LEGAL
OPINION
Question: Bila rencana mogok kerja telah sesuai prosedur
hukum, juga rencana mogok ini merupakan hasil dari gagalnya perundingan
bipartit, adakah lagi yang perlu diperhatikan kalangan pekerja agar tidak dapat
dinyatakan sebagai mogok kerja yang tidak sah? Bolehkah menghalangi pekerja
lain yang hendak tetap bekerja di pabrik?
Brief Answer: Yang terakhir perlu diperhatikan ialah tahap
eksekusi rencana mogok kerja, yakni pada hari-H aksi mogok kerja itu sendiri,
perlu dilakukan dengan cara-cara yang tertib dan teratur, tidak menjurus pada
aksi anarkis, intimidasi, ataupun manipulatif. Itulah yang disebut dengan rencana
serta aksi mogok kerja yang selain “sah”, namun juga “tertib dan damai”.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi putusan Pengadilan Hubungan Industrial Bandung perkara perselisiihan
pemutusan hubungan kerja register Nomor 21/G/2012/PHI/PN.BDG. tanggal 16 Agustus
2012, sengketa antara:
- 3 (tiga) orang pekerja,
sebagai Penggugat; melawan
- PT. GLOPAC INDONESIA, selaku Tergugat.
Adapun yang menjadi pokok gugatan, surat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang
diterbitkan oleh Tergugat agar dinyatakan batal demi hukum, dimana Tergugat
melakukan PHK dengan alasan adanya pelanggaran dan kegaduhan yang terjadi di lingkungan
kerja PT. Glopac Indonesia. Jikalau Tergugat bersikap tidak lagi bersedia
mempekerjakan kembali Para Penggugat, maka Penggugat menuntut pembayaran atas konpensasi
PHK sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Sengketa bermula dari aksi mogok kerja, dimana rencana demo yang dilakukan
sudah sesuai prosedur dengan mengirim surat pemberitahuan demo kepada pihak
keamanan (Polisi) dan ke management.
Namun Para Penggugat telah dengan sengaja bahkan dengan sadar melakukan tindakan
seperti mengintimidasi sesama pekerja lain atau serikat buruh yang sudah ada didalam
dan/atau menganiaya, mengancam fisik atau mental, menghina secara kasar
Pengusaha dan atau pekerja/buruh lain, dengan ceroboh atau dengan sengaja merusak,
merugikan, atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang
menimbulkan kerugian bagi perusahaan, sehingga disamping melanggar peraturan
Perusahaan juga terlanggarnya Pasal 158 UU No.13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.
Terkait dengan hal tersebut diatas, telah diajukan gugatan Perdata oleh perusahaan
kepada Para Penggugat (yang didudukkan sebagai Tergugat I, II dan III di
Pengadilan Negeri Bekasi dengan Nomor Perkara 184/G/2011/PN.Bekasi), tentang
perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh Para Tergugat, putusan mana
telah berkekuatan hukum tetap, maupun laporan Tergugat kepada Kepolisian
setempat terkait tindakan yang telah dilakukan oleh Para Penggugat, membukti telah
terjadinya Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Para Penggugat kepada
Tergugat.
Oleh karenanya dalil Tergugat bahwa Para Penggugat dalam tindakannya
dengan sengaja maupun dengan upaya memaksa dengan cara anarkis telah berusaha
menghalang-halangi para pekerja lain untuk masuk kedalam lingkungan perusahaan,
dengan sengaja dan dengan sadar merusak serta menduduki perusahaan Tergugat
sehingga perusahaan Tergugat tidak dapat beroperasi, dengan sengaja dan dengan
sadar menteror serikat buruh yang telah ada dalam lingkungan Tergugat dapat
dibenarkan.
Adapun Putusan Pengadilan Negeri Bekasi No.184/Pdt.G/BTH/PLW/2012/PN.Bks.
tanggal 2 Mei 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap dimana petitumnya
berbunyi sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagaian;
2. Menyatakan bahwa Tergugat I s/d.Tergugat XXX telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
3. Memerintahkan Tergugat I s/d. Tergugat XXX untuk patuh dan tunduk pada
putusan ini;
4. Menghukum Tergugat I s/d.Tergugat XXX untuk membayar kerugian material
yang telah diderita Penggugat sebesar Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta
rupiah) secara tanggung renteng;
5. Memerintahkan Tergugat I s/d.Tergugat XXX untuk tidak mendekat ke
tempat Penggugat;
6. Menghukum Tergugat I s/d. Tergugat XXX untuk meninggalkan tempat
Penggugat;
7. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
Berdasarkan fakta hukum tersebut diatas, Majelis Hakim membuat
pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa keterangan
saksi Tergugat sdr.Subandi, saksi Haerul Anwar Bin Ating, saksi A Gani, BS,
yang masing-masing memberikan keterangan bahwa benar telah terjadi aksi demo
dan telah terjadi pengrusakan asset perusahaan Tergugat dalam demo tersebut;
“Menimbang, bahwa selanjutnya
berdasarkan fakata-fakta yang terungkap dipersidangan Majelis Hakim berpendapat
bahwa Undang-undang perburuhan berusaha melindungi atau mencegah Pengusaha (dalam
melakukan PHK terhadap buruh (Penggugat) meskipun bila ada ditemukan dalam suatu
mogok kerja (demontrasi – unjukrasa) ada kejadian kegaduhan atau pelanggaran, asalkan
mogok kerja untuk unjuk rasa tersebut telah sesuai dengan ketentuan
UU No.13 Tahun 2003 pasal 140 dan dalam mogok kerja tersebut tidak dilakukan
secara anarhis, akan tetapi dalam kasus aquo berdasarkan bukti P.5 (Permohonan
Bipartit), bukti P.6 (surat pemberitahuan aksi mogok tanggal 21 Maret 2011) telah
terjadi aksi mogok sebagai akibat gagalnya perundingan, namun dalam kegiatan
aksi tersebut telah terjadi kekerasan pengrusakan asset perusahaan Tergugat
yang mengakibatkan berhentinya kegiatan produksi perusahaan Tergugat sehingga
meskipun mogok kerja dan unjuk rasa telah sesuai dengan Pasal 140 UU No.13
Tahun 2003, tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 137 UU No.13 tahun 2003 yang
menerangkan mogok kerja adalah sebagai hak dasar pekerja dan serikat pekerja
yang dilakukan secara sah, tertib dan damai; dan sesuai dengan penjelasan Pasal
137 tersebut bahwa yang dimaksud dengan tertib dan damai adalah tidak
mengganggu keamanan dan ketertiban umum, dan atau mengancam jiwa dan harta
benda milik perusahaan atau pengusaha atau orang lain atau milik masyarakat,
oleh karena dalam unjuk rasa tersebut telah terjadi pengrusakkan milik
perusahaan dan timbul kerugian produksi pada perusahaan Tergugat yang terbukti
berdasarkan Bukti T.2 Jo.T.3, T.4 dan T.10, Bukti T.14 Jo.T.15 Jo T.17, bukti
T.20, bukti T.21, bukti T.22 Jo.T.23, T.24, T.25 dan T.26 serta bukti T.1.,
maka unjuk rasa yang di koordinir oleh Para Penggugat tersebut adalah mogok
kerja yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 137 UU No.13 Tahun 2003, sehingga
berdasarkan Pasal 142 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003 harus dinyatakan sebagai mogok
kerja yang tidak sah, dan sebagai akibatnya berdasarkan Pasal 145 UU
No.13 tahun 2003 Para Penggugat tidaklah berhak mendapatkan upahnya
sebagaimana di tuntutnya dalam petitum gugatannya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa petitum butir 3
harus dinyatakan ditolak serta menyatakan hubungan Kerja antara Tergugat dengan
Para Penggugat putus karena Para Penggugat selaku koordinator mogok kerja
bertanggung jawab atas kerugian yang dialami Tergugat sebagaimana dikuatkan
dengan bukti T-1 berupa salinan Putusan No.184/Pdt.G/BTH/PLW/2012/PN.Bks,
tanggal 2 Mei 2012 yang mana amarnya diantaranya berbunyi:
- Menyatakan bahwa Tergugat I
s/d. Tergugat XXX, (didalam Tergugat I s/d. Tergugat XXX diantaranya adalah Para
Penggugat), telah melawan hukum dan menghukum Tergugat I s/d. XXX untuk
membayar kerugian material yang telah diderita Penggugat sebesar Rp.250.000.000
(dua ratus lima puluih juta rupiah);
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Para Penggugat seluruhnya;
- Menyatakan hubungan kerja Para Penggugat dengan Tergugat putus
terhitung sejak putusan ini di bacakan diucapkan.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.