Mutasi Tanpa Difasilitasi, artinya Pemecatan Terselubung / PHK

LEGAL OPINION
Question: Aneh, perusahaan menerbitkan keputusan untuk memindahkan saya ke kantor cabang di daerah lain, tapi tanpa ada akomodasi, tanpa ada kompensasi perpindahan, dan tanpa ada perundingan terlebih dahulu dengan saya selaku karyawan. Apa saya hanya bisa pasrah tanpa daya? Apa ada opsi lainnya bagi saya secara hukum menghadapi sikap perusahaan yang menurut saya sewenang-wenang demikian? Tujuan saya bekerja adalah untuk mencari nafkah untuk keluarga, bukan gaji saya habis untuk biaya mutasi tempat kerja. Masak, karyawan yang harus mensubsidi program mutasi perusahaan? Jadi begini, perlakuan dan balasan pengusaha terhadap dedikasi, perhatian, dan keringat karyawan selama ini?
Brief Answer: Ketiadaan itikab baik pihak pemberi kerja dengan tidak mengakomodasi ataupun memberi fasilitas seperti tempat tinggal dan transportasi, diartikan sebagai pemutusan hubungan kerja (PHK). Kaedah hukum ini ditarik sebagai kesimpulan dari berbagai tren putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang dapat memahami dilematika yang dialami pihak buruh/pekerja yang tidak memiliki daya tawar terhadap tekanan pihak pengusaha. Karena akan dikriteriakan sebagai PHK dari pihak pengusaha, maka Anda berhak untuk menuntut pesangon dan hak-hak normatif lainnya.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, tepat sekiranya bercermin pada putusan Pengadilan Hubungan Industrial Bandung register perkara Nomor 185/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Bdg tanggal 16 Maret 2016, sengketa antara:
- RONALDO SILITONGA, sebagai Penggugat; melawan
- PT. RISTRA INDOLAB, selaku Tergugat.
Penggugat merupakan karyawan sejak tahun 2011 sebagai Key Account Manager (KAM). Pada tanggal 28 Februari 2014, Penggugat dimutasi dari Bogor ke Pontianak, dan pada saat yang bersamaan, Tergugat mencabut jabatan Penggugat sebagai National Sales & Promotion Manager menjadi jabatan Penggugat sebelumnya yaitu ASPM Area Kalimantan.
Atas surat keputusan dari Tergugat, Penggugat bersedia untuk dipindah tugaskan ke Kalimantan dan wajar bila Penggugat meminta hak-haknya sesuai undang-undang yaitu ongkos tempat tinggal Penggugat berserta istri dan anaknya, kendaraan operasional sesuai perjanjian kerja awal, biaya perjalanan pindah anak dan istri Penggugat dari Jakarta ke Pontianak.
Atas permohonan akomodasi Penggugat, Tergugat memberikan surat jawaban yang tetap meminta Penggugat untuk segera berangkat dan hanya memberikan Tunjangan kost Rp. 1.500.000;- dan bantuan kepindahan Rp. 1.000.000;-.
Pada tanggal 14 maret 2014, Penggugat memberikan surat mangkir kepada Penggugat dengan alasan Penggugat telah mengundurkan diri dari perusahaan, meski selama ini Penggugat tidak pernah mangkir yang dapat dibuktikan dengan print out absensi dari bagian HRD.
Selanjutnya Penggugat mengadukan permasalahannya tersebut pada Dinas Tenaga Kerja, namun tidak tercapai kesepakatan, yang mana Disnaker Kabupaten Bogor kemudian mengeluarkan surat anjuran, dengan rekomendasi agar Tergugat memberikan uang pesangon 2 kali pasal 156 ayat 2, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan upah proses agar dibayarkan serta hak-hak lain yang belum diterima Penggugat.
Pada bulan juli 2014, Disnaker Kabupaten Bogor mengeluarkan Risalah, dengan substansi:
a. Bahwa pekerja Sdr. Ronaldo Silitonga sebagai pekerja pada PT. Ristra Indolab ditempatkan di bagian Area Sales & Promotion Manager dengan diberikan upah sebesar Rp. 11.000.000 (sebelas juta rupiah).
b. Bahwa sesuai pasal 169 ayat 1 pekerja/ buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh ayat 2 pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pekerja / buruh berhak mendapatkan uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2, uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4.
c. Bahwa perusahaan tidak memberikan surat peringatan I, II yang masa berlakuknya 6 bulan terhadap pekerja kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka tidak dapat dikategorikan mangkir tidak sesuai pasal 168 nomor 13 tahun 2003 Undang-undang Ketenagakerjaan.
d. Bahwa pihak perusahaan dapat mempekerjakan kembali terhadap pihak pekerja dengan perjanjian kerja tetap pada tugas yang lama di wilayah kabupaten bogor untuk dapat dipertimbangkan namun jika bekerja kembali tidak mungkin dapat harmonis lagi maka untuk dapat diberikan uang pesangon sesuai ketentuan undang-undang ketenagakerjaan.
e. Bahwa anjuran dari mediator hubungan industrial pihak perusahaan belum memberikan jawaban dari pihak pekerja menerima anjuran.
f. Bahwa permasalah belum dapat diselesaikan ditingkat mediator Hubungan Industrial maka dilanjutkan pada Pengadilan hubungan industrial di Bandung Jalan Soekarno-Hatta untuk diselesaikan lebih lanjut.
Terhadap gugatan Penggugat, Majelis Hakim PHI Bandung membuat pertimbangan hukum sebelum tiba pada amar putusannya, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Mediator Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bogor telah mengeluarkan surat No. 565/4789/HI Syaker/2014 tertanggal 26 Juni 2014 perihal anjuran dan Risalah penyelesaian perselisihan, yang mana atas anjuran mediator Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Bogor Perusahaan belum memberikan jawaban sementara pekerja menerima anjuran;
“Menimbang, bahwa untuk mendapatkan kepastian hukum, Penggugat berdasarkan ketentuan pasal 14 ayat 2 Undang-Undang no. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung, pada tanggal 16 September 2015 dengan nomor perkara 185/Pdt-Sus/2015/PN.Bdg;
“Menimbang, bahwa oleh karena dalil gugatan Penggugat telah dibantah kebenarannya oleh Tergugat maka terhadap perkara ini Penggugatlah yang dibebani kewajiban terlebih dahulu untuk membuktikan kebenaran dalil-dalilnya;
“Menimbang, bahwa dari pokok-pokok gugatan Penggugat dan jawaban Tergugat tersebut, Majelis Hakim memperoleh permasalahan pokok, yaitu perselisihan hubungan industrial tentang pemutusan hubungan kerja, dimana Penggugat merasa telah di Putus Hubungan Kerjanya oleh Tergugat secara sepihak dan Tergugat memutus hubungan kerja dengan Penggugat dikarenakan Penggugat menolak mutasi sehingga dianggap mengundurkan diri;
“Menimbang, bahwa dalam surat gugatan Penggugat, pada dasarnya Penggugat tidak menolak atau tidak keberatan atas mutasi tersebut, namun Penggugat meminta kejelasan tentang sewa rumah untuk keluarga, biaya pengangkutan barang-barang rumah tangga, biaya perjalanan keluarga, biaya pindah sekolah anak dan kendaraan operasional di lokasi yang baru;
“Menimbang, bahwa sebagaimana vide bukti P-11 yang identik dengan T-5, Tergugat memberikan tunjangan kost Rp 1.500.000,- / bulan dan bantuan kepindahan Rp 1.000.000,- pada Penggugat;
“Menimbang, bahwa sebagaimana vide bukti P-12, Penggugat keberatan atas benefit yang diberikan Tergugat di penempatan lokasi kerja baru;
“Menimbang, bahwa vide bukti T-1, berupa Surat Perjanjian Kerja No. 048/SPK/HRD/PTRI/XI/2010 tertanggal 1 Desember 2010, dimana pada pasal 1 ayat (3) yaitu Pihak Pertama memberikan tugas dan tanggung jawab pada Pihak Kedua sesuai dengan jabatannya yang disebut dalam pasal 1 ayat (1) diatas dengan ketentuan dapat dipindahtugaskan / mutasi ke bagian atau perusahaan lain dalam lingkup Ristra Group sesuai kebutuhan kerja yang ada, dengan demikian maka Majelis Hakim berpendapat mutasi terhadap Penggugat oleh Tergugat adalah hak mutlak Tergugat, karena merupakan bagian dari Perjanjian Kerja;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim menilai dalam mutasi ini baik Penggugat dan Tergugat telah beritikad baik, dimana Penggugat telah menyampaikan permintaan benefit yang didapat di tempat baru dengan cara kekeluargaan melalui surat (vide bukti P-10) dan Tergugat pun telah memberikan benefit ditempat baru (vide bukti P-11 yang identik dengan T-5), namun demikian belum ada titik temunya, sehingga masing–masing pihak tetap pada pendiriannya, dimana Tergugat merasa Penggugat harus sudah ada di tempat baru, sedangkan Penggugat belum ke tempat baru karena merasa benefit yang ada belum memenuhi kebutuhan Penggugat di tempat baru;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat, alangkah baiknya apabila pihak perusahaan memperhatikan kondisi pekerja yang akan dimutasi, termasuk kondisi keluarganya dan mutasi atau penempatan pekerja ke tempat lain harus memperhatikan Pasal 32 Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu ;
1. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi;
2. Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum;
3. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi yang disumpah Sdr. R. Bambang, mantan Legal HRD Tergugat, dimana salah satu kesaksiannya adalah “bahwa di Pontianak tidak ada cabang perusahaan Tergugat”;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi yang disumpah Sdr. Harvan NP, mantan staff HRD Tergugat, dimana salah satu kesaksiannya adalah “bahwa Penggugat belum berangkat ke tempat kerja yang baru dikarenakan belum ada tiket dari perusahaan”;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim memahami sepenuhnya tujuan Tergugat memutasi Penggugat, namun demikian hendaklah diingat, Penggugat adalah pekerja dari Tergugat yang notabene pernah berprestasi yang terbukti Penggugat oleh Tergugat pernah dipercaya memangku beberapa jabatan (vide bukti P-2);
“Menimbang, bahwa berdasarkan vide bukti P-15 yang berupa data absensi karyawan, dimana Penggugat sampai tanggal 13 Maret 2014 hadir di tempat kerja yang lama;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, dapatlah disimpulkan bahwa alasan pemutusan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat dikarenakan ketidakhadiran Penggugat di tempat kerja baru sehingga dikatagorikan sebagai mangkir dan dianggap mengundurkan diri, Majelis Hakim berpendapat tidak dapat dibenarkan, mengingat ketidakhadiran Penggugat ditempat kerja baru belum difasilitasi secara baik oleh Tergugat seperti belum diberikannya tiket menuju tempat kerja baru dari Tergugat pada Penggugat dan Penggugat pun selalu hadir di tempat kerja yang lama;
“Menimbang, bahwa sekiranya terhadap ketentuan dalam Pasal 151 dan 161 Undang – Undang 13 Tahun 2003 tersebut belum dipenuhi, maka belumlah dapat dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja, ataupun sekiranya telah dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak yang ditandai dengan adanya surat PHK atau dipersamakan dengan surat PHK, tertanggal 14 Maret 2014 (vide bukti P-14 yang identik dengan vide bukti T-7), maka sesuai dengan ketentuan Pasal 155 Undang-Undang 13 Tahun 2003 maka Pemutusan Hubungan Kerja sepihak tersebut yaitu Pemutusan Hubungan Kerja antara Penggugat dengan Tergugat, haruslah dinyatakan Batal Demi Hukum;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan gugatan Penggugat dan jawaban Tergugat berdasarkan rasa keadilan;
“Menimbang, bahwa dengan mempertimbangkan azas kemanfaatan bagi kedua belah pihak Majelis Hakim berkeyakinan bahwa sekiranya hubungan kerja diantara keduanya dilanjutkan tentu tidak akan membawa kemanfaatan bagi keduanya sehingga sudah sepatutnya untuk diputuskan dan diakhiri;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keadilan bagi para pihak, dengan mempertimbangkan hal-hal yang keliru yang telah dilakukan para pihak, yaitu di pihak Penggugat telah mendapatkan surat peringatan atas kinerja dan di pihak Tergugat dalam memutus hubungan kerja, belum ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka Majelis Hakim berkeyakinan untuk upah yang belum terbayar akan dirasa adil bagi para pihak apabila diberikan selama 6 (enam) bulan dan berdasarkan ketentuan Pasal 1603 huruf (h) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan demikian maka Majelis Hakim menyatakan Hubungan Kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus sejak tanggal 31 Agustus 2014;
“Menimbang, bahwa untuk masa kerja dan upah terakhir Penggugat, maka Majelis Hakim berdasarkan vide bukti P-1, Penggugat diangkat sebagai karyawan tetap terhitung sejak tanggal 1 Juni 2011 sehingga masa kerja Penggugat adalah 3 tahun 3 bulan, dengan jabatan terakhir sebagai ASPM & KAM merangkap Caretaker NSPM dengan upah terakhir Rp 11.000.000,- (vide bukti P-2);
“Menimbang, bahwa berdasarkan vide bukti P-20, untuk upah bulan Maret 2014 telah dibayar Tergugat pada Penggugat sebesar Rp 5.844.186,-;
“Menimbang, bahwa oleh karena putusnya hubungan kerja tersebut adalah bukan dikarenakan mangkir atau mengundurkan diri, namun Majelis Hakim mengkualifikasikan sebagai pelanggaran indisipliner atas perjanjian kerja, maka Penggugat berhak atas, Uang Pesangon sebesar 1 (satu) kali pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan masa kerja sebagaimana pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sebagaimana pasal 156 ayat (4) Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan upah yang belum terbayar (Upah Proses) dengan jumlah total sebesar Rp 136.055.814,- (Terbilang : seratus tiga puluh enam juta lima puluh lima ribu delapan ratus empat belas rupiah);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, terhadap petitum gugatan Penggugat angka 2, angka 3 dan angka 4, Majelis Hakim berpendapat dapatlah dikabulkan untuk sebagian;
“Menimbang, bahwa terhadap isi pokok gugatan tidak erat kaitannya dengan penyitaan, sehingga tanpa penyitaan tidak menimbulkan kerugian kepada Penggugat, karena dalam melakukan penyitaan minimal harus memenuhi syarat, yaitu:
1. Penggugat dapat menunjukan fakta dan alasan objektif Tergugat untuk menggelapkan atau mengasingkan barang tersebut;
2. Penggugat dapat menunjukan ada indikasi objektif adanya upaya Tergugat untuk menghilangkan barangnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan alasan tersebut diatas dan selama pemeriksaan perkara a quo, maka Majelis Hakim berpendapat tidak ada indikasi 2 (dua) syarat tersebut diatas, dengan demikian tidak perlu dilakukan penyitaan karena tidak mempunyai dasar alasan yang kuat, maka terhadap petitum gugatan Penggugat angka 5 dan angka 6, harus dinyatakan ditolak;
MENGADILI
DALAM POKOK PERKARA;
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Putus Hubungan Kerja antara Penggugat dengan Tergugat sejak tanggal 31 Agustus 2014;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar Hak-hak Penggugat sebesar Rp 136.055.814,- (seratus tiga puluh enam juta lima puluh lima ribu delapan ratus empat belas rupiah), dengan perincian sebagai berikut;
- Pesangon : 4 x Rp 11.000.000,- = Rp 44.000.000,-
- Penghargaan masa kerja: 2 x Rp 11.000.000,- = Rp 11.000.000,-
- Penggantian hak : 15% x Rp 66.000.000,- = Rp 9.900.000,-
= Rp 75.900.000,-
- Upah belum terbayar : 6 x Rp 11.000.000,- = Rp 66.000.000,-
- Upah sudah terbayar : = Rp 5.844.186,-
= Rp 60.155.814,-
J u m l a h T o t a l = Rp 136.055.814,- (seratus tiga puluh enam juta lima puluh lima ribu delapan ratus empat belas rupiah).
4. Membebankan seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Tergugat sebesar Rp 891.000,- (delapan ratus sembilan puluh satu ribu rupiah).
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.