, yang mana jalan gang tersebut dulunya merupakan gang akses jalan umum untuk menuju ke rumah Para Penggugat.
Dahulu kala pernah disepakati bersama oleh kedua belah pihak dimana orang tua Tergugat berjanji akan memberi ijin jalan dan tidak akan menutup gang selama keluarga Penggugat masih tinggal di kediamannya.
Sekitar tahun 1982, gang jalan akses sebagaimana tersebut diatas oleh ayah Tergugat tanpa pemberitahuan ataupun koordinasi dengan Penggugat dan keluarganya, ditutup dan dipindahkan secara sepihak, serta dikurangi lebarnya sehingga sejak saat itu Para Penggugat dan keluarganya hanya mempunyai satu-satunya akses jalan pengganti dengan lebar ± 1,5 meter, praktis tidak ada pula akses jalan lain menuju rumah Penggugat, dan tindakan penutupan dan pemindahan akses jalan bagi rumah Para Penggugat secara sepihak tersebut sampai saat ini dipertahankan oleh Tergugat selaku ahli waris pemilik Sertifikat Hak Milik atas tanah pekarangan yang selama ini menjadi jalan keluar masuk Penggugat.
Para Penggugat dan keluarganya telah tinggal lebih dahulu menempati kediamannya saat kini, dibandingkan dengan kepemilikan atau penguasaan tanah oleh ayah Tergugat atas tanah pekarangan tersebut.
Akibat gang jalan akses sebelumnya tersebut ditutup secara sepihak oleh almarhum ayah Tergugat dan sampai sekarang ini terus dipertahankan oleh Tergugat, dirasakan memiliki kondisi jalan yang menyulitkan Penggugat untuk jalan keluar masuk menuju rumahnya. Sampai pada akhirnya salah seorang dari Penggugat terpaksa pindah dan mengontrak rumah di lokasi lain.
Tergugat juga mempermasalahkan pula pemakaian jalan akses selebar ± 1,5 meter yang saat ini digunakan Para penggugat, dan lebih jauh lagi Tergugat melaporkan Penggugat I secara pidana karena adanya pemasangan meteran pipa PDAM sehingga sampai perkara pidana tersebut masuk ke Pengadilan Negeri Surabaya dan terdaftar dengan Nomor 647/Pid.B/2013/PN.Sby. dengan dakwaan Pasal 167 KUHP, namun Majelis Hakim pemeriksa perkara pidana tersebut telah memutus pada tanggal 22 Agustus 2013 dengan amar menyatakan bahwa Terdakwa Farid Ma’ruf (Penggugat I) tidak terbukti bersalah dan membebaskan Penggugat I dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (Vrijspraak), dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Penggugat mengajukan dasar hukum gugatannya pada kedah normatif Pasal 674 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata):
“Pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang satu, untuk digunakan bagi dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang yang lain.”
Pasal 692 KUHPerdata menentukan pula:
“Pemilik pekarangan penerima beban tak diperbolehkan berbuat barang sesuatu, yang kiranya dapat mengurangi atau menyusahkan penggunaan pengabdian yang membebanni pekarangannya. Tak bolehlah ia mengubah keadaan tempat atau memindahkan pengabdian itu ke tempat lain dari tempat semula, kecuali satu sama lain dapat dilangsungkan kiranya dengan tak merugikan pemilik pekarangan pemberi beban.”
Menurut Prof. Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata, disebutkan bahwa servituut atau erfdienstbaarheid adalah suatu beban yang diletakkan diatas suatu pekarangan untuk keperluan pekarangan lain yang berbatasan. Misalnya pemilik dari pekarangan A harus mengizinkan orang-orang yang tinggal dipekarangan B setiap waktu melalui pekarangan A, atau air yang dibuang pekarangan B harus diizinkan untuk dialirkan melalui pekarangan A.
Lebih jauh Prof. Subekti menuliskan, oleh karena erfdiensstbaarheid itu suatu hak kebendaan maka haknya tetap melekat pada pekarangan yang bersangkutan walaupun pekarangan tersebut dijual kepada orang lain.
Menurut H.F.A Vollmar dalam buku Pengantar Studi Hukum Perdata, bahwa tanda ciri khas dari pengabdian pekarangan itu ialah bahwa pengabdian pekarangan tersebut tidak terikat kepada pribadi orang tertentu, tetapi melekat kepada sebidang pekarangan tertentu yang pemilik langsungnya sebagai demikian melakukan hak pengabdian pekarangan tersebut.
Terhadap gugatan Penggugat maupun bantahan Tergugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap eksepsi pada point 2, dimana Tergugat mendalilkan bahwa Para Penggugat tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan, mengingat Para Penggugat bukanlah pemilik atas obyek tanah selebar 2 (dua) m, menurut majelis harus pula ditolak, karena yang dipermasalahkan oleh Para penggugat bukanlah soal kepemilikan tapi soal akses jalan yang telah ditutup dan dipindahkan oleh orang tua Tergugat atau hak servituut (pengabdian pekarangan);
“Menimbang, bahwa pada pokoknya Para Penggugat mendalilkan bahwa Tertugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena orang tua Tergugat telah menutup akses jalan selebar 2 (dua) m yang selama ini digunakan oleh Para Penggugat untuk masuk ke rumahnya dan memindahkan akses jalan tersebut ke bagian Timur selebar 1,5 m;
“Bahwa dengan pemindahan akses jalan tersebut menyulitkan Para Penggugat untuk masuk ke dalam rumah.
“Menimbang, bahwa yang perlu dibuktikan adalah apakah dengan penutupan akses jalan selebar 2 (dua) m oleh orang tua Tergugat dan dipindah ke bagian Timur dengan lebar 1,5 m, telah melanggar kepentingan (hak servituut) Para Penggugat.
“Menimbang, bahwa yang dipermasalahkan oleh Para Penggugat adalah akses jalan yang telah dipindahkan sehingga menyulitkan bagi Para Penggugat untuk keluar masuk melakukan aktivitas sehari-hari;
“Menimbang, bahwa pada pokoknya Para Penggugat mendalilkan bahwa Tertugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena orang tua Tergugat telah menutup akses jalan selebar 2 (dua) meter yang selama ini digunakan oleh Para Penggugat untuk masuk ke rumahnya dan memindahkan akses jalan tersebut ke bagian Timur selebar 1,5 meter; Bahwa dengan pemindahan akses jalan tersebut menyulitkan Para Penggugat untuk masuk ke dalam rumah.
“Dengan demikian, sesungguhnya kepentingan bagi Para Penggugat untuk tetap mempertahankan akses jalan yang lama, yang lurus dan langsung menuju rumah jalan Tembok Gede III/48 b, menjadi semakin menipis.
“Menimbang, bahwa dengan tetap diberikan akses jalan yang melewati tanah Para Penggugat, maka Tergugat telah menunjukan sikap toleransi kepada pemilik tanah yang terletak di belakang tanah milik Tergugat.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, menurut hemat majelis, perbuatan orang tua Tergugat yang memindahkan akses jalan, yang semula lurus kebelakang selebar 2 m sekarang menjadi leter L selebar 1,5 m, sama sekali tidak melanggar hak servituut atau pengabdian pekarangan sebagaimana di atur dalam Pasal 674 KUH Perdata;
“Menimbang, bahwa dengan demikian petitum ke dua dari gugatan Para Penggugat, haruslah ditolak;
M E N G A D I L I
DALAM POKOK PERKARA :
Menolak gugatan Para Penggugat untuk Seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.