Penyalahgunaan Nark0tika, antara Ancaman Sanksi Pidana Penjara dan Rehabilitasi

LEGAL OPINION
Question: Salah seorang kerabat saya tertangkap aparat dengan tuduhan memakai nark0ba. Mengapa pemakai nark0ba yang merupakan korban, kemudian dituntut dipidana penjara di pengadilan? Bukankah undang-undang menyatakan bahwa korban nark0ba cukup menjalani rehabilitasi sebagai sanksinya?
Brief Answer: Terkadang, “korban” pemakai nark0tika menjadi “agen” pencetak para pemakai baru, lewat kemasan bernama “pergaulan”. Dalam rangka law as a tool of social engineering, efek jera dan efek deterent berupa ancaman sanksi penjara diharapkan dapat mencegah prevalensi pemakai nark0tika. Benar, undang-undang dan regulasi yang ada menyatakan dengan tegas hak rehabilitasi korban penyalahgunaan nark0tika, namun demi rasionalisasi, hakim pada pengadilan dapat memutus sanksi pidana penjara alih-alih sanksi rehabilitasi.
Satu-satunya yang dapat dilakukan adalah meminta agar sanksi pidana diperingan, agar efek penjeraan efektif tanpa justru mengakibatkan kontradiktif terhadap kebaikan psikologi pihak korban penyalahgunaan yang dapat diperparah mengingat kondisi lembaga pemasyarakatan yang belum memadai.
Bahkan ketentuan hukum mengatur, Orang tua atau wali dari Pecandu Nark0tika wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 1628 K/PID.SUS/2012 yang diputus ARTIDJO ALKOSTAR, Hakim Agung selaku Ketua Majelis, SRI MURWAHYUNI, dan SURYA JAYA, Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, tanggal 18 September 2012, dimana Terdakwa didakwa secara tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Nark0tika Golongan I bukan tanaman jenis sh*bu (Metamph*tamina), perbuatan Terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 132 ayat (1) UU. RI. NO. 35 Tahun 2009 Tentang Nark0tika jo. Pasal 112 Ayat (1) UU RI. NO. 35 Tahun 2009.
Adapun yang menjadi putusan Pengadilan Negeri Sampit No. 470/Pid.B/2011/PN.SPT tanggal 29 Maret 2012 yang amar lengkapnya sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa AGUS SETIADI Als. AGUS Bin H. SUMARDI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan Permufakatan Jahat Tanpa Hak Memiliki, Menguasai Nark0tika Golongan I Bukan Tanaman”;
2. Memidana oleh karena itu kepadaTerdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan Denda Rp 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah);
3. Menetapkan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan;
4. Menetapkan lamanya Terdakwa ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan:
5. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam Tahanan.”
Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, meminta alih-alih dipidana penjara agar cukup direhabilitasi, dengan dalil, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Nark0tika, mengatur:
- Pasal 54: “Pencandu nark0tika dan korban penyalahgunaan nark0tika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.”
- Pasal 56 ayat (1): “Rehabilitasi medis Pecandu Nark0tika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri.”
- Pasal 57: “Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan pecandu nark0tika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.”
Surat Edaran Mahkamah Agung tanggal 29 Juni 2011 Nomor 03 Tahun 2011 “PENEMPATAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARK0TIKA Dl DALAM LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL”.
Seraya merujuk surat dari Badan Nark0tika Nasional Rl. Tertanggal 12 Mei 2011 No.R/1883/V/2011/BNN, bersama ini kami sampaikan bahwa setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Nark0tika dan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2010 tanggal 07 April 2010 tentang Penempatan Penyalahguna, korban penyalahguna dan pencandu Nark0tika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan rehabilitasi sosial.
Berdasarkan Pasal 103 UU No. 35 Tahun 2009 dan Pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011 menyatakan bahwa perintah untuk menjalankan rehabilitasi medis dan sosial, hanya dapat dilakukan berdasarkan :
a. Putusan pengadilan bagi pecandu yang terbukti bersalah melakukan tidak pidana Nark0tika.
b. Penetapan pengadilan bagi pencandu Nark0tika yang tidak terbukti bersalah dan tersangka yang masih di dalam proses penyidikan atau penuntutan.
Berdasarkan surat Edaran Mahkamah Agung Tanggal 7 April 2010 Nomor 04/Bua6/Hs/Sp/1V/2010 dalam poin 2, diatur pula:
“Bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dan b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang nark0tika hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana sebagai berikut:
a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik polri dan penyidik BNN  dalam kondisi tertangkap tangan.
b. Pada saat tertangkap tangan sesuai dengan butir a diatas ditentukan barang bukti pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut : ... .
Selanjutnya Pasal 13 ayat (3) menyatakan bahwa pencandu Nark0tika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam Lembaga rehabilitasi medis dan atau rehabilitasi sosial.
Ketentuan Pasal 13 ayat (4) memberikan kewenangan kepada Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim untuk penempatan Tersangka dan Terdakwa selama proses peradilan di lembaga rehabilitasi medis dan atau rehabilitasi sosial dan agar sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 13 ayat (2), maka kewenangan Penyidik dan Penuntut Umum dalam implementasinya merupakan rekomendasi sekaligus memperkuat rekomendasi tim dokter untuk PENETAPAN HAKIM tentang penempatan di dalam lembaga rehabilitasi medis dan sosial dan selanjutnya dilampirkan serta menjadi berkas perkara.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011 memberikan kewenangan kepada Hakim khususnya terkait dengan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan sosial sejak dalam proses penyidikan, penuntutan sampai proses persidangan untuk menuangkan dalam bentuk penetapan.
Terpidana melampirkan surat keterangan dari Panti Rehabilitasi, dan memohon kepada Mahkamah Agung yang memerika permohonan kasasinya untuk membatalkan putusan Pengadilan Negeri Sampit dan Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah, agar memutuskan sendiri dalam perkara Terdakwa menjalankan Rehabilitasi ke panti Rehabilitasi yang terdekat.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang pelaksanaan wajib lapor pencandu nark0tika dalam Pasal 1 dalam butir (1) mengatur perihal wajib lapor, yakni kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu nark0tika yang sudah yang belum cukup umur atau keluarganya dan atau orang tua atau wali dari pecandu nark0tika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Terhadap permohonan Terdakwa, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Terlepas dari alasan-alasan kasasi, telah terbukti fakta di persidangan bahwa:
1. Terdakwa bersama saksi Agus, Dedy telah menggunakan nark0tika golongan I jenis sab*-sab* yang dibeli secara patungan, digunakan bersama-sama mereka dan masih ada sisa 0,20 gram.
2. Ketika dilakukan penangkapan oleh petugas kepolisian sesaat setelah menggunakan nark0tika, ditemukan seperangkat alat hisap sab*-sab* dan sisa sab*-sab* dengan berat kotor 0,20 gram.
3. Dari hasil tes urine a.n. Terdakwa, didapat kandungan nark0tika dengan bahan adiktif Metamf*tamina, terdaftar dalam golongan I no. urut 61 lampiran UU No.35 Tahun 2009.
4. Dari fakta tersebut diatas dihubungkan dengan SEMA No. 4 Tahun 2010 Terdakwa telah melanggar Pasal 127 (1) huruf a yaitu “penyalahgunaan” nark0tika golongan I bagi diri sendiri, dan sisa sab*-sab* seberat 0,20 gram yang ditemukan dari tempat kejadian tersebut tidak dapat di kwalifikasi bahwa Terdakwa memiliki, menyimpan, menguasai sab*-sab*/nark0tika golongan I untuk tujuan diluar pemakaian/penggunaan seperti yang disebut dalam Pasal 112 (1) UU No. 35 Tahun 2009.
5. Bahwa Pasal 127 (1) huruf a UU No.35 Tahun 2009 tidak didakwakan, namun sesuai Yurisprudensi MA No. 675 K/Pid/1987 jo. putusan-putusan MA No. 1671 K/Pid/1996 tanggal 18 Maret 1996 jo. putusan MA No. 1872 K/Pid/2011 yang pada pokoknya menyatakan : apabila delik yang terbukti di persidangan adalah delik yang sejenis yang lebih ringan sifatnya dari delik yang didakwakan yang lebih berat sifatnya, maka walaupun delik yang lebih ringan tidak didakwakan, Terdakwa tetap dipersalahkan atas delik tersebut dan di pidana atas dasar melakukan delik yang lebih ringan.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah No. 45/PID.SUS/2012/PT.PR tanggal 07 Juni 2012 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut seperti tertera dibawah ini :
M E N G A D I L I
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa: AGUS SETIADI Als AGUS Bin H. SUMARDI, tersebut ;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah Nomor : 45/PID.SUS/2012/PT.PR tanggal 07 Juni 2012;
M E N G A D I L I   S E N D I R I
1. Menyatakan Terdakwa AGUS SETIADI Als. AGUS Bin H. SUMARDI terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana Penyalahgunaan Nark0tika golongan I bagi diri sendiri;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
Dalam perkara terpisah, sebagaimana tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Tanjung Selor perkara pidana register Nomor 111/Pid.Sus/2013/PN.Tg.Slr tanggal 04 Desember 2013, dimana Terdakwa didakwa melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 yang memiliki unsur-unsur:
a. Setiap Penyalah Guna;
b. Tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Nark0tika Golongan I bukan tanaman.
Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim akan mempertimbangkannya sebagai berikut :
“Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur "Setiap Penyalah Guna" sebagaimana mengacu pada pasal 1 ayat (15) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Nark*tika yang menyebutkan bahwa “Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Nark0tika tanpa hak atau melawan hukum”;
“Bahwa menurut keterangan ahli, barang bukti yang dihadirkan di persidangan mengandung sabu-sabu yang terdapat unsur zat metamf*tamina dan termasuk nark0tika golongan I serta tidak lagi digunakan dalam bidang kesehatan, hanya digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan karena itu orang perorangan dilarang menggunakan atau mengkonsumsi sab*-sab*;
“Terdakwa tidak memiliki hak untuk mengkonsumsi sab*-sab* serta Terdakwa bukan seorang ilmuan;
“Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur “tanpa hak” adalah pelaku tindak pidana dalam melakukan perbuatannya tidak mempunyai hak dalam hal ini ijin yang sah untuk melakukan perbuatan tersebut, Terdakwa tidak mempunyai ijin dari pihak yang berwenang yang dalam konteks tindak pidana nark0tika, maka yang berhak mengeluarkan ijin untuk menguasai atau mengkonsumsi Nark0tika Golongan I jenis Sabu-sabu adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan diatas, maka seluruh unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Nark0tika telah terpenuhi, maka Majelis Hakim berkesimpulan Terdakwa haruslah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau melawan hukum Menyalahgunakan Nark*tika Golongan I bukan tanaman bagi diri sendiri”;
“Menimbang, bahwa menurut Pasal 127 ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Nark0tika disebutkan bahwa "Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103;
“Menimbang, bahwa bunyi Pasal 54 UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Nark0tika adalah "Pecandu Nark0tika dan korban penyalahgunaan Nark0tika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial". Pasal 55 : “ayat (1) Orang tua atau wali dari Pecandu Nark0tika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”. Ayat (2): “Pecandu Nark0tika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.
“Dan Pasal 103 “ayat (1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Nark0tika dapat: a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Nark*tika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Nark*tika; atau b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Nark0tika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Nark0tika. Ayat (2) : Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Nark0tika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman”;
“Menimbang, bahwa sebagai mana tercantum dalam Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Nark0tika dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pecandu Nark0tika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Nark0tika dan dalam keadaan ketergantungan pada Nark0tika, baik secara fisik maupun psikis, Terdakwa karena telah terbukti menurut hukum melanggar pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Nark0tika maka sebagaimana disebutkan dalam Pasal 103 ayat (1) diatas, Majelis Hakim perlu mempertimbangkan apakah Terdakwa perlu menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi;
“Menimbang, bahwa rehabilitasi medis sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (16) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Nark0tika adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Nark0tika.
“Sementara Rehabilitasi Sosial menurut pasal 1 ayat (17) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Nark0tika adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Nark0tika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat;
“Menimbang, bahwa berkaitan dengan pidana yang akan dijatukan pada diri terdakwa berikut ini walaupun menurut ketentuan Pasal 127 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Nark0tika menjelaskan dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55 dan Pasal 103 UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Nark0tika dan setelah dicermati pasal yang disebut terakhir memberikan peluang agar terdakwa bisa dilakukan upaya rehabilitasi, namun Majelis berpendapat untuk melaksanakan hal tersebut terkendala olah terbatasnya saran berupa tempat pelaksanaan proses dimaksud yang tidak tersedia di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Selor atau ditempat lain yang sekiranya dekat wilayah hukum tersebut yang dapat berakibat timbulnya kendala-kendala tekhnis pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55 dan Pasal 103 UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Nark0tika, maka Majelis Hakim berpendapat jenis pidana penjara yang lamanya akan diputuskan dalam amar Putusan inilah yang patut dikenakan kepada diri terdakwa;
“Menimbang, bahwa selanjutnya oleh karena terhadap diri terdakwa nantinya akan dikenakan Pidana penjara yang akan disebutkan dalam amar Putusan dibawa ini, dan hal tersebut sesuai dengan tuntutan Penuntut Umum, namun Majelis Hakim dalam hal lama Pemidanaan tersebut berbeda pendapat dengan Jaksa Penuntut Umum yang telah menuntut agar terdakwa dihukum hampir mencapai pemidanaan maksimal yaitu 3 (Tiga) Tahun dan 6 (enam) Bulan Penjara sebagaimana ancaman maksimal dari dakwaan yang dinyatakan terbukti.
“Bahwa alasan yang mendasarkan perbedaaan tersebut adalah karena menurut Majelis terhadap seorang Pengguna tidak bisa diperlakukan sama dengan pengedar; mereka / Pengguna adalah bagian dari korban maraknya Peredaran Nark0tika, semestinya bagi pengguna mendapat perhatian yang khusus tidak sebagaimana nara pidana pada umumnya, seharusnya kepada mereka dilakukan upaya rehabilitasi namun oleh karena terbatasnya sarana untuk itu yang disediakan pemerintah mengakibatkan para pengguna juga dijatuhkan Pidana Penjara, namun demikian tidaklah arif lagi bijaksana apabila hukuman berupa pidana penjara tersebut diberikan dalam kurun waktu yang terlalu lalu yang pada akhirnya tidak mendatangkan efek yang baik terhadap terpidana selaku Pengguna Nark0tika bahkan kemungkinan keadaan menjadi lebih buruk secara psikis yang dapat menimpa para Pengguna tersebut. Oleh karena itu menurut hemat Majelis lamanya pidana yang akan dijatuhkan dibawah ini dipandang lebih sesuai dikenakan terhadap diri terdakwa;
“Menimbang, bahwa selain pertimbangan tersebut diatas, kaitannya dengan lamanya pemidanaan, maka berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan terdapat hal-hal yang menjadi dasar perbedaan antara lamanya pemidaan yang Majelis putuskan dengan Tuntutan Penuntut Umum diantaranya adalah, barang bukti berupa sab*-sab* yang ditemukan dalam perkara ini bukanlah milik dari terdakwa melainkan milik dari saksi MASYHURI alias DIMAS Bin SUDARMAJI yang menjadi terdakwa dalam berkas lain, sehingga dengan demikian terdakwa tidak sama sekali memiliki niat untuk mengkonsumsi sab*-sab* melainkan atas bujukan dan permintaan dari saksi MASYHURI alias DIMAS Bin SUDARMAJI;
Hal-hal yang memberatkan :
- Bahwa perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan Nark0ba dan dapt merusak kesehatan fisik dan mental terdakwa;
Hal-hal yang meringankan :
- Terdakwa baru pertama kali menggunakan sabu-sabu akibat diajak oleh orang lain yakni saksi MASYHURI alias DIMAS Bin SUDARMAJI;
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa ASFIAN NOER Bin H. M. SYAHRAINI, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dalam Dakwaan Primair;
2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari Dakwaan Primair tersebut.
3. Menyatakan Terdakwa ASFIAN NOER Bin H. M. SYAHRAINI, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau melawan hukum Menyalahgunakan Nark0tika Golongan I bukan tanaman bagi diri sendiri”;
4. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (SATU) tahun;
5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
6. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.