LEGAL
OPINION
Question: Kami dari perusahaan asuransi. Bagaimana jika
antara nasabah pemegang polis selaku tertanggung, ada bersekongkol dengan pihak
pengangkut, yang menyatakan kontrak kerjasama pengangkutan antara keduanya
bahwa pengangkut tak bertanggung jawab kerusakan barang yang diangkut, apa
artinya kami selaku penanggung yang membayar klaim kerugian pihak tertanggung
atas kerusakan barang selama di tangan perusahaan ekspedisi, tak dapat
menggunakan hak tagih terhadap pelaku usaha pengiriman tersebut dengan hak
subrogasi yang kami miliki?
Brief Answer: Demi menghindari penyelundupan hukum demikian, bukan
dengan cara rasionalisasi lewat menyatakan bahwa perjanjian pengiriman barang
dengan pelepasan tanggung jawab demikian tak mengikat pihak Penanggung selaku
pihak ketiga, sehingga Penanggung tetap memiliki hak tagih terhadap pelaku
penerbit kerugian pihak Tertanggung.
Yang benar ialah, pihak Penanggung tidak dapat
bersikap lalai untuk mencermati kesepakatan antara pihak Tertanggung dengan
rekanan ekspedisi yang digunakan, apakah layak untuk dipolis-asuransikan
ataukah tidak.
Kesepakatan polis asuransi antara pihak
Penanggung dan pihak Tertanggumg pun, sebenarnya tak dapat pula mengikat pihak
ekspedisi selaku pihak ketiga. Sehingga dalam hal ini SHIETRA & PARTNERS
menilai adanya unsur kelalaian dari pihak Penanggung itu sendiri, meski
terdapat berbagai praktik peradilan yang salah kaprah dalam membaca semangat
hukum perikatan perdata.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi tepat kiranya merujuk putusan Pengadilan Negeri Surabaya
perkara register Nomor 640/Pdt.G/2014/PN.SBY. tanggal 02 Maret 2015, sengketa
antara:
- PT. ASURANSI AXA INDONESIA,
sebagai Penggugat; melawan
- PT. PELAYARAN SURYA BINTANG
TIMUR, selaku Tergugat.
Penggugat merupakan perusahaan yang bergerak dibidang Industri Asuransi. HERI
SETIABUDI adalah nasabah asuransi Penggugat sebagaimana Perjanjian
Pertanggungan Asuransi Pengangkutan.
Pada perjanjian asuransinya dan/atau berdasar Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang
No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, Penggugat berposisi sebagai
Penanggung “memberikan penggantian kepada Tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atas barang yang
dipertanggungkan.”
Sedangkan HERI SETIABUDI diposisikan sebagai Tertanggung “membayar premi
asuransi kepada Penanggung sebagaimana perikatan dibuat, serta memiliki hak
mengajukan klaim kepada Penanggung karena suatu kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atas barang yang dipertanggungkan.”
Barang yang diasuransikan/dipertanggungkan oleh Tertanggung kepada Penggugat,
mengalami kerugian dan/atau kerusakan akibat dari kecelakaan dalam pengangkutan
laut dengan menggunakan Kapal “MV. CANCI LADJONI ex MV. BAHARI 1”, milik Tergugat.
Tertanggung mengajukan klaim Ganti Rugi kepada Penggugat selaku
Penanggung, sehubungan dengan kerugian yang dipolis-asuransikan berdasarkan
perjanjian asuransi (Polis Asuransi).
Setelah Penggugat membayar seluruh ganti kerugian / klaim yang diajukan
oleh Tertanggung atas kerugian barang yang dipertanggungkan, maka Penggugat memperoleh
semua hak yang sekiranya dimiliki oleh Tertanggung (HAK SUBROGAS1) terhadap Tergugat
berkenaan dengan kerugian itu, berdasarkan Pasal 284 KUHD (Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang) yang mengatur:
“Penanggung yang telah membayar
kerugian barang yang dipertangggungkan, memperoleh semua hak yang sekiranya
dimiliki oleh Tertanggung terhadap pihak ketiga berkenaan dengan kerugian itu,
dan Tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang mungkin merugikan
hak Penanggung terhadap pihak ketiga itu.”
Dengan demikian Penggugat memiliki hak untuk mengajukan gugatan ganti-rugi
terhadap Tergugat. Setelah dilakukan pembayaran ganti rugi oleh Penggugat, Tertanggung
memberikan SURAT PERNYATAAN PELIMPAHAN HAK (Letter of Subrogation) kepada Penggugat selaku Penanggung,
sehingga segala Hak yang dimiliki oleh Tertanggung atas Barang yang dipertanggungkan
dalam Asuransi pengangkutan barang beralih sepenuhnya kepada Penggugat, disaat
bersamaan pertanggung-jawaban dari Tergugat selaku pihak Perusahaan Pelayaran
atau Perusahaan Angkutan di Perairan terhadap Tertanggung beralih menjadi
pertanggung-jawaban dari Tergugat kepada Penggugat.
Penggugat mendalilkan kesalahan pihak Tergugat ialah sebagaimana diatur Pasal
40 ayat 1 dan 2 UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran :
(1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan
dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal
sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau
perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.
Pasal 41 ayat 1 dan 3 Undang Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran :
(1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan
sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa :
b. musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut;
d. kerugian pihak ketiga.
(3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya
sebaqaimana dimaksud pada auat (1) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar
penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Adapun yang menjadi bantahan pihak Tergugat, yakni:
- Benar telah terjadi
kecelakaan Kapal CV CANCI LADJONI Ex Bahari milik Tergugat, sebagaimna Laporan
Kecelakaan Kapal yang dikeluarkan oleh Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Ende
yang menyatakan kecelakaan diakibatkan oleh alun besar yang menghempas kapal
dan angin kencang mengakibatkan kapal kandas diatas batu/karang sehingga robek
dan bocor lalu air masuk ke kamar mesin dan palkah sampai mesin tidak bisa
dihidupkan untuk olah gerak, dengan demikian kecelakaan tersebut merupakan
peristiwa alam yang tidak dapat diduga yang dapat dikatagorikan sebagai keadaan
memaksa (Force Majeure / Overmacht);
- Dengan adanya keadaan memaksa
tersebut yang diderita oleh Tergugat, maka segala bentuk kerugian yang terjadi
akibat peristiwa tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada Tergugat;
- Dengan adanya Perjanjian
Pengangkutan Laut antara Tergugat dengan Heri Setiabudi yang menyatakan pihak
pemilik kapal terlepas dari segala tuntutan dari pihak pemilik barang, apabila
kapal mengalami Force Majeure (kapal
kandas, karam, tenggelam, terbakar) yang dibuktikan dengan Berita acara dari
Laporan Kecelakaan Kapal/LKK yang disyahkan oleh Syahbandar setempat dan atau
instansi yang berwenang, sehingga sdr Heri Setiabudi tidak lagi memiliki hak
apapun yang diperoleh dari Tergugat, tidak ada lagi hak disubrogasikan /
dilimpahkan kepada Penggugat selaku Penanggung sdr Heri Setiabudi.
Sikap Tergugat yang kemudian menjadi alasan memberatkan dirinya ialah, dirinya seharusnya menjawab atau setidaknya menanggapi
semua surat somasi yang pernah dikirim oleh Penggugat maupun Tertanggung, bukan
mengesampingkan, apalagi memberikan tanggapan yang seolah-olah lari dari
tanggungjawab hukum. Terhadap gugatan Penggugat, maupun terhadap sanggahan
Tergugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Surat Subrogation
Receipt ( surat Pelimpahan Hak) dinyatakan sah secara hukum, maka hak
subrogation ada pada penggugat sebagai penanggung;
“Menimbang, bahwa tentang
pengertian subrogasi dalam asuransi diatur dalam Pasal 284 KUHD yang menentukan
: “Penanggung yang telah membayar ganti kerugian atas benda yang diasuransikan menggantikan
tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga
yang telah menimbulkan kerugian tersebut, dan tertanggung bertanggung jawab untuk
setiap perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga itu.”
“Menimbang, bahwa sesuai dengan
Pasal 284 KUHD, setelah pembayaran ganti kerugian atas harta benda dan atau
kepentingan yang dipertanggungkan dalam polis, penanggung menggantikan
tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga sehubungan
dengan kerugian tersebut. Hak subrogasi dalam pasal ini berlaku dengan sendirinya
tanpa memerlukan suatu surat kuasa khusus dari tertanggung;
“Menimbang, bahwa hak subrogasi
itu ada pada penanggung, dimana hubungan hokum dalam subrogasi ditentukan dalam
undang-undang, oleh karena itu hak yang berpindah kepada penanggung termasuk
juga hak yang timbul karena perbuatan melawan hukum, jadi tujuan subrogasi pada
perjanjian asuransi adalah untuk mencegah ganti kerugian ganda kepada tertanggung
dan untuk mencegah pihak ketiga terbebas dari kewajibannya;
“Menimbang, bahwa dari ketentuan
Hak subrogasi dalam Pasal 284 KUHD, jelas Penggugat sebagai penanggung
mempunyai hak kepada pihak ketiga dalam hal ini adalah Tergugat, untuk mendapat
ganti kerugian sesuai klaim kerugian yang dibayarkan kepada tertanggung Heri
Setiabudi, meskipun ada Perjanjian
angkutan laut
No.243/SBT-Gracia/PAL/SBY/IX/2013 antara Penyewa Kapal CV. Cracia Bp. Heri
Setiabudi dengan Perusahaan Pelayaran PT Surya Bintang Timur, sebagiamana
syarat-syarat tambahan yang disetujui bersama;
“Menimbang, bahwa butki T-1 itu
adalah suatu Perjanjian Angkutan Laut merupakan perjanjian antara Tergugat
dengan dengan Heri Setiabudi yang tidak mengikat pihak Penggugat,
dan tidak bisa menggugurkan bukti P-5, karena adanya hak subrogasi dijamin oleh
Undan-undang (vide Pasal 284 KUHD), dengan demikian hak subrogasi harus
dilaksanakan oleh pihak Tergugat sebagai pihak ketiga;
“Menimbang, bahwa bukti surat
P-3 yang dikirimkan oleh Tertanggung Heri Setiabudi kepada Tergugat PT Surya
Bintang Timur sebagai perusahaan pelayaran tanggal 01 Oktober tahun 2013
mengenai Surat Tuntutan Klaim Cargo KM Canci Ladjoni sebesar Rp.2.929.500.000,-
meminta Tergugat untuk bertanggung jawab atas kerugian barang yang menjadi
obyek pertanggungan 2.700 ton Semen Tonasa @ 40 Kg akibat kecelakaan kapal
pengangkut KM Canci Ladjoni pada tanggal 25 September 2013 disekitar Pelabuhan
Ende NTT, tidak ada jawaban dari Perusahaan pelayaran PT Surya Bintang Timur dalam
hal ini sebagai Tergugat;
“Menimbang, bahwa dengan tidak
dijawabnya bukti surat P-3, Tertanggung Heri Setiabudi mengirimkan surat kepada
Penanggung yaitu PT. Asuransi Axa Indonesia dalam hal ini sebagai Penggugat
tanggal 17 Oktober 2013 mengenai Surat Tuntutan Klaim Cargo KM Canci Ladjoni
atas kerugian barang yang menjadi obyek pertanggungan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Tergugat yang belum membayar ganti
rugi kepada Penggugat sebagai penanggung yang memperoleh Hak subrogasi dari tertanggung
Heri Setiabudi yang telah mengajukan tuntutan Klaim ganti rugi yaitu dengan
bukti P-3 dan bukti P-5, tidak ada jawaban dari Tergugat sehingga Tergugat
melalaikan kewajibannya dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, Tergugat telah
terbukti melakukan Perbuatan melawan Hukum kepada Penggugat sebagai penanggung
yang memperoleh Hak subrogasi, maka sudah sepatutnya Tergugat membayar ganti
kerugian sebagai pihak ketiga kepada Penggugat;
“Menimbang, bahwa bukti T-1
adalah Perjanjian Angkutan Laut No.243/SBT-GRACIA/PAL/SBY/IX/2013 tanggal 13
Nopember 2013, antara PT. Surya Bintang Timur, nama Kapal: KM. CANCI LADJONI
pemilik Lukman Ladjoni dengan Penyewa Kapal CV.CRACIA pemilik Heri Setiabudi;
“Menimbang, bahwa dalam
perjanjian adanya syarat–syarat tambahan yang disetujui bersama antara lain: Pihak
pemilik Kapal terlepas dari segala tuntutan apapun dari pemilik barang apabila
Kapal mengalami Force Majure (Kapal Kandas, Karam, Tenggelam dan terbakar) yang
dibuktikan dengan berita acara dan Laporan Kecelakaan Kapal/LKK yang disahkan
oleh Syahbandar setempat dan atau Instansi yang berwenang (Informasi pihak II
paling lambat 2 X 24 jam) sejak tanggal kejadian;
“Menimbang, bahwa setelah
Majelis Hakim mencermati bukti T-1, yang ada syarat-syarat tambahan yang
disetujui bersama yaitu antara Pemilik KM Canci Ladjoni PT. Surya Bintang Timur
pemiliknya Lukman Ladjoni dengan Penyewa Kapal dari CV Gracia pemilik Heri
Setiabudi, dan keterangan saksi 2. Conny Santoviq dari tergugat, menurut
Majelis Hakim adalah merupakan perjanjian antara Lukman Ladjoni dari Pemilik
Kapal dengan Heri Setiabudi sebagai Penyewa kapal dari CV. Gracia, tidak
dengan pihak Penggugat / PT. Asuransi Axa Indonesia, sehingga Penggugat
tidak terikat terhadap perjanjian tersebut;
“Menimbang, bahwa oleh karena
bukti T-1 itu hanya mempunyai hubungan hukum antara Tergugat dengan Heri
Setiabudi yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak, yang tidak ada sangkut
pautnya dengan pihak Penggugat, maka menurut Majelsi Hakim bukti T-1 sah secara
hukum;
“M E N G A D I L I :
DALAM KONPENSI :
DALAM POKOK PERKARA :
- Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan Perjanjian Pertanggungan Asuransi Pengangkutan, Polis No.07052012,
sertifikat Asuransi No.RSL-SBY/MCC/0058369, berupa barang 67.500 sak atau 2.700
Ton Semen Tonasa, yang ditanda tangani pada tanggal 20 September 2013 tersebut
adalah sah menurut hukum;
- Menyatakan Surat Pernyataan Pelimpahan Hak (Letter of subrogation) dari
Saudara Heri Setiabudi kepada Penggugat yang ditanda tangani pada tangga 22
Nopember 2013 tersebut adalah sah menurut hukum;
• Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan melawan Hukum sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan Kitab
Undng-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), atas kecelakaan pada tanggal 25
September 2013 dalam pengangkutan barang menggunakan Kapal MV.CANCI LADJONI ex
MV BAHARI 1, menimbulkan kerugian berarti dan tidak dapat dipergunakan terhadap
seluruh obyek pertanggungan asuransi berupa barang 67.500 Sak atau 2.700 Ton
semen Tonasa milik Tertanggung Saudara Heri Setiabudi;
- Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat secara
tunai dan seketika sebesar Rp.2.929.500.000,- (dua milyar sembilan ratus dua
puluh sembilan juta lima ratus ribu rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
DALAM REKONPENSI :
- Mengabulkan gugatan Rekonpensi untuk sebagian;
- Menyatakan Perjanjian antara Penggugat Rekonpensi dengan Saudara Heri
Setiabudi tanggal 13 September 2013 Nomor: 243/SBT GRACIA/ PAL/SBY/IX/2013
tentang Perjanjian Pengangkutan Laut adalah sah secara hukum;
• Menolak gugatan Rekonpensi selain dan selebihnya.”
Contoh kasus diatas merupakan salah satu ilustrasi praktik peradilan yang
ekstrem, karena bagaimana pun Penanggung menggantikan posisi hukum Tertanggung,
sehingga perjanjian antara Tertanggung dengan pihak ekspedisi pengangkutan barang
menjadi mengikat pihak Penanggung pula ketika terjadi subrogasi.
Adalah kelalaian pihak Penanggung itu sendiri yang tidak terlebih dahulu
mencermati perjanjian antara pihak Tertanggung dengan rekanan penyedia jasa
pengangkutan yang digunakan untuk menyeberangkan objek asuransi.
Mengapa putusan tersebut diatas disebut sebagai bentuk salah kaprah?
Subrogasi memiliki definisi harafiah sebagai “peralihan hak tagih”. Bila Tertanggung
tidak memiliki hak tagih terhadap pihak ketiga, maka tiada “hak tagih” yang
dapat dialihkan apapun kepada pihak Penanggung terhadap pihak ketiga.
Dalam contoh kasus diatas, konteks yang terjadi ialah ekspedisi pelayaran
laut, dimana kesepakatan dalam perjanjian perdata tak dapat menyimpangi undang-undang,
sehingga terdapat satu pembenaran terhadap putusan hakim tersebut, yakni perbuatan
melawan hukum terhadap Undang-Undang tentang pelayaran, bukan gugatan
wanprestasi.
Bila yang terjadi ialah dalam konteks ekspedisi
via jalan darat, bilamana perjanjian ekspedisi mengatur perihal keadaan kahar
yang mengakibatkan kerugian pada pemilik barang, maka sepenuhnya tiada hak
tagih yang dapat disubrogasikan.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.