ALIBI, Apakah IIu?

LEGAL OPINION
Question: Sering terdengar penyebutan kata “Alibi” dalam istilah hukum. terutama dalam suatu perkara pidana. Sebenarnya apa maksudnya dan bagaimana implementasinya?
Brief Answer: Alibi, secara sederhana dimaknai sebagai “bukti terletak pada tempat lain”, dengan kata lain merujuk adanya kemungkinan lain diluar apa yang selama ini dituduhkan/disangkakan pada tersangka/terdakwa. Alibi merupakan sebuah konsepsi perihal re-konstruksi hukum.
Alibi dalam konteks pemaknaan yang lebih luas, bermakna bukan hanya sekedar saksi mata yang melihat langsung, mendengar langsung, ataupun mengalami langsung kejadian (testimonium audito). Namun bisa juga berupa kesaksian tidak langsung, semisal tersangka dituduhkan pada tanggal sekian pukul sekian di tempat sekian melakukan aksi pencurian, namun terdapat saksi mata yang meski tidak melihat langsung aksi pencurian pada hari, waktu, dan lokasi (tempus dan locus delicti), namun sang saksi mata melihat sendiri bahwa tersangka/terdakwa berada di luar negeri, sebagai contoh, pada waktu dan tanggal peristiwa.
Dalam praktik peradilan sebagai suatu best practice, saksi mata bukan hanya saksi yang mampu memberi keterangan secara langsung atas peristiwa, namun bisa juga saksi yang mengetahui dan mengalami secara tidak langsung peristiwa. Saksi alibi bukanlah saksi “katanya” (testimonium de audito), namun lebih kepada saksi yang melihat adanya bukti di tempat lain.
PEMBAHASAN:
Contoh kasus berikut dapat memberi ilustrasi sederhana, putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana tingkat kasasi register Nomor 923 K/Pid/2012 tanggal 20 Maret 2013, dengan Majelis Hakim Agung yang diketuai Artidjo Alkostar, dimana Terdakwa dituntut telah melakukan penganiayaan secara berkeroyok terhadap korban pelapor, sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana sesuai dengan pasal 351 ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Adapun yang menjadi putusan Pengadilan Negeri Painan, Nomor 134/Pid.B/2011/PN.Pin, tanggal 6 Februari 2012, yang amar lengkapnya sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa Darmadi Alias Ucok Bin Aldar, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Kesatu dan Kedua Penuntut Umum;
2. Membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan tersebut;
3. Memerintahkan agar Terdakwa dikeluarkan dari tahanan;
4. Memulihkan hak Terdakwa tersebut dalam kemampuan, kedudukan, serta harkat dan martabatnya.
Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadap permohonan tersebut Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
- Bahwa Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, karena telah mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis dengan benar, yaitu saksi Sapta Waldi pgl Sapta menerangkan tidak ada dipukul oleh Terdakwa tetapi ia dipukul oleh Ikis dan Cewang;
- Saksi Yuli Wirman dan saksi Liswardi melihat Terdakwa berada di lokasi parkir mobil yang dikelola Terdakwa bukan di tempat terjadinya pemukulan;
- Saksi Riski Delfi Andra menerangkan bahwa Terdakwa tidak ikut pemukulan dan tidak ada di tempat kejadian;
“Menimbang, bahwa di samping itu Mahkamah Agung berdasarkan wewenang pengawasannya juga tidak dapat melihat bahwa putusan tersebut dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri dengan telah melampaui batas wewenangnya, oleh karena itu permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum/Pemohon Kasasi berdasarkan Pasal 244 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) harus dinyatakan tidak dapat diterima;
“Menimbang, bahwa karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/ Jaksa Penuntut Umum dinyatakan tidak dapat diterima dan Terdakwa tetap dibebaskan, maka biaya perkara dibebankan kepada Negara;
M E N G A D I L I
“Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Painan, tersebut.”
Bagaimana jika terdapat pertentangan antara “saksi yang melihat adanya alibi” demikian dengan “saksi mata yang melihat langsung kejadian tindak pidana”?
Sekuat-kuatnya keyakinan hakim akan kebenaran keterangan saksi yang melihat alibi, namun kedekatan peristiwa memiliki nilai/kualitas yang lebih kuat. Contoh, satu orang yang melihat pelaku melakukan kekerasan terhadap korban, terhadap dua orang saksi lain yang menyatakan terdakwa berada di tempat lain pada saat yang bersamaan, maka nilai/kualitas keterangan seorang saksi yang melihat langsung kejadian lebih memiliki relevansi karena kedekatannya terhadap peristiwa, sementara itu nilai kekuatan pembuktian saksi yang hanya melihat alibi kemudian turun derajatnya menjadi alat bukti “petunjuk” belaka.
Memang, tidak selamanya linear demikian, namun setidaknya “nilai kedekatan peristiwa” menjadi faktor penting. Jikalau tidak terdapat saksi dengan kualitas “kedekatan peristiwa” demikian, barulah saksi yang melihat adanya alibi (saksi mata tidak langsung) memiliki relevansinya dalam saksi mata “derajat kedua”. Secara teori ilmu hukum pembuktian, bila terdapat kontradiksi antara saksi mata langsung dengan saksi alibi, maka yang kemudian menjadi tolak ukur utama bagi hakim yang memutus ialah: alat bukti keterkaitan antar saksi (circumtial evidences).
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.