Menghidupkan Kembali Pasal yang Dibatalkan, Terhindar dari Resiko Nebis In Idem dalam Persepsi Uji Materil di Mahkamah Konstitusi

LEGAL OPINION
Question: Benarkah bila sudah pernah diputus oleh hakim, maka perkara bersangkutan tidak lagi dapat diajukan ulang untuk diperiksa dan diputus oleh pengadilan? Bagaimana bila di MK?
Brief Answer: Bedakan antara pengajuan gugatan/tuntutan ulang, dengan upaya hukum (banding, kasasi, peninjauan kembali ataupun verzet). Baik dalam konsepsi hukum acara pidana maupun perdata, bila suatu: (1) pokok perkara; (2) objek perkara; (3) dasar hukum norma yang dijadikan landasan gugatan / dakwaan; maupun (4) subjek pelaku dan korban dalam perkara adalah serupa dengan perkara sebelumnya yang telah diputus, maka memang tidak dapat diajukan gugatan/tuntutan ulang, inilah yang kemudian dikenal dengan istilah hukum larangan “nebis in idem”.
Namun, bila amar putusan berupa pernyataan “gugatan penggugat / tuntutan jaksa penuntut umum tidak dapat diterima” (niet ontvankelijk verklaard), maka gugatan/tuntutan masih dapat diajukan ulang, oleh sebab majelis hakim tidak memeriksa pokok perkara, namun sekadar menyatakan pengadilan tersebut tidak berwenang mengadili atau sebagai contoh, ternyata perbuatan terdakwa bukanlah sebagai delik pidana namun perbuatan perdata murni, atau semisal oleh hakim tunggal dalam perkara praperadilan dakwaan jaksa penuntut dipupuskan—tanpa mengurangi hak jaksa penuntut maupun penyidik kepolisian untuk menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) ataupun surat dakwaan baru.
Akan tetapi konsepsi dalam hukum acara pengujian undang-undang di hadapan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia memiliki suatu keunikan tersendiri yang memberi “wajah” berbeda dari hukum acara lainnya, karena telah dirasionalisasikannya prinsip larangan nebis in idem.
PEMBAHASAN:
Bila amar putusan ialah “dikabulkan seluruhnya/separuhnya”, maka amar putusan demikian adalah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) bila tidak dilakukan upaya hukum.
Agak unik ketika dalam perkara gugatan perdata, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dianulir lewat “gugat perlawanan” baik perlawanan oleh para pihak dalam gugatan (partij verzet) maupun perlawanan pihak ketiga (derden verzet). Inilah pula sebabnya verzet yang dalam praktik menyerupai “gugatan semu” (karena bentuk dan sifatnya yang persis menyerupai proses acara gugatan biasa), kerapkali disalahgunakan oleh para pihak dalam perkara gugatan yang beritikad buruk, semisal untuk menunda eksekusi.
Keunikan pun tampak dalam Pasal 42 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, dinyatakan sebagai berikut:
(1) Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam Undang-Undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.
(2) Terlepas dari ketentuan ayat (1) diatas, permohonan pengujian Undang-Undang terhadap muatan ayat, pasal, dan/atau bagian yang sama dengan perkara yang pernah diputus oleh Mahkamah dapat dimohonkan pengujian kembali dengan syarat-syarat konstitusionalitas yang menjadi alasan permohonan yang bersangkutan berbeda.
Dari ketentuan diatas, tidak dinyataka bahwa yang “dapat dimohonkan pengujian kembali” ialah putusan MK RI sebelumnya dengan amar “ditolak”. Artinya, suatu putusan MK RI yang menyatakan “mengabulkan permohonan Pemohon” sekalipun dapat diajukan uji materil kembali, sehingga:
- bila sebelumnya MK RI menyatakan “mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian”, maka permohonan uji materiil dapat diajukan ulang agar: (1) Mahkamah menyatakan bahwa permohonan Pemohon dikabulkan sepenuhnya; atau (2) Mahkamah menyatakan bahwa putusan sebelumnya dianulir sehingga pasal yang telah dibatalkan kembali hidup/aktif alias efektif berlaku kembali.
- bila sebelumnya MK RI menyatakan “menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya”, maka permohonan dapat diajukan kembali agar: (1) Mahkamah mengabulkan seluruh permohonan dengan membatalkan suatu ketentuan dari undang-undang; atau (2) Mahkamah mengabulkan sebagian dari permohonan meski dalam putusan sebelumnya telah ditolak seluruhnya.
- bila sebelumnya MK RI menyatakan “mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya”, maka permohonan uji materil dapat diajukan kembali oleh masyarakat yang merasa berkeberatan karena kepentingannya dirugikan akibat dibatalkannya suatu norma dalam undang-undang, sehingga: (1) Mahkamah mengaktifkan kembali norma undang-undang tersebut untuk seluruhnya; atau (2) Mahkamah mengaktifkan kembali norma undang-undang yang sebelumnya dibatalkan agar hanya dibatalkan separuhnya saja.
Syaratnya hanyalah diuji kembali dengan “syarat-syarat konstitusionalitas yang menjadi alasan permohonan yang bersangkutan berbeda”—dan Mahkamah Konstitusi terikat oleh peraturan yang dibentuknya itu sendiri sehingga tidak dapat mengingkari ataupun memungkiri permohonan uji materil guna menghidupkan kembali ketentuan undang-undang yang dalam putusan sebelumnya telah dibatalkan. Pemohon yang berbeda jelas memiliki kepentingan yang berbeda, dan hal ini wajib diakomodasi oleh Mahkamah.
Metode ini adalah penemuan Bapak Hery shietra, S.H., hak cipta dilindungi oleh undang-undang, sehingga bagi para pihak yang hendak menggunakan strategi/metode tersebut diatas, wajib untuk mendapat izin tertulis dari SHIETRA & PARTNERS.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.