Pemerintah Menempati Lahan tanpa Pembebasan Tanah adalah Perbuatan Melawan Hukum

LEGAL OPINION
Question: Saat ini ada bidang tanah kami yang digunakan proyek pemerintah dengan alasan demi kepentingan umum. Hanya saja selama ini pemerintah daerah ini tak pernah memberi kami ganti-rugi apapun atas tanah sah milik kami yang digunakan. Bagaimana hukum melihat hal ini?
Brief Answer: Pengambil-alihan penguasaan tanah, sekalipun mengatasnamakan demi kepentingan umum, wajib terlebih dahulu menempuh mekanisme pembebasan lahan untuk kepentingan umum sesuai prosedur hukum yang berlaku. Dalam konsep “Negara Hukum”, otoritas pemerintah tak dapat dibenarkan berlaku sewenang-wenang terhadap warga negara dengan melakukan praktik main hakim sendiri. Yang perlu diperhatikan warga masyarakat pemilik lahan, hendaknya Pajak Bumi dan Bangunan rutin dilunasi setiap tahunnya agar tak dapat dikategorikan menelantarkan hak atas tanah.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi putusan Pengadilan Negeri Sorong perkara gugatan perdata register Nomor 74/PDT.G/2012/PN.SRG tanggal 21 Agustus 2013, sengketa antara:
- EDWAR TENDEAN, S.SOS, sebagai Penggugat; melawan
- PEMERINTAH KOTA SORONG cq. WALIKOTA SORONG, selaku Tergugat.
Penggugat adalah pemilik yang sah atas sebidang tanah berdasarkan Sertipikat Hak Milik (SHM) No. 149/Remu Selatan, tanggal 03-09-1998, Luas 38.678 M² tercatat atas nama Penggugat.
Pada sekitar Tahun 2000, Tergugat dalam kedudukannya selaku Kepala Pemerintahan Kota Sorong melakukan pembebasan tanah untuk memperluas Bandar Udara Domine Eduard Osok (“Bandara DEO”) di Sorong, dan oleh karena perluasan Bandar Udara tersebut, Warga Masyarakat yang tinggal di sekitar area pembangunan Bandar Udara harus dipindahkan atau direlokasi.
Secara tiba-tiba tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu, Tergugat memindahkan atau merelokasi warga masyarakat yang terkena dampak pembebasan lahan untuk perluasan Bandara DEO, dengan secara tanpa hak menempati tanah milik Penggugat.
Tindakan Tergugat dilakukan dengan tanpa menempuh mekanisme Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Penggugat sebagai pemilik yang sah atas tanah.
Penggugat telah beberapa kali melakukan teguran baik secara lisan maupun tertulis dengan mengirimkan untuk menyelesaikan permasalahan dimaksud secara musyawarah untuk mufakat, namun itikad baik Penggugat tersebut tidak mendapat tanggapan yang serius dari Tergugat.
Kebijakan Tergugat yang merelokasi warga gusuran Bandara DEO telah mengakibatkan tanah dikuasai oleh warga gusuran Bandara Domine Edward Osok dalam tenggat waktu yang cukup lama yaitu 12 (dua belas) tahun, yang mana akibat kebijakan Tergugat yang keliru tersebut memberikan dampak kerugian materiil maupun immateriil kepada Penggugat karena tidak dapat menikmati dan memanfaatkan secara ekonomis atas tanah dimaksud.
Penggugat mempunyai rencana/planning untuk mendirikan perumahan di atas tanah tersebut dengan menggandeng investor sebagai penyedia dana untuk pembangunan bisnis perumahan tersebut, namun setelah investor tersebut melihat keadaan tanah yang telah dikuasai oleh warga gusuran Bandara DEO, mengakibatkan investor tersebut mengurungkan niatnya, sehingga rencana/planning Penggugat untuk mendirikan perumahan di atas tanah tersebut menjadi gagal, dan hal ini telah jelas-jelas menimbulkan kerugian bagi Penggugat.
Penggugat telah meminta dan mengajukan permohonan untuk melakukan pengukuran ulang dan pengembalian batas kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Sorong, yang kemudian ditindaklanjuti oleh BPN Kota Sorong dengan pengukuran dan pengembalian batas tanah.
Berdasarkan fakta di lapangan, ternyata benar bahwa rumah-rumah warga tersebut memang berdiri di atas tanah objek terperkara milik Penggugat atas perintah Tergugat selaku Kepala Pemerintahan Kota Sorong.
Berdasarkan fakta di lapangan, terdapat 28-30 Kepala keluarga atau ada 28 bangunan rumah panggung yang dibangun di atas tanah objek terperkara milik Penggugat, berikut fasilitas berupa MCK dan Bak air yang dibangun oleh Tergugat.
Pasal 32 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah, menyatakan bahwa Sertipikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang berlaku di dalamnya,
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, dinyatakan bahwa dengan diterbitkannya Sertipikat Hak atas tanah, kepada pemiliknya diberikan Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum, dan oleh karenanya perbuatan Tergugat yang telah merelokasikan warga gusuran Bandara DEO tanpa pemberitahuan dan mekanisme yang melanggar peraturan yang berlaku dapatlah dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum yang sangat nyata karena telah melanggar hak Penggugat selaku pemilik tanah yang sah.
Berdasarkan Ketentuan dalam Pasal 2 Undang Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960, menyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin dari yang berhak maupun kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang.
Tergugat dalam melakukan relokasi atau pemindahan warga masyarakat ke tanah objek terperkara milik Penggugat dilakukan secara melawan hukum, dengan tidak memperhatikan Ketentuan tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Adapun unsur-unsur kualifikasi Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata jo. Yurisprudensi Arrest 31 Januari 1919 sebagai berikut:
a. Perbuatan itu melanggar hak subjektif orang lain (dat of inbreuk maakt of een anders recht);
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum Pembuat/Tergugat (instrijd is met des daders recht);
c. Bertentangan dengan kesusilaan (hetzij tegen de goede zeden);
d. Bertentangan dengan kehormatan yang patut dalam lalu lintas pergaulan masyarakat, baik mengenai penghormatan terhadap diri maupun barang orang lain.
Oleh karena Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Tergugat tersebut, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata di atas, maka Penggugat dapat mengajukan ganti kerugian atas penggunaan tanah secara melawan hukum.
Adapun sanggahan pihak Tergugat, penggugat telah membiarkan tanah tersebut dalam keadaan terlantar dan sama sekali tidak pernah membayar kewajiban yang melekat atas tanah obyek sengketa. Terhadap gugatan Penggugat dan sanggahan Tergugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Apakah perbuatan Tergugat yang telah memindahkan atau merelokasi warga masyarakat yang terkena dampak pembebasan lahan untuk perluasan Bandara dan lahan untuk perluasan Bandara tersebut di tanah milik penggugat tanpa menempuh mekanisme tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum serta tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Penggugat selaku pemilik yang sah atas tanah sengketa adalah perbuatan melawan hukum ?
“Menimbang, bahwa unsur, kriteria dan syarat perbuatan melanggar hukum sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 3191 K/Pdt/1984 tangga 8 Pebruari 1986 ada 2 (dua) kriteria yaitu yang bersifat komulatif dan ada yang bersifat Alternatif;
“Unsur Kumulatif dari perbuatan melanggar hukum:
- Adanya perbuatan (baik aktif/pasif) yang melanggar hukum;
- Adanya suatu kerugian;
- Adanya suatu kesalahan; dan
- Adanya hubungan kausal antara kesalahan dan kerugian.
“Unsur Alternatif dari perbuatan melanggar hukum:
- Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
- Melanggar hak subyektif orang lain;
- Melanggar kaidah tata susila; atau
- Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian yang harus dimiliki seseorang dalam pergaulan masyarakat dan terhadap harta benda.
“Menimbang, bahwa terhadap unsur komulatif dari perbuatan melawan hukum seluruh unsur perbuatan melawan hukum harus dapat terpenuhi, sedangkan terhadap unsur Alternatif yaitu jika salah satu unsur terpenuhi maka perbuatan tersebut telah dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa selanjutnya menurut pasal 19 ayat (2) huruf c undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria (UUPA) jo pasal 1 Angka 20 PP No.24 tahun 1997 tentang pendaftaran, sertifikat hak atas tanah adalah tanda bukti hak yang kuat yang dimiliki kepastian status haknya, pemegang haknya, kepastian mengenai luas, letak, dan batas-batasnya;
“Menimbang, bahwa dari keterangan saksi Bambang Suyono,SH selaku Kuasa Hukum dari PT. Sejahtera Putra pinang yang pernah membuat perjanjian dengan penggugat untuk membangun perumahan sebanyak 100 unit di atas tanah sengketa dan ternyata pada saat PT. Sejahtera Putra Pinang hendak bekerja di atas tanah sengketa milik penggugat tersebut sudah ada perumahan milik warga yang sudah direlokasi sehingga sampai saat ini perjanjian antara penggugat dengan PT. Sejahtera Putra Pinang tidak dapat direalisasi;
“Menimbang, bahwa dari pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh Majelis Hakim atas tanah obyek sengketa pada hari Jumat tanggal 13 Mei 2013 bahwa diatas tanah sengketa telah berdiri rumah-rumah yang ditempat oleh warga dari relokasi warga masyarakat yang terkena dampak pembebasan lahan untuk perluasan Bandara Domine Edward Osok;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan bukti surat, Saksi-Saksi penggugat yang diajukan di persidangan oleh Penggugat diperoleh fakta-fakta yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa tanah obyek sengketa seluas 38.678 M²;
- Bahwa pada tahun 2001 tergugat telah memindahkan atau merelokasi warga masyarakat yang terkena dampak pembebasan lahan untuk perluasan Bandara Domine Edward Osok di atas tanah milik penggugat dengan membangun pemukiman atau perumahan untuk ditempati oleh warga tersebut tanpa menempuh mekanisme tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum serta tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Penggugat selaku pemilik yang sah atas tanah sengketa tersebut;
- Bahwa sampat saat ini belum ada ganti rugi dari tergugat atas penggunaan tanah milik penggugat tersebut;
- Bahwa penggugat selaku pemilik tanah ada membayar pajak bumi dan bangunan atas tanah sengketa tersebut;
- Bahwa penggugat mengalami kerugian akibat penggugat tidak dapat menggunakan tanah sengketa tersebut untuk membangun perumahan 100 unit sesuai dengan perjanjin antara penggugat dengan PT. Sejahtera Putra Pinang;
“Menimbang, bahwa dari bukti surat yang diajukan oleh penggugat bahwa sejak tanah dibeli oleh penggugat akan dibangun pemukiman sesuai dengan kesepakatan penggugat dengan PT. Sejahtera Putra Pinang dan penggugat juga telah memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak atas kepemilikan tanah tersebut sehingga dalil bantahan tergugat yang mendalilkan bahwa tergugat menggunakan tanah penggugat untuk relokasi warga karena penggugat membiarkan tanah tersebut dalam keadaan terlantar dan penggugat tidak pernah membayar kewajiban-kewajiban yang melekat atas obyek tanah sengketa adalah tidak benar adanya dengan demikian tergugat tidak dapat membuktikan dalil sangkalannya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangkan tersebut di atas karena pihak Penggugat mampu membuktikan bahwa objek tanah dalam gugatan adalah milik penggugat yang digunakan oleh tergugat untuk tempat merelokasi warga masyarakat yang terkena dampak pembebasan lahan untuk perluasan Bandara Domine Edward Osok Sorong dan mendirikan pemukiman diatas tanah penggugat untuk ditempati warga tersebut tanpa menempuh mekanisme tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum serta tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Penggugat selaku pemilik yang sah atas obyek sengketa tersebut maka perbuatan Tergugat tersebut telah melanggar hak-hak subjektif penggugat dan sikap tergugat tersebut bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian yang harus dimiliki seseorang atau pejabat Publik dalam pergaulan masyarakat dan terhadap harta benda dengan demikian perbutan Tergugat tersebut adalah perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa dengan demikian tuntutan penggugat pada petitum kedua haruslah dikabulkan;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan membuktikan tuntutan penggugat pada petitum ketiga;
“Menimbang, bahwa sebagaimana tersirat dalam Pasal 1365 KUHPerdata bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan suatu kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan seberapa besar ganti rugi materil yang harus dibayar oleh tergugat kepada Penggugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan bahwa tanah penggugat tersebut digunakan untuk kepentingan umum khususnya warga yang terkena dampak pembebasan lahan untuk perluasan Bandara Domine Edward Osok Sorong dengan demikian tuntutan penggugat mengenai jumlah kerugian materil yang diminta penggugat untuk dibayarkan tergugat kepada penggugat atas penggunaan tanah penggugat tersebut sebagaimana dalam petitum penggugat pada pint 3 a Majelis Hakim tidak sependapat dengan penggugat;
“Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim cukup adil dan bijaksana bilamana dalam memperhitungkan jumlah kerugian materiil yang akan dibayarkan oleh tergugat kepada penggugat tersebut didasarkan pada harga Nilai Jual obyek Pajak yang berlaku di Kota Sorong dikalikan dengan luas tanah penggugat sehingga jumlah kerugian materil yang harus dibayarkan oleh tergugat kepada penggugat adalah sebesar : 38.678 M2 X Rp. 64.000/M2 = Rp. 2.475.392.000 .-;
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sejumlah Rp.2.475.392.000.- (dua milyard empat ratus tujuh puluh lima juta tiga ratus sembilan puluh dua ribu rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.