KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Hak Guna Air atas Tanah, Akses Air sebagai Barang Publik

LEGAL OPINION
Question: Bidang usaha saya sangat bergantung pada pasokan air dari sungai. Sementara itu tidak terdapat bentangan alami alam yang membuat air sungai memasuki tanah saya. Apa yang bisa saya lakukan?
Brief Answer: Dapat diupayakan mekanisme “Hak Guna Air”. Prinsip yang mendasarinya ialah: pemakai air tidak saling bersaing untuk menggunakannya (non rivalry in consumption), air tidak hanya digunakan bagi seseorang dan mengabaikan yang lainnya (non exclusive), dan orang lain tidak menghalangi (mengecualikan) pihak atau orang tertentu untuk menggunakannya (low excludability).
PEMBAHASAN:
Hal serupa dapat dijumpai dalam putusan Pengadilan Negeri Ruteng sengketa register Nomor 21/Pdt.G/2014/PN.Rut tanggal 25 Mei 2015, perkara antara:
- HENDRIKUS MAT, sebagai Penggugat; melawan
1. YOHANES TENGKO, sebagai Tergugat I;
2. WILIANUS JEKUI, sebagai Tergugat II; dan
3. VALENTINUS SUDIRMANDIA, sebagai Tergugat III.
Tanggal 10 Januari 1988, antara Penggugat dan Tergugat I mengadakan perundingan tentang penggalian selokan air untuk keperluan mengairi sawah milik Penggugat dan Tergugat I, dimana Penggugat dan Tergugat I menyatakan kehendak bahwa selokan air menuju tanah sawah milik Penggugat melalui di atas tanah milik Tergugat I, maka Penggugat berkewajiban membayar ganti rugi sebagaimana yang ditetapkan oleh Tergugat I dalam perjanjian berupa 1 (satu) babi besar dan uang Rp.30.000, jangka waktu pelaksanaan perjanjian selokan air tersebut Penggugat mendapat hak guna air sampai selama-lamanya.
Tanggal 12 April 1989, Penggugat dan Tergugat I membuat kesepakatan persetujuan bersama, ditentukan bahwa selokan air di atas tanah milik Tergugat I diberikan kepada Penggugat, karena Tergugat I sudah menerima seekor babi besar dan uang Rp.30.000, persetujuan antara Penggugat dengan Tergugat I bahwa selokan air di atas tanah milik Tergugat I dimiliki oleh Penggugat dan bertanggungjawab apabila ada kerusakan selokan air yang mengalir diperbaiki, persetujuan tersebut ditandatangani oleh Kepala Desa.
Pada tahun 1990, Penggugat dan Tergugat I melihat dan merasakan keadaan air dalam selokan yang digali pada tahun 1988 kurang lancar / airnya tidak deras, maka Penggugat dan Tergugat I mengadakan perundingan agar selokan air untuk mengairi tanah sawah milik Penggugat dan Tergugat I dipindahkan di atas tanah milik Aloysius Omat yang setuju memberikan ijin tanahnya untuk membuka selokan air, Penggugat dan Tergugat I secara adat Manggarai Timur membayar uang sebesar Rp.50.000 dan ayam jantan kepada Aloysius Omat.
Adapun batas-batas dan ukuran tanah selokan hak guna air milik Penggugat yang terletak di Lingko Tola, Desa Arus, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, yang selanjutnya disebut tanah selokan hak guna air dalam perkara perdata ini :
- Timur : berbatasan dengan tanah milik Hendrikus Mat (Penggugat) ;
- Utara : berbatasan dengan tanah milik Yohanes Tengko (Tergugat I) ;
- Selatan : berbatasan dengan tanah milik Yohanes Tengko (Tergugat I) ;
- Barat : berbatasan dengan tanah milik Aloysius Omat ;
- Dengan ukuran : Panjang Timur ± 182 meter.
- Panjang Barat ± 182 meter.
- Lebar Utara ± 65 centimeter.
- Lebar Selatan ± 65 centimeter.
- Kedalaman ± 52 centimeter.
Sejak terjadinya kesepakatan Penggugat dan Tergugat I tanggal 10 Januari 1988, tanggal 12 April 1989 dan pada tahun 1990, maka sejak saat itu tanah selokan hak guna air merupakan hak milik Penggugat kemudian dilanjutkan oleh Penggugat menggunakan tanah selokan hak guna air mengalir secara terus-menerus menanam padi sawah.
Tanggal 10 Juli 2014, Tergugat I dan anaknya (Tergugat II serta Tergugat III) secara sepihak menetapkan menutup selokan air seluruhnya di atas tanah milik Tergugat I, karena Penggugat melakukan upaya membuka kembali selokan air dicegah atau dihalangi oleh Para Tergugat, sehingga Penggugat sangat merasa dirugikan dimana tanah sawah milik Penggugat tidak dapat dimanfaatkan lagi.
Sementara itu ketentuan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok Pokok Agraria mengatur: hak guna air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan atau mengalirkan air itu di atas tanah orang lain. Maka dengan demikian semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial air yang diperlukan itu perlu dialirkan melalui tanah orang lain.
Tanggal 19 Juli 2014, Penggugat melaporkan Tergugat I di Kantor Kepala Desa yang hadir pada saat itu Kepala Desa, Penggugat dan Tergugat I, fungsionaris adat, tokoh masyarakat, acara musyawarah penyelesaian masalah tanah selokan hak guna air. Dalam keputusan tersebut disepakati tanah selokan hak guna air tetap dibuka kembali dan kerusakan tanah selokan diperbaiki bersama. Kesepakatan tersebut Penggugat menyatakan setuju, sedangkan Tergugat I menyatakan menolak.
Tindakan Para Tergugat menutup tanah selokan hak guna air dinilai merugikan Penggugat, dikarenakan sejak tanggal 10 Juli 2014 Penggugat tidak dapat memanfaatkan tanah selokan hak guna air, sehingga tanah sawah milik Penggugat tidak dikerjakan sampai sekarang. Terhadap gugatan Penggugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebelum tiba pada amar putusannya, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat P-1 dan bukti surat P-2 tersebut yang didukung pula dari keterangan saksi-saksi Penggugat, yaitu saksi Petrus Demo dan saksi Fransiskus Ramu, membuktikan bahwa Penggugat telah mampu membuktikan dalil gugatannya, bahwa berdasarkan suatu kesepakatan yang dibuat oleh Penggugat dan Tergugat I pada tanggal 10 Januari 1988, Tergugat I memberikan ijin kepada Penggugat untuk menggunakan air dari selokan yang digali dan mengalir di atas tanah milik Tergugat I, selanjutnya sebagai gantinya Penggugat telah memberikan 1 (satu) ekor babi dan uang sejumlah Rp.30.000,- kepada Tergugat I;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Tergugat I sendiri telah secara sadar menerima pemberian ganti rugi dari Penggugat tersebut dan mengenai hal itu telah pula dibuatkan surat persetujuan bersama bahwa selokan air yang disepakati oleh Penggugat dan Tergugat I yang mengalir dari tanah milik Tergugat I ke tanah milik Penggugat tersebut akan dipergunakan secara bersama-sama antara Yohanes Tengko (Tergugat I) dengan Hendrikus Mat (Penggugat), sehingga Tergugat I mempunyai kewajiban untuk mengalirkan air selokan tersebut ke tanah sawah Penggugat melalui tanah milik Tergugat I, oleh karena itu menurut Majelis Hakim, tindakan Tergugat I maupun Tergugat II dan Tergugat III (anak dari Tergugat I) yang telah melakukan penutupan terhadap selokan air kedua yang mengalir ke tanah sawah milik Penggugat adalah suatu tindakan dan / atau perbuatan yang melawan hukum (onrechtmatige daad);
“Menimbang, bahwa hal tersebut didukung pula oleh niat baik Penggugat pada tanggal 7 April 1989 yang telah memberikan ganti rugi atas rusaknya pohon kopi milik dari saudara Y. Dabu akibat dari pembuatan selokan air tersebut, dimana Penggugat melalui Yohanes Tengko (Tergugat I) dengan itikad baik dan penuh kesadaran telah menyerahkan uang ganti rugi atas rusaknya pohon kopi milik saudara Y. Dabu tersebut sebesar Rp.25.000,- dan Tergugat I (Yohanes Tengko) telah menerima baik uang sejumlah tersebut dan dengan penuh kesadaran mengerti dan sanggup untuk menanggung segala kerusakan yang timbul dikemudian hari apabila terjadi kerusakan kembali, karena adanya penggalian selokan air tersebut, sehingga dalam hal ini Para Tergugat berkewajiban untuk tetap memberikan air melalui selokan untuk mengairi tanah sawah milik Penggugat, baik melalui selokan pertama maupun selokan kedua yang dibuat dan digali di atas tanah milik Para Tergugat;
“Menimbang, bahwa di dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Tentang Pokok-Pokok Dasar Agraria menyatakan ”Hak guna air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan / atau mengalirkan air itu di atas tanah orang lain”;
“Menimbang, bahwa di dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tersebut telah jelas mengatur bahwa hak guna air ialah hak akan memperoleh air dari sungai, saluran atau mata air yang berada di luar tanah miliknya, misalnya untuk keperluan mengairi tanahnya, rumah tangga dan lain sebagainya. Untuk itu maka sering kali air yang diperlukan itu perlu dialirkan (didatangkan) melalui tanah orang lain dan air yang tidak diperlukan seringkali perlu dialirkan pula (dibuang) melalui tanah orang yang lagi. Orang-orang tersebut tidak boleh menghalang-halangi pemilik tanah itu untuk mendatangkan dan membuang air tadi melalui tanahnya masing-masing;
“Menimbang, bahwa di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”;
“Menimbang, bahwa dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Negara melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan perorangan atau pihak-pihak tertentu, dengan kata lain monopoli, oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dianggap bertentangan dengan prinsip Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
“Menimbang, bahwa Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana terurai di atas sejalan pula dengan hukum adat, kebiasaan dan kepatutan yang berlaku pada masyarakat setempat (masyarakat Desa Arus dan Desa Bangka Arus, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur). Bahwa berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat untuk bisa mendapatkan air untuk mengairi sawah pihak yang membutuhkan air, maka dilakukan “kapu manuk lele tuak” kepada pemilik tanah yang tanahnya akan dilalui selokan air, apabila “kapu mah manuk lele tuak” itu diterima oleh si pemilik tanah berarti si pemilik tanah telah sepakat dengan orang yang membutuhkan air tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Tadeus Ngasa (Kepala Desa Arus) menerangkan bahwa di Desa Arus dan Desa Bangka Arus, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, selokan pengairan sawah kebanyakan berada di atas tanah milik pribadi orang perorangan yang dibuka oleh pemilik tanah berdasarkan kesepakatan melalui tradisi “kapu manuk lele tuak” yang sudah berlangsung secara turun-temurun;
“Menimbang, bahwa dalam perkara ini Tergugat I telah menerima ganti rugi dari Penggugat berupa 1 (satu) ekor babi dan uang sebesar Rp 30.000,- sehingga demikian maka Tergugat I telah sepakat dengan Penggugat untuk memberikan hak guna air kepada Penggugat. Selanjutnya berdasarkan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Penggugat, Penggugat telah menggunakan air dari selokan kedua yang melewati tanah Tergugat I kurang lebih selama 24 (dua puluh empat) tahun, yaitu sejak tahun 1990, karena air selokan pertama yang dibuat oleh Tergugat I tidak bisa untuk mengairi sawah Penggugat sepanjang tahun, oleh karena itu dengan ditutupnya selokan air kedua tersebut oleh Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III, maka Para Tergugat telah melanggar hak dari Penggugat dan juga melanggar kebiasaan dan kepatutan dalam tata kehidupan masyarakat setempat;
“Menimbang, bahwa dengan demikian air harus dianggap sebagai barang publik dan / atau barang sosial, karena air diharapkan dapat dikonsumsi oleh umum dan konsumen / orang orang / perusahaan berbadan hukum pemakai air tidak bersaing untuk menggunakannya (non rivalry in consumption), air tidak hanya digunakan bagi seseorang dan mengabaikan yang lainnya (non exclusive) dan orang lain tidak menghalangi (mengecualikan) pihak atau orang tertentu untuk menggunakannya (low excludability);
“Menimbang, bahwa dalam kaitannya dengan pengertian perbuatan melawan hukum diartikan sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang menurut praktek yurisprudensi dapat diartikan sebagai perbuatan yang meliputi Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau Melanggar hak subyektif orang lain atau Melanggar kaidah tata susila atau Bertentangan dengan azas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain, maka dalam perkara ini perbuatan Para Tergugat yang menutup aliran air yang mengalir dari selokan kedua ke tanah sawah milik Penggugat adalah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar kewajiban hukum dan hak subyektif dari Penggugat yang seharusnya berhak atas aliran air yang mengalir dari selokan kedua ke tanah sawah milik Penggugat;
“Menimbang, bahwa dalam dalil sangkalannya berdasarkan bukti-bukti yang diajukan, Para Tergugat tidak berhasil membuktikan bahwa Para Tergugat berhak menutup aliran air yang mengalir dari selokan kedua yang dibuat dan digali di atas tanah milik Para Tergugat, hal mana berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, ternyata Penggugat juga mempunyai hak untuk memperoleh aliran air yang mengalir dari selokan, baik dari selokan pertama maupun dari selokan kedua yang dibuat dan digali di atas tanah milik Para Tergugat tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas membuktikan bahwa Para Tergugat tidak mempunyai hak untuk menutup aliran air yang mengalir dari selokan kedua yang dibuat dan digali di atas tanah milik Para Tergugat, karena Penggugat juga mempunyai hak untuk mendapatkan aliran air yang mengalir dari selokan kedua yang dibuat dan digali di atas tanah milik Para Tergugat tersebut, sehingga perbuatan Para Tergugat yang menutup aliran air yang mengalir dari selokan kedua yang dibuat dan digali di atas tanah milik Para Tergugat tersebut adalah merupakan perbuatan melawan hukum, maka dengan demikian Penggugat berhasil membuktikan dalil gugatannya bahwa tindakan Para Tergugat yang menutup aliran air yang mengalir dari selokan kedua yang dibuat dan digali di atas tanah milik Para Tergugat adalah merupakan perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan Para Tergugat yang menghalang-halangi Penggugat untuk membuka kembali atau membongkar tanah selokan hak guna air Penggugat sesuai perjanjian antara Penggugat dan Tergugat I, sesuai dengan pertimbangan Majelis Hakim sebagaimana tersebut di atas, dimana hal tersebut adalah merupakan perbuatan melawan hukum, sehingga petitum keempat gugatan Penggugat cukup beralasan dan patut untuk dikabulkan, demikian pula terhadap petitum kesepuluh gugatan Penggugat, dengan dikabulkannya gugatan Penggugat, maka petitum kesepuluh gugatan Penggugat tersebut untuk selanjutnya cukup beralasan dan patut pula untuk dikabulkan;
“Menimbang, bahwa terhadap petitum kelima, berdasarkan pertimbangan petitum keempat gugatan Penggugat tersebut, oleh karena perbuatan Para Tergugat dikualifikasikan sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum, maka terhadap petitum kelima gugatan Penggugat tersebut dapat dikabulkan dengan perbaikan berkaitan dengan redaksional petitum, sehingga untuk selanjutnya dirubah menjadi “Menyatakan perbuatan / tindakan Para Tergugat yang menutup selokan hak guna air Penggugat sejak tanggal 10 Juli 2014 sampai sekarang adalah perbuatan tanpa hak dan melawan hukum, bertentangan dengan ketentuan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Jo. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945”;
“Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan Para Tergugat yang menutup saluran air yang mengalir ke tanah sawah milik Penggugat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, maka terhadap petitum keenam gugatan Penggugat tersebut dapat dikabulkan dengan perbaikan berkaitan dengan redaksional petitum pula, sehingga untuk selanjutnya dirubah menjadi “Menghukum Para Tergugat atau siapapun yang mendapat hak dari Para Tergugat untuk membuka kembali selokan hak guna air Penggugat yang terletak di Lingko Tola, Desa Arus, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, dengan batas-batas dan ukuran sesuai posita gugatan Penggugat kepada Penggugat dalam keadaan bebas seperti sedia kala, kalau perlu pelaksanaannya (eksekusi) dibantu oleh alat Negara atau Polisi”;
M E N G A D I L I
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan surat ganti rugi tanah selokan hak guna air di atas tanah milik Tergugat I, tanggal 10 Januari 1988 dan surat persetujuan bersama, tanggal 12 April 1989 antara Penggugat sebagai penerima penerima tanah selokan hak guna air dengan Tergugat I sebagai pemberi tanah selokan hak guna air adalah sah dan berharga;
3. Menyatakan tanah selokan hak guna air yang terletak di Lingko Tola, Desa Arus, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, dengan batas-batas dan ukuran : ... adalah sah selokan hak guna air Penggugat;
4. Menyatakan perbuatan Para Tergugat yang menghalang-halangi Penggugat untuk membuka kembali atau membongkar tanah selokan hak guna air Penggugat sesuai perjanjian antara Penggugat dan Tergugat I adalah perbuatan melawan hukum, bertentangan dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata / BW;
5. Menyatakan perbuatan / tindakan Para Tergugat yang menutup tanah selokan hak guna air milik Penggugat sejak tanggal 10 Juli 2014 sampai sekarang adalah perbuatan tanpa hak dan melawan hukum, bertentangan dengan ketentuan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Jo. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
6. Menghukum Para Tergugat atau siapapun yang mendapat hak dari Para Tergugat untuk membuka kembali selokan hak guna air Penggugat yang terletak di Lingko Tola, Desa Arus, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, dengan batas-batas dan ukuran sesuai posita gugatan Penggugat kepada Penggugat dalam keadaan bebas seperti sedia kala, kalau perlu pelaksanaannya (eksekusi) dibantu oleh alat Negara atau Polisi;
7. Menghukum Para Tergugat untuk tunduk dan taat pada isi Putusan perkara perdata ini;
8. Menghukum Para Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini secara tanggung renteng sebesar Rp.2.691.000,-;
9 Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.