Mogok Kerja Tidak Sah hanya Dikategorikan Mangkir Kerja, Bukan Pemutusan Hubungan Kerja Tanpa Adanya Panggilan Kembali Masuk Kerja oleh Pengusaha

LEGAL OPINION
Question: Bila buruh kami mogok kerja, yang mana dilakukan secara tidak sah, apakah artinya seketika memberi hak bagi perusahaan untuk memecat mereka?
Brief Answer: Adanya mogok kerja sekalipun benar tidak sah saja, belum merupakan prasyarat mutlak untuk dinyatakan putusnya hubungan kerja. Aksi mogok kerja tidak sah hanya akan dikategorikan sebagai mangkir kerja, bila pihak pemberi kerja tidak melakukan pemanggilan kerja secara patut kepada para buruhnya agar kembali masuk kerja. Bilamana panggilan masuk kerja tidak dihiraukan, barulah pekerja/buruh dapat di-putus hubungan kerja (PHK) dengan kualifikasi mengundurkan diri.
Sehingga entah itu mogok kerja spontan, mogok kerja tidak sah, atau istilah lainnya, hanya dihitung sebagai “mangkir kerja” kategori no work no paid, bila pada keesokan harinya para pekerja telah kembali bekerja seperti sedia kala—dan pengusaha dilarang mencekal pekerjanya dengan alasan telah di-PHK atau sebagainya.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi tepat kiranya bercermin pada putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa hubungan industrial register Nomor 28 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 24 Februari 2016, perkara antara:
- 41 (empat puluh satu) orang pekerja, sebagai Para Pemohon Kasasi, dahulu Para Penggugat; melawan
- PT. SUZUKI ENGINEERING CENTER INDONESIA, sebagai Termohon Kasasi, semula Tergugat.
Kecewa terhadap pihak pengusaha yang tidak akomodatif terhadap ketentuan hukum ketenagakerjaan perihal jenis kerja yang dapat diikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, para pekerja melakukan aksi mogok yang berbuntut PHK oleh perusahaan, bahkan terhadap pekerja yang tidak ikut-ikutan aksi mogok.
Terhadap gugatan Penggugat maupun gugatan balik (rekonvensi) Tergugat,  Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung telah memberikan putusan Nomor 108/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Bdg, tanggal 15 Oktober 2015 yang amarnya sebagai berikut:
DALAM KONVENSI
PRIMER:
- Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
SUBSIDER:
- Memerintahkan kepada Tergugat untuk membayar uang pisah kepada 39 (tiga puluh sembilan) orang Para Penggugat dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp35.100.000,00 (tiga puluh lima juta seratus ribu rupiah), dengan perincian sebagai berikut: ...
DALAM REKONVENSI
1. Mengabulkan gugatan rekonvensi dari Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya;
2. Mogok kerja yang dilakukan Para Tergugat Rekonvensi tanggal 5 Februari 2015 adalah tidak sah;
3. Menyatakan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Penggugat Rekonvensi pada tanggal 9 Februari 2015 adalah tidak melanggar hukum;
4. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat Rekonvensi dengan 39 (tiga puluh sembilan) orang Para Tergugat Rekonvensi terhitung sejak tanggal 9 Februari 2015.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan dalil bahwa akibat hukum dari mogok kerja yang dikualifikasikan mangkir adalah hanya tidak dibayar upah selama melakukan mogok. Mogok kerja yang dilakukan oleh Para Penggugat deilakukan selama 5 jam yaitu dari jam 13.00 WIB sampai dengan jam 17.00 WIB dan setelah itu Para Penggugat bekerja seperti biasa begitu juga dengan esok harinya para Penggugat bekerja seperti biasa.
Dikarenakan pekerjaan yang ada ditempat Tergugat adalah jenis pekerjaan yang dikerjakan secara terus-menurus dan terungkap dalam persidangan Tergugat tidak mampu membuktikan perjanjian kerja PKWT antara Para Penggugat dengan Tergugat Maka Demi Hukum hubungan kerja Para Penggugat dari PKWT menjadi PKWTT.
Terhadap permohonan kasasi yang diajukan Penggugat, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Menimbang, bahwa keberatan-keberatan tersebut dapat dibenarkan, karena meneliti dengan seksama memori kasasi yang diterima tanggal 12 November 2015, dan kontra memori kasasi yang diterima tanggal 10 Desember 2015, dihubungkan dengan pertimbangan putusan Judex Facti dalam hal ini Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung, ternyata Judex Facti telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa Judex Facti salah menerapkan ketentuan Pasal 43 angka 16 Peraturan Perusahaan PT SEC Indonesia (Vide bukti T-5) terhadap peristiwa hukum dalam perkara a quo yaitu mogok kerja yang dilakukan oleh Para Penggugat pada tanggal 5 Februari 2015 karena ketentuan Pasal 43 angka 16 tersebut menyangkut sabotase yang dilakukan pekerja bukan masalah mogok kerja;
2. Bahwa seharusnya terhadap mogok kerja yang tidak sah diterapkan ketentuan Pasal 142 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Juncto Pasal 6 Kepmenakertrans Nomor 232/men/2003 yang pada pokoknya mogok kerja yang tidak sah dikualifikasikan sebagai mangkir dan hanya dapat dianggap mengundurkan diri jika mogok tersebut dilakukan 7 (tujuh) hari dan telah dipanggil 2 (dua) kali namun pekerja tidak datang;
3. Bahwa berdasarkan bukti-bukti yang diajukan baik oleh Para Penggugat maupun Tergugat tidak terbukti Tergugat melakukan pemanggilan 2 (dua) kali dalam 7 (tujuh) hari mogok kerja sehingga Para Penggugat tidak dapat dikualifikasikan mengundurkan diri namun dianggap mangkir saja karenanya tindakkan Pemutusan Hubungan Kerja tanggal 9 Februari 2015 tidak sah;
4. Bahwa terhadap tuntutan Para Penggugat agar Perjanjian Kerja Waktu Tertentu berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu karena Para Penggugat tidak dapat membuktikan adanya pelanggaran sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 59 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 maka tuntutan tersebut ditolak sehingga hubungan kerja tetap berdasar PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu);
5. Bahwa oleh karena tindakan Pemutusan Hubungan Kerja tidak sah dan hubungan kerja tidak mungkin lagi dipertahankan maka patut dan adil hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat putus dan diterapkan ketentuan Pasal 62 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 sehingga Para Penggugat berhak atas ganti rugi sebesar upah sampai batas PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) berakhir terhitung sejak tanggal Pemutusan Hubungan Kerja tanggal 9 Februari 2015;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: Merdies Rachmad Nurwancoko dan kawan-kawan tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 108/Pdt.Sus PHI/2015/PN.Bdg tanggal 15 Oktober 2015 selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
 “M E N G A D I L I:
Mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi : 1. MERDIES RACHMAD NURWANCOKO, 2. ... , 41. CATUR SANTOSO, tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 108/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Bdg, tanggal 15 Oktober 2015;
MENGADILI SENDIRI
DALAM KONVENSI:
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan mogok kerja Para Penggugat tanggal 5 Februari 2015 tidak sah dan dianggap mangkir;
3. Menyatakan tindakan Pemutusan Hubungan Kerja oleh Tergugat kepada Para Penggugat tanggal 19 Februari 2015 tidak sah;
4. Menyatakan hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat putus terhitung mulai tanggal 9 Februari 2015;
5. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi kepada Para Penggugat sebesar upah sisa kontrak berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu terhitung mulai tanggal 9 Februari 2015 sampai dengan tanggal berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu masing-masing Penggugat;
6. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya;
DALAM REKONVENSI :
- Menolak gugatan Para Penggugat dalam rekonvensi untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.