KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Perusahaan Menggelapkan Surat Keterangan Dokter yang Menerangkan Keadaan Sakit Pekerja

LEGAL OPINION
Question: Saya jatuh sakit cukup lama, namun saya punya surat keterangan sakit dari dokter yang menerangkan saya memang tak dapat masuk kerja selama saya dirawat. Saat ini perusahaan meminta asli dari surat keterangan berobat dari dokter. Apa tidak akan ada masalah, bila saya berikan saja, sebagai bukti bahwa saya memang tak memungkinkan masuk kerja cukup lama saat itu?
Brief Answer: Pada prinsipnya semua hal, terkait pembuktian, perlu pihak buruh / pekerja pahami, bahwa tak dapat diasumsikan pihak pengusaha akan berlaku jujur dan beritikad baik terhadap pekerjanya, terlebih fakta hukumnya Anda tidak masuk bekerja cukup lama. Untuk itu setiap pekerja perlu mengantisipasi kemungkinan terburuk dengan membentengi diri lewat memegang berbagai hal yang dapat menjadi alat bukti dikemudian hari bila pengusaha melakukan kesewenang-wenangan seperti memotong hak normatif, atau bahkan mem-PHK. Saran SHIETRA & PARTNERS, serahkan fotokopi dari surat keterangan dari dokter tersebut, dan cukup tunjukkan asli di hadapan petugas perusahaan yang berwenang, namun asli harus tetap dikuasai oleh pihak buruh/pekerja.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi adanya bentuk itikad tidak baik dari pihak pengusaha, dapat dijumpai dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa pemutusan hubungan kerja (PHK) register perkara Nomor 284 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 21 Juni 2016, antara:
- SETIADI HARSOYO, sebagai Pemohon Kasasi, semula Tergugat; melawan
- PT. DENSO INDONESIA, selaku Termohon Kasasi, dahulu Penggugat.
Penggugat mendalilkan, Tergugat tidak hadir bekerja (mangkir) sejak tanggal 1 Desember 2014 s/d 12 Desember 2014 dari pekerjaannya tanpa keterangan yang sah, sehingga tidak hadir bekerja (mangkir) lebih dari 5 (lima) hari berturut-turut dinilai telah melanggar ketentuan pasal 80 ayat (3) Perjanjian Kerja Bersama PT. Denso Indonesia periode 2013-2015 yang selengkapnya berbunyi:
“Pekerja yang mangkir selama 5 (lima) hari atau lebih secara berturut- turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja, dapat dikenakan Pemutusan Hubungan Kerja.”
Atas ketidakhadiran Tergugat untuk bekerja (Mangkir) tanpa keterangan yang sah sejak tanggal 1 Desember 2014 s/d 12 Desember, maka Penggugat mengirimkan Surat panggilan untuk kembali bekerja kepada Tergugat secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali pada tanggal 9 Desember 2014 dan 12 Desember 2014.
Namun 2 (dua) kali Panggilan Penggugat kepada Tergugat untuk kembali bekerja diabaikan oleh Tegugat. Karena mengabaikan panggilan untuk kembali bekerja yang disampaikan melalui surat panggilan, maka Penggugat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Tergugat terhitung sejak tanggal 15 Desember 2014.
Atas PHK yang dilakukan Penggugat, telah diupayakan perundingan yang dimediasi Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi hingga diterbitkan Risalah Mediasi tertanggal 15 September 2015 oleh Disnaker yang Anjurannya berbunyi sebagai berikut:
1. Hubungan kerja antara pihak pengusaha PT. Denso Indonesia dengan pekerja Sdr. Setiadi Harsoyo dapat diakhiri terhitung akhir bulan Juli 2015 dengan memberikan hak-hak pekerja yaitu:
1.1 Uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
1.2 Uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan.
1.3 Uang penggantian hak sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (4) Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta hak-hak lainnya.
2. Pengusaha PT. Denso Indonesia membayar upah pekerja Sdr. Setiadi Harsoyo (apabila belum dibayarkan) sampai dengan akhir bulan Juli 2015.
3. Pengusaha PT. Denso Indonesia membayar THR Keagamaan tahun 2015 kepada Sdr. Setiadi Harsoyo.
4. Agar Kedua belah pihak memberikan jawaban secara tertulis atas anjuran ini selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima surat anjuran tertulis ini.
Penggugat menolak anjuran Disnaker, karena menilai telah mengabaikan ketentuan Pasal 83 Ayat (10) Perjanjian Kerja Bersama periode 2013-2015 yang berbunyi:
“Pekerja yang mangkir berkepanjangan dan terkena sanksi pemutusan hubungan Kerja, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 80 ayat3 berhak atas kompesasi yang terdiri dari 1 (satu) kali uang pisah dan penggantian hak, sesuai ketentuan pasal 82 ayat 4 dan ayat 5.”
Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung telah memberikan putusan Nomor 207/ Pdt.Sus PHI//2015/PN BDG, tanggal 12 Januari 2016 yang amarnya sebagai berikut:
Mengadili
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian ;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat PT.Denso Indonesia dengan Tergugat Setiadi Harsoyo terhitung tanggal 15 Desember 2014 dengan kualifikasi mengundurkan diri;
3. Menghukum Penggugat untuk membayar kepada Tergugat yang terdiri dari:
a. Uang pisah: : 4 x Rp.4.240.600,- = Rp.16.962.400,-
b. Uang Penggantian Hak : 15% x Rp.16.962.400 = Rp. 2.544.360,-
c. Cuti Tahunan : 12 hari x Rp.141.353,- = Rp. 1.696.236,-
d. Cuti Besar tersisa : 12 hari x Rp.141.353,- = Rp. 1.696.236,-
= Rp.22.899.232,-
4. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana Mahkamah Agung kemudian melakukan koreksi atas putusan PHI dengan pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 5 Februari 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 7 Maret 206 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa Judex Facti salah dalam mempertimbangkan bukti TK/PR -5 berupa Surat Keterangan Sakit tanggal 4 Desember 2014 dengan pertimbangan hanya Foto Copy, pertimbangan Judex Facti tersebut salah karena bukti asli ada di Penggugat dan Penggugat tidak membantahnya sehingga terbukti pada tanggal sakit sesuai keterangan dokter Tergugat sakit, karenanya tergugat tidak dapat dinyatakan mangkir;
3. Bahwa Judex Facti tidak mempertimbangkan secara seksama bukti TK/PR-3, TK/PR-4, TK/PR-6,s/d TK/PR-10,berupa koreksi absensi dari Tergugat untuk absen tanggal 2 Desember 2014 s/d 13 desember 2014 sehingga kalau bukti-bukti tersebut dipertimbangkan secara saksama maka Surat Panggilan I tanggal 9 Desember 2014 untuk masuk kerja tanggal 11 desember 2014 tidak dapat dipertimbangkan karena sampai tanggal 13 Desember 2014 masih masuk kerja;
4. Bahwa Judex Facti, juga salah dalam mempertimbangkan bukti P.4 berupa Surat Panggilan II tanggal 12 Desember 2014 karena telah disangkal telah diterima Tergugat, seharusnya tanpa Penggugat membuktikan Surat pengiriman maka Surat Panggilan II dikesampingkan;
5. Bahwa berdasarkan hal-hal di atas tidak dapat diterapkan ketentuan Pasal 168 Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 dan karena hubungan sudah tidak harmonis lagi maka patut dan adil hubungan kerja diputus dengan menerima kompensasi 1 ( satu) kali ketentuan pasal 156 Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 sebagai berikut :
- Uang Pesangon : 9 x Rp. 4.240.600,00 = Rp38.165.400,00
- UPMK : 6 x Rp. 4.240.600,00= Rp25.443.600.00
- UPH : 15 %x 63.609.000,00 = Rp 9.541.350,00
Jumlah Rp 73.150.350,00 (tujuh puluh tiga juta seratus lima puluh ribu tiga ratus lima puluh rupiah).
6. Bahwa berdasar pertimbangan di atas maka beralasan hukum untuk menolak gugatan konvensi dan mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi untuk sebagian;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: SETIADI HARSOYO tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: SETIADI HARSOYO tersebut;
2. Membatalkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 207/ Pdt.Sus-PHI//2015/PN BDG, tanggal 12 Januari 2016;
MENGADILI SENDIRI :
Dalam Konvensi:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
Dalam Rekonvensi:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi putus;
3. Menghukum Tergugat Rekonvensi membayar kompensasi PHK kepada Penggugat Rekonvensi sebesar Rp 73.150.350,00 (tujuh puluh tiga juta seratus lima puluh ribu tiga ratus lima puluh rupiah);
4. Memerintahkan kepada Tergugat Rekonvensi untuk memberikan surat pengalaman kerja kepada Penggugat Rekonvensi;
5. Membebankan biaya perkara kepada Negara.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.