PHK Kualifikasi Mangkir, Tidak Disyaratkan Penetapan / Putusan Pengadilan Hubungan Industrial

LEGAL OPINION
Question: Untuk memutus hubungan kerja karena karyawan dinilai mangkir kerja tanpa hadir meski telah dipanggil sesuai undang-undang, apa tetap perlu lewat putusan PHI?
Brief Answer: Putusnya hubungan kerja karena kualifikasi “mangkir”, sebenarnya tidak perlu putusan Pengadilan Hubungan Industrial untuk membuat keadaan putusnya hubungan kerja demikian, karena undang-undang telah mengatur secara terperinci kriteria putusnya hubungan kerja dengan kualifikasi “mangkir”. Sehingga bila kriteria kualifikasi “mangkir” tersebut terpenuhi seluruh unsur-unsurnya, pihak buruh / pekerja tidak lagi berhak menuntut upah / gaji sejak hari putusnya hubungan kerja akibat “mangkir”, kecuali terhadap hak-hak normatif terhutang sebelum hari putusnya hubungan kerja ini. Bila pihak pekerja yang tidak sependapat dengan putusnya hubungan kerja dengan kualifikasi mangkir demikian, maupun terhadap besaran uang pisah ataupun uang penggantian hak, maka sang pekerja-lah yang kemudian dapat mengajukan gugatan ke PHI.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi tepat kiranya bercermin dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi register perkara Nomor 520 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 21 September 2015, antara:
- PT. SILOAM INTERNASIONAL HOSPITALS, TBK., (SILOAM HOSPITALS SURABAYA/SHSB), sebagai Pemohon Kasasi, semula Penggugat; melawan
- Dr. ARNOLD BOBBY SOEHARTONO, sebagai Termohon Kasasi, semula Tergugat.
Pada tanggal 1 April 2014 s/d 08 April 2014, Tergugat tidak masuk kerja dan mengulangi kembali tindakan indisiplinernya. Atas ketidakhadiran tersebut, Penggugat mengirimkan Surat Panggilan Pertama, yang dikirimkan ke alamat Tergugat.
Dikarenakan dari tanggal 1 April 2014 s/d tanggal 20 April 2014 Tergugat masih tidak masuk kerja alias mangkir, maka tanggal 21 April 2014, Penggugat mengirimkan kembali Surat Panggilan Kedua, yang ditujukan ke alamat Tergugat dan diterima langsung sendiri oleh Tergugat.
Dikarenakan dari tanggal 1 April 2014 s/d tanggal 23 April 2014, Tergugat masih tidak masuk kerja alias mangkir, maka selanjutnya Penggugat mengirimkan kembali Surat Panggilan Ketiga, yang ditujukan ke alamat Tergugat dan diterima langsung oleh Ibu kandung Tergugat.
Berdasarkan Pasal 47 Ayat (2) dan Ayat (3), juncto Pasal 47 Ayat 3 Peraturan Perusahaan, periode 2013-2015, yang berlaku di Perusahaan Penggugat, mengatur:
“Apabila Pekerja mangkir selama 5 hari kerja atau lebih secara berurutan tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh perusahaan sebanyak 2 kali secara tertulis, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengannya karena dianggap mengundurkan diri, kepada pekerja diberikan uang pisah sesuai peraturan perusahaan Pasal 60.”
Pasal 47 ayat 3 Peraturan Perusahaan:
“Apabila pekerja mangkir selama 8 hari kerja dalam 1 bulan walaupun secara tidak berurutan tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.”
Pasal 168 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengatur:
(1) Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.
(2) Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (10) harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk kerja.
(3) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaanya diatur di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja.
Dengan demikian Penggugat telah melakukan pemanggilan secara patut menurut hukum yang berlaku, sehingga perbuatan Tergugat dapat dikualifisir mengundurkan diri sehingga Penggugat dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Tergugat dengan alasan mengundurkan diri.
Terhadap permasalahan ini, telah dilakukan penyelesaian bipartit, dan mediasi di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Pemerintah Kota Surabaya, namun tidak memiliki titik temu, sehingga Mediator Disnaker mengeluarkan anjuran tertulis, tertanggal 14 November 2014, yang isinya: Menganjurkan agar Penggugat mempekerjakan kembali Tergugat seperti semula, dimana Penggugat menolak untuk mematuhi anjuran dimaksud.
Sebagai kompensasi, Penggugat bersedia memberi uang pisah dengan rincian:
- Masa Kerja di bawah 3 tahun, Uang Pisah 1 bulan upah =Rp2.402.680,00
- Uang penggantian hak sebesar 15 % x Rp2.402.680,00 =Rp 360.602,00
Grand total: = Rp2.763.782,00.
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya telah memberikan putusan Nomor 131/G/2014/PN Sby., tanggal 23 Februari 2015, yang amarnya sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Memerintahkan kepada Penggugat untuk mempekerjakan Tergugat kembali seperti semula;
3. Menghukum Penggugat membayar upah Tergugat secara tunai dan sekaligus sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Februari 2015, sebesar:
- Upah bulan Desember 2014 sebesar = Rp2.402.680,00 (dua juta empat ratus dua ribu enam ratus delapan puluh rupiah);
- Upah bulan Januari – Februari 2015 sebesar = Rp2.710.000,00 (UMK Surabaya) x 2 = Rp5.420.000,00 (lima juta empat ratus dua puluh ribu rupiah);
Sehingga jumlah seluruh upah Tergugat yang harus dibayarkan oleh Penggugat adalah sebesar Rp7.822.680,00 (tujuh juta delapan ratus dua puluh dua ribu enam ratus delapan puluh rupiah).”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadap permohonan tersebut Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“bahwa keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 13 Maret 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 30 Maret 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Termohon Kasasi tidak masuk kerja dan mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih secara berturut-turut, tanpa keterangan secara tertulis/tanpa dilengkapi bukti-bukti yang sah mulai sejak tanggal 1 April 2014, dan telah dipanggil oleh Pemohon Kasasi secara patut dan tertulis pada tanggal:
- Panggilan pertama pada tanggal 4 April 2014;
- Panggilan kedua pada tanggal 21 April 2014;
- Panggilan ketiga pada tanggal 24 April 2014;
- Bahwa oleh karena Termohon Kasasi tidak datang tanpa keterangan tertulis yang dilampiri bukti yang sah walaupun telah dilakukan pemanggilan sebanyak 3 (tiga) kali, maka Termohon Kasasi dikualifikasi mengundurkan diri, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 168 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
- Bahwa oleh karena alasan PHK terhadap Termohon Kasasi dikualifikasikan mengundurkan diri, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 169 ayat (3), pengusaha dapat melakukan PHK tanpa ijin/penetapan sebagaimana ditentukan Pasal 151 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003;
- Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata pertimbangan dan putusan Judex Facti telah salah menerapkan hukum, oleh karenanya alasan kasasi dapat dikabulkan dan putusan Judex Facti harus dibatalkan;
- Bahwa terlepas dari alasan kasasi dari Pemohon Kasasi, karena mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial perkara a quo adalah pihak pengusaha (pihak yang melakukan PHK), sementara yang mempunyai kepentingan adalah pihak yang di PHK yakni pekerja (pihak Termohon Kasasi). Sehingga pihak Pemohon Kasasi dipandang tidak mempunyai kepentingan, lagi pula dalam kasus a quo tidak diperlukan ijin/penetapan Pengadilan untuk melakukan PHK (akibat mangkir). Oleh karena itu maka gugatan Penggugat/Pemohon Kasasi haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. SILOAM INTERNASIONAL HOSPITALS, TBK., (SILOAM HOSPITALS SURABAYA/SHSB), tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 131/G/2014/PHI Sby., tanggal 23 Februari 2015, selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. SILOAM INTERNASIONAL HOSPITALS, TBK., (SILOAM HOSPITALS SURABAYA/ SHSB), tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 131/G/2014/PHI Sby., tanggal 23 Februari 2015;
MENGADILI SENDIRI:
Dalam Pokok Perkara:
1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
2. Membebankan biaya perkara kepada Negara.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.