Menerbitkan Sertifikat Tanah secara Tumpang Tindih, Kantor Pertanahan Melanggar Asas Umum Pemerintahan yang Baik

LEGAL OPINION
Question: Apakah BPN bisa digugat karena telah membuat seritifikat ganda sehingga kini terjadi sengketa soal hak milik tanah antara saya dengan pihak lain yang juga punya sertifikat tanah atas bidang lahan yang sama?
Brief Answer: Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik melarang overlaping suatu hak atas tanah di bidang yang sama. Dengan demikian lembaga otoritas (Kantor Pertanahan) yang telah lalai menerapkan prinsip taat asas ini, dapat digugat baik di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun di Pengadilan Negeri sesuai konteks situasinya.
PEMBAHASAN:
Sebagai contoh, tepat kiranya merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI tingkar kasasi sengketa tata usaha negara register Nomor 178 K/TUN/2016 tanggal 14 Juni 2016, perkara antara:
I. KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BULELENG; dan II. KOMANG SUWETA NEGARA sebagai Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II, dahulu sebagai Terbanding / Tergugat dan Tergugat II Intervensi; melawan
- KETUT ARYA BUDI GIRI, selaku Termohon Kasasi, dahulu sebagai Pembanding / Penggugat.
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) No.650/Desa Musi dengan luas 11.200 M2 untuk atas nama KOMANG SUWETA NEGARA, menjadikan tanah milik Penggugat diserobot dan hendak dikuasai oleh KOMANG SUWETA NEGARA yang mengaku mempunyai sertifikat tanah.
Atas kejadian tersebut Penggugat mengecek ke Kantor Tergugat dan benar diatas tanah milik Penggugat yang sudah bersertifikat tersebut diterbitkan lagi objek sengketa, dan sebagai bentuk keberatan saat itu juga Penggugat menyampaikan surat keberatan kepada Tergugat.
Penggugat mendapatkan hak atas tanah SHM No. 879/Desa Gerokgak, atas nama Penggugat, dengan membeli dari pemiliknya semula lewat Akta Jual tertanggal 7 Mei 1992, dan Penggugat sejak saat itu sampai saat ini telah menguasai objek tanah, tanpa pernah ada halangan maupun keberatan dari pihak mana pun.
Akhir tahun 2014, Penggugat dikejutkan dengan satu kejadian adanya Penyerobotan terhadap tanah milik Penggugat oleh KOMANG SUWETA NEGARA yang hendak menguasai dan menjual tanah milik Penggugat, dengan mengatakan tanah tersebut sebagai miliknya dengan bukti SHM yang menjadi Objek Sengketa dalam perkara ini.
Penggugat sebagai pemilik tanah sejak tahun 1992, tidak pernah mengalihkan hak atas tanah baik dengan cara menjual maupun menghibahkan, namun sampai saat gugatan ini, Tergugat tidak menindaklanjuti pengaduan ataupun melakukan pencabutan objek sengketa.
Penggugat membeli tanah SHM No. 879/Desa dari pemilik semula yang sudah dalam bentuk bersertifikat, dengan melalui prosedur sesuai hukum sehingga oleh karena itu Penggugat adalah Pembeli yang Beritikad Baik, yang wajib dilindungi hukum.
SHM atas nama KOMANG SUWETA NEGARA ternyata diterbitkan diatas SHM No.879/Desa Gerokgak atas nama KETUT ARYA BUDI GIRI, sehingga terjadi tumpang tindih.
Selain tumpang tindih dengan SHM No.879/Desa Gerokgak milik Penggugat, penebitan objek sengketa juga melanggar ketentuan Pasal 76 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang mengatur:
“Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf c harus disertai dengan dokumen asli yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, antara lain yaitu huruf f : petuk pajak bumi/landrete, girik, pipil, kekitir, dan verponding Indonesia sebelum berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, atau apabila bukti kepemilikan sebidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap atau tidak ada, pembuktian kepemilikan atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertical maupun horizontal yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut;
“Apabila mengenai kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ( satu ) dan 2 (dua) tidak ada, maka permohonan tersebut harus disertai dengan :
a. Surat pernyataan dari Pemohon yang menyatakan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa Pemohon telah menguasai secara nyata tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturutan, atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak-pihak lain yang telah menguasainya sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih;
2. Bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan etikad baik;
3. Bahwa penguasaan tanah itu tidak pernah diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;
4. Bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa;
5. Bahwa apabila pernyataan tersebut memuat hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan penandatangan bersedia dituntut dimuka hakim secara pidana maupun perdata karena memberikan keterangan palsu;
b. Keterangan dari kepala desa/lurah dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyai hubungan keluarga pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertical maupun horizontal yang membenarkan apa yang dinyatakan oleh pemohon dalam surat pernyataan diatas sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam lampiran 14.”
Dalam objek sengketa didapat fakta: asal hak dari objek sengketa adalah Konversi tanpa menyebutkan konversi dari pipil dan persil atau No. SPPT. Dasar penerbitan objek sengketa didasarkan pada bukti Petunjuk: warisan berdasarkan pada Surat Pernyataan Waris/Surat Pernyataan Pembagian Waris tanggal 31/05/2013 yang dibuat oleh I KOMANG SUWETA NEGARA sebagai pemohon, disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi diketahui oleh Kepala Desa Sanggalangit dan Camat Gerokgak.
Sehingga berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut terbukti objek sengketa mengandung Cacat Administrasi dan Tumpang Tindih dengan SHM No.879/Desa Gerokgak, milik Penggugat, namun Tergugat sebagai instansi yang berwenang di bidang Pertanahan tidak mengambil sikap dan tetap mempertahankan objek sengketa, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pemegangnya yang lebih berhak terlebih dahulu.
Memperhatikan ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan:
- Pasal 62 ayat (1): Sertifikat hak atas tanah yang mengandung cacat hukum administrasi dilakukan pembatalan atau perintah pencatatan perubahan pemeliharaan data pendaftaran tanah menurut Perundang-Undangan.
- Pasal 62 ayat (2): Cacat Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: huruf e) tumpang tindih hak atau sertifikat hak atas tanah; dan huruf f) kesalahan objek sengketa dan atau objek hak.
Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar telah mengambil putusan, yaitu Putusan Nomor 04/G/2015/PTUN.DPS, Tanggal 16 Juni 2015 yang amarnya sebagai berikut:
“Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan Putusan Nomor 158/B/2015/PT.TUN.SBY., Tanggal 01 Desember 2015 yang amarnya sebagai berikut:
- Menerima permohonan banding dari Penggugat / Pembanding;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar Nomor 04/G/2015/PTUN.DPS, tanggal 16 Juni 2015 yang dimohonkan banding ;
MENGADILI SENDIRI
DALAM EKSEPSI
- Menolak eksepsi dari Tergugat/Terbanding I dan Tergugat II Intervensi/Terbanding II seluruhnya;
DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan gugatan Penggugat/Pembanding seluruhnya;
2. Menyatakan batal Sertipikat Hak Milik Nomor 650/Desa Musi, Surat Ukur tanggal 12/09/2013, Nomor 00265/MUSI/2013, luas 11.200 M2 atas nama I KOMANG SUWETA NEGARA;
3. Memerintahkan kepada Tergugat/Terbanding I untuk mencabut dan mencoret objek sengketa dari Buku Tanah yang ada di Badan Pertanahan Nasional Singaraja, serta menarik objek sengketa dari siapapun juga yang menguasainya seketika setelah Keputusan a quo mempunyai kekuatan hukum tetap.”
Selanjutnya Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan merujuk Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI diantaranya melalui Nomor 93 K/TUN/1996 tanggal 24 Febroari 1998 menggariskan kaidah hukum “bahwa gugatan mengenai fisik tanah sengketa dan kepemilikannya adalah wewenang dari Pengadilan Perdata untuk memeriksa dan memutusnya.”
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 88 K/TUN/1993, tanggal 7 September 1994 memuat kaidah hukum: bahwa meskipun adanya sengketa dalam suatu perkara terjadi akibat adanya surat keputusan Tata Usaha Negara, tetapi jika dalam perkara tersebut selalu masalah kepemilikan atau hak yang menjadi kewenangan peradilan umum untuk memeriksa dan mengadilinya.
Selanjutnya Tergugat merujuk pula Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 22/K/TUN/1998, tanggal 27 Juli 2001 digariskan kaidah hukum: “bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang berkaitan dengan masalah kepemilikan, tidak termasuk wewenang Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa dan mengadilinya, melainkan wewenang Peradilan Umum dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.” Lebih lanjut Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16 K/TUN/2000 tanggal 28 Februari 2001 digariskan pula kaidah hukum: “bahwa gugatan mengenai sengketa kepemilikan adalah wewenang Peradilan Umum untuk memeriksanya.”
Terhadap dalil Tergugat, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum yang penting untuk disimak serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dibenarkan, karena putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut :
“Bahwa Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa diterbitkan di atas tanah yang telah ada Sertifikat Hak Miliknya yang belum pernah dibatalkan oleh lembaga peradilan sehingga tindakan Tergugat menerbitkan objek sengketa bertentangan dengan hukum yang berlaku dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) yaitu Asas Kecermatan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan-permohonan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi I : KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BULELENG dan Pemohon Kasasi II : I KOMANG SUWETA NEGARA tersebut harus ditolak;
MENGADILI,
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BULELENG dan Pemohon Kasasi II : I KOMANG SUWETA NEGARA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.